Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bahan Khotbah Kristen Tentang Ancaman Kematian

Seratus tahun lebih yang lalu, 100 juta orang mati ketika pandemi ganas melanda seluruh dunia. Jumlah korban yang mati itu jauh lebih banyak ketimbang gabungan Perang Dunia I dan II (total yang mati 67 juta). Betul. Itulah jumlah korban keganasan Spanish Flu yang menyerang pada periode Maret 1918-Agustus 1919. Tetapi sungguh mengherankan: Spanish Flu sempat dijuluki atau dinamakan “the forgotten flu.” Mengapa? Jawabnya adalah karena banyak orang di permukaan bumi ini seperti tidak mau tahu, tidak peduli, dan seperti mengalami amnesia kolektif (pelupaan massal) terhadap kedahsyatan flu burung dengan virus H1N1 yang telah memusnahkan 100 juta manusia secara global. 

Kenapa bisa sampai dilupakan secara massal? Martin Kettle, seorang wartawan di Inggris “A Century On, Why Are We Forgetting the Deaths of 100 Million?,” (The Guardian Online 25 May 2018) mencoba menjawabnya demikian: “The Spanish flu has been consigned to the footnotes because its onslaught did not occur in public but in private, behind closed doors in millions of homes.” Maksudnya, banyak orang bersikap tidak peduli dan cenderung berusaha melupakan begitu saja oleh karena serangan dan kematian yang didatangkan oleh virus 14 tersebut terjadi secara perlahan-lahan di dalam rumah atau rumah sakit—secara privat dan bukan secara publik, yaitu boleh dikata semua korban itu mati dalam kesunyian, kesendirian, ketakutan, dan ketidakjelasan. Tambahan lagi, semua pemakaman atau pengkremasian dilakukan dengan cepat-cepat, bahkan ada yang secara massal, dan nyaris tidak ada upacara atau liturgi ini-itu untuk mengenang yang meninggal. Semua memori suram itu mendatangkan kepahitan, kekecewaan, dan kegentaran yang tidak ingin diingat oleh siapa pun.

Bukankah sejarah terulang kembali: kita menyaksikan situasi yang mirip dengan situasi satu abad yang lalu sekarang ini? Lalu, apakah kita juga akan mengalami amnesia kolektif yang sama terhadap pandemi virus corona pada abad 21 ini, yaitu berupaya melupakan, tidak peduli, apalagi korban yang meninggal tidak (atau belum) sebanyak yang terjadi 100 tahun yang lalu? Mungkinkah sikap tidak peduli dan “berusaha” melupakan itu sebenarnya timbul karena adanya rasa takut bahwa virus corona dengan varian delta yang mengerikan dan mendatangkan banyak kematian sesungguhnya merupakan momok yang menyeramkan dan sekaligus menciutkan hati banyak orang? 

Dalam situasi dunia yang tidak menentu dan sedang dilanda pandemic fatigue (kelelahan akibat pandemi) sekarang ini, orang Kristen bisa saja berhadapan dengan kebingungan, kepenatan, kesulitan, kesesakan, sakit 15 penyakit, bahkan kematian, tetapi oleh sebab orientasi dan tujuan hidup kita terfokus pada garansi kebangkitan Kristus, kita seharusnya tidak perlu terlalu panik dan begitu ketakutan menghadapi ancaman kematian, karena sadar bahwa Tuhan Yesus yang sudah mengalahkan maut itu akan membangkitkan kita yang percaya kepadaNya. Lebih dari itu, Ia sudah mengalahkan dosa dan kematian dalam ketiga lapisannya (kematian kekal, kematian rohani, dan kematian jasmani) dan tidak akan ada kematian lagi bagi mereka yang percaya, sebab “[kita] juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaran [kita] . . . telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan [Kristus], sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita” (Kol. 2:13). 

Alkitab juga menegaskan bahwa roh/jiwa orang percaya akan langsung masuk ke dalam kekekalan, yaitu masuk ke dalam hidup dan kebahagiaan kekal bersama dengan Tuhan di sorga mulia. Sebaliknya, roh orang tidak percaya masuk ke dalam kebinasaan dan siksaan kekal di dalam neraka (Mat. 25:41, 46a). Ketika orang percaya meninggal dunia, tubuh jasmaniahnya tetap berada di bumi sewaktu dikuburkan, namun roh atau jiwanya sudah ditranslasikan atau ditransformasikan menghadap Tuhan di sorga yang mulia. 

Jadi, kematian bagi yang beriman kepada Kristus adalah kembali ke rumah Bapa (Yoh. 14:2), “untuk menetap pada Tuhan” (2 Kor. 5:8; “[to be] at home with the Lord”; NRSV), dan masuk dalam sebuah komunitas yang disebut “kumpulan yang meriah” (Ibr. 12:22-23: “Tetapi kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan 7 kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna”). Apa artinya? Artinya, kita yang percaya kepada Kristus ketika berhadapan dengan kematian seharusnya dihiburkan dan dikuatkan dengan jaminan dari kedua ayat tersebut. 

Pada akhirnya, “buah” dari percaya kepada Kristus adalah dilepaskan dari kematian rohani dan kematian kekal (keterpisahan dari Tuhan karena dosa), dan sekalipun orang Kristen masih akan mengalami kematian jasmani, tetapi “sengat maut” itu sudah dipatahkan oleh kuasa kebangkitan Kristus (1 Kor. 15:55). Hal ini berarti orang yang percaya kepada Kristus yang dilahirkan dua kali: melalui kelahiran biologis dan kelahiran baru (regenerasi ketika percaya pada Kristus) hanya akan mati satu kali saja (yaitu kematian jasmani), sedangkan orang yang tidak percaya yang dilahirkan satu kali secara biologis sesungguhnya mengalami tiga jenis kematian (kematian kekal, kematian rohani, dan kematian jasmani).

Mengenai kematian jasmani yang masih akan kita hadapi di ujung kehidupan di bumi ini, Ia memberikan jaminan yang sangat pasti yang tidak dapat dibeli dengan harta benda apa pun juga: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?” (Yoh. 11:25-26). Jadi, pendirian kita yang percaya atau tidak percaya akan menentukan eksistensi kita dalam kehidupan nanti. 

Jadi, selama Tuhan masih memberikan kesempatan untuk hidup, marilah kita pergunakan kesempatan yang ada untuk percaya dan menaruh harapan dan iman kita kepada Kristus. Sebab, terlalu mahal bila ada yang mengabaikan kesempatan yang Tuhan berikan selama kita masih hidup sekarang ini. Harta kita tidak bisa menyelamatkan kita. Pekerjaan dan kedudukan tidak bisa membawa kita pada keselamatan kekal. Hanya Yesus yang telah mengalahkan maut yang memberikan harapan yang pasti, bahwa kita akan bersama-sama dengan Dia. Allah tidak pernah gagal untuk menolong dan menyelamatkan kita.

Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan." Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. (Rom. 8:35-39 ITB).

Posting Komentar untuk "Bahan Khotbah Kristen Tentang Ancaman Kematian"