Teologi Dispensasionalisme - Memandang Cara Kerja Allah Dalam Setiap Zaman
BAB I
PENDAHULUAN
Pengajaran dispensasionalisme telah menempati posisi
penting dalam sejarah gereja, dengan menyajikan metode interpretasi yang
bertanggung jawab tanpa kontra diksi antara satu dengan yang lain. Pengajaran
disspensasional ini telah mengalami tematization dan pengembangan dalam
perjalanan pengajaran tersebut, meskipun prinsip dasar tidak berubah. Hal ini
terkadang membuat pengajran dispensasionalisme diserang secara agresif dan
bahkan menertawakan pandangan ini. Pada tahun 1965, seorang tokoh
dispensasionalisme menerbitkan buku yang berjudul: “Dispensationalism Today”
yang bertujuan untuk menyajikan dispensasi klasik, pengajran nasional secara
positif untuk memperbaiki kesalahpahaman dan menghilangkan kecurigaan tentang
pengajaran dispensasi. Sesungguhnya revisi ini tidak mengabaikan, mengubah,
atau memperkecil ajaran dasar dispensasionalisme normative atau klasik.
Interpretasi Alkitab yang konsisten dan non-kontradiktif membuat pengajaran ini
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Dewasa ini pengajaran dispensasional banyak ditolak
dan diserang dengan intensitas yang cukup bervariasi. Liberal teologis secara
alami menentang dispensasionalisme, karena penafsiran kaum dispensasionalis
sepenuhnya tidak menyenangkan, yaitu berdasarkan pada pandangan verbal –
plenary tentang inspirasi Alkitab. Di satu sisi, amillenial dan postmillennial
yang masih berpegang dengan teologi perjanjian, menentang pengajaran ini. A. W.
Pink menuliskan bahwa dispensasionalis adalah orang-orang yang memaksakan
“kekasaran dan keanehan, serta membuat orang-orang miskin, dispensasionalis
percaya bahwa sebuah penemuan luar biasa telah dibuat dalam pemisahan atau
pembagian yang tepat dari kata kebenaran”… “Betapa dangkal dan rusaknya
penemuan meraka”.[1]
Dukungan dari pendapat Pink muncul dari
seorang tokoh yang bernama John Gerstner yang mengatakan bahwa
dispensasionalisme adalah aliran sesat dan bukan cabang gereja Kristen.[2] Oswald
T. Allis menyimpulkan bahwa Dispensasional adalah berbahaya dan tidak
alkitabiah.[3]
Fuller berkata bahwa Dispensasionalis secara internal tidak konsisten dan tidak
dapat mengharmoniskan dirinya sendiri dengan data Alkitab.[4] Jhon
Bowman dengan begitu frontal dan tak terkendali mengatakan bahwa dispensasi
adalah bidat yang paling berbahaya yang saat ini ditemukan di dalam lingkaran
Kristen.[5] Bagi
yang lain, dispensasionalisme adalah ajaran yang harus dihindari seperti wabah.
Mungkin mereka tidak mengerti apa yang dimaksud dispensasionalisme, tetapi
apabila mereka mendengarnya, itu sudah terkesan negative dan cenderung diberi
tahu bahwa pengajaran dispensasi adalah sesat.
Perdebatan dan ketidaksetujuan ini bersumber dari
metode interpretasi Alkitab yang bertolak belakang dengan kaum
dispensasionalisme. Dispensasionalisme menerapkan metode interpretasi Alkitab
secara literal, gramatikal, historical, verbal, plenary, di mana kaum
dispensasional percaya bahwa Alkitab diilhamkan dengan cara demikian juga. Di
sisi lain kaum teologi perjanjian atau kaum yang menentang metode
dispensasionalisme menerapkan metode interpretasi Alkitab secara alegoris.
Persoalan pemahaman tentang metode interpretasi inilah yang menyebabkan
keduanya sangat bertentangan.
Penulis dalam hal ini akan berusaha menjawab dan memberikan pertanggungjawaban tentang iman dan keyakinan tentang pengajaran dispensasionalisme. Sejak penulis percaya bahwa bahwa Alkitab diberikan atau diilhamkan secara literal, gramatikal, historical, verbal, plenary dan secara mutlak tidak ada salahnya, sehingga penulis dalam menyusun karya ilmiah ini akan menggunakan metode interpretasi Alkitab secara literal, gramatikal, historical, verbal, plenary. Sebab metode inilah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mampu menjawab berbagai macam persoalan yang dianggap sebagai kontradiksi-kontradiksi di dalam Alkitab.
BAB II
PEMBAHASAN DISPENSASIONALISME
Penulis dalam hal ini akan akan membahas tentang
teologi dispensasionalisme. Adapun pokok pembahasan yang akan disampaikan
penulis adalah definisi tentang kata dispensasionalisme, sejarah singkat dispensasionalisme,
metode hermeunitika dispensasionalisme, teologi dispensasionalisme dan
pengaruhnya terhadap teologi sistematika.
A. Definisi
Dispensasionalisme
Secara etimologi, kata dispensation dalam bahasa
Inggris adalah bentuk ungkapan dari Bahasa Latin dispensatio, yang mana
Vulgate memakainya untuk menerjemahkan kata Yunani oikonomia. Arti feminime
kata benda Latin untuk kata tersebut adalah “Manajemen, administrasi;
bendaharawan.” Bentuk feminime noun “oikonomia” dalam bahasa Yunani berarti: Mengatur
rumah tangga; Susunan, pesanan, rencana, sedangkan bentuk masculine noun “oikonomos”
berhubungan dengan seseorang yang bertindak sebagai “manager” atau melayani
sebagai “Pelayan rumah tangga”. Kata oikonomia sendiri merupakan penggabungan
dari kata “oikos” yang berarti “rumah,” dan “nemo”, yang berarti “membagi,
mengatur, atau memegang kekuasaan”. Ide utama dari kata dispensation kemudian
adalah “administrasi atau manejemen dari sebuah urusan rumah tangga oleh
seorang pelayan atau manejer” (Luk. 16, “perumpamaan tentang orang kaya dan
pelayan”). Yang terutama ini berhubungan dengan administrasi rumah tangga. Kata
bahasa Inggris “economy” diambil dari kata Yunani “oikonomia”.[6]
Ada tiga prinsip ide berhubungan dengan arti kata
dispensation dalam bahasa Inggris, yaitu: (1) The action of dealing out
distributing; (2) The action of administering, ordering, or managing; dan (3)
The action of dispensing with some administered.”[7]
Sedangkan secara teologikal kata dispensation berarti “sistem religious,
yang difahami sebagai suatu ketetapan illahi, atau sebagai penunjuk cara
pewahyuan secara progresif, yang mengekspresikan perubahan kebutuhan bangsa
secara individu atau periode waktu”.[8]
Dan kata bahasa Inggris “economy” dalam penggunaannya secara teologis
berhubungan dengan “metode pemerintahan illahi atas dunia, atau secara spesifik
departemen atau porsi pemerintahan itu”.[9]
Ada bagian yang menunjukkan cara administrasi
pemerintahan Allah secara individu atas dunia ini. Seperti contohnya dalam Ef.
1:10 menunjukkan secara khusus dimana Allah akan mengatur pemerintahan-Nya pada
saat datangnya kerajaan 1000 tahun (dispensasi millenial);[10]
Ef. 3:916 dan 1 Tim. 1:4 secara khusus menunjukkan bagaimana Allah mengatur
pemerintahanNya sekarang ini (the present dispensation).[11] Periode-periode
ini ditandai dalam Alkitab dengan beberapa perubahan dalam metode berurusan
dengan Allah dengan umat manusia, atau sebagian umat manusia, sehubungan dengan
dua pertanyaan tentang dosa dan tentang tanggung jawab manusia. Setiap
dispensasi dapat dianggap sebagai ujian baru bagi manusia duniawi, dan
masing-masing berakhir dengan penghakiman - menandai kegagalannya.[12]
Scofield menambahkan kembali, “Dispensation
adalah suatu periode waktu yang mana pada saat itu manusia diuji dalam
respektif ketaatan kepada suatu wahyu spesifik dari kehendak Allah”.[13] Lewis Sperry Chafer menulis teologi
sistematisnya sebagai seorang Dispensasionalis Klasik. Ia mendefinisikan
dispensasi sebagai “pengukuran waktu, dispensasi adalah periode yang
diidentifikasi oleh hubungannya dengan beberapa tujuan khusus Allah, tujuan
yang harus dicapai dalam periode itu.[14]
Ryrie berkata:
“A concise definition of a dispensation is this: A dispensation is a distinguishable economy in the outworking of God’s purpose…. Dispensationalism views the world as a household run by God. In His household-world God is dispensing or administering its affairs according to His own will and in various stages of revelation in the passage of time. These various stages mark off the distinguishably different economies in the outworking of His total purpose, and these different economies constitute the dispensations. The understanding of God’s differing economies is essential to a proper interpretation of His revelation within those various economies”.[15]
Dalam Statement of Faith dari Dallas Theological
Seminary:
“We believe that the dispensations are stewardships by which God administers His purpose on the earth under varying responsibilities. We believe that the changes in the dispensational dealings of God with man depend on changed conditions or situations which man is successively found with relation to God, and that these changes are the result of the failures of man and the judgments of God. We believe that different administrative responsibilities of this character are manifest in the biblical record, that they span the entire history of mankind, and that each ends in the failure of man under the respective test and in an ensuing judgment from God”.[16]
Robert L. Saucy mencatat bahwa perbedaan mendasar
antara dispensasionalis dan non-dispensasionalis memerlukan filosofi sejarah
yang berbeda:
“Perbedaan ini sebagian besar berasal dari penekanan khusus dari masing-masing sistem dalam pemahamannya tentang sejarah alkitabiah. Seperti namanya, pandangan dispensasional cenderung menekankan perbedaan dalam berbagai periode sejarah manusia yang dibawa melalui wahyu progresif dari program keselamatan Allah…. Masalah mendasarnya adalah cara kita memahami rencana historis dan tujuan rencana yang melaluinya Allah akan membawa kemuliaan kekal bagi diri-Nya sendiri”.[17]
Poin penting untuk bagaimana Dispensasionalisme berinteraksi dan berkontribusi pada teologi biblika adalah sebagai berikut: “Prinsip melihat sejarah sebagai periode dispensasi yang berbeda menghadirkan filosofi sejarah yang muncul dari Kitab Suci itu sendiri, secara alami memimpin teolog dispensasional untuk merumuskan teologi biblika, bukan hanya sistem teologis”.[18] Dalam memahami kemajuan sejarah alkitabiah, Ryrie menulis, “Dispensasi menyediakan kebutuhan akan perbedaan dalam perkembangan teratur wahyu di seluruh Alkitab. Dispensasi-Nya adalah ... administrasi Allah yang berbeda dan berbeda dalam mengarahkan urusan dunia.[19] Dari pengertian “Dispensasional” penulis dapat meyimpulkan bahwa dispensasionalisme adalah suatu periode waktu dimana dalam tiap-tiap periode waktu tertentu manusia diuji untuk bertanggung jawab terhadap wahyu tertentu dari Allah.
B. Sejarah
Singkat Dispensasionalisme
Secara resmi istilah Dispensasionalisme lahir pada
permulaan abad ke-19 di Inggris dalam Gerakan Brethren yang akhirnya memimpin
orang-orang seperti John Nelson Darby, Samuel P. Tregelles, Charles Henry
Mackintosh, dan pemimpin-pemimpin Brethren yang lain menerbitkan sejumlah
volume karyakarya eksposisional yang mempengaruhi beberapa orang tokoh
Kekristenan Amerika, seperti D.l. Moody, James H. Brookes, dan C.I. Scofield.[20]
Pengaruh Brethren di Amerika menghasilkan
Gerakan-Gerakan Konferensi Alkitab (Bible Conference Movement), yang dimulai
dengan Niagara Bible Conference pada tahun 1870-an. Gerakan ini tersebar di
berbagai negeri lain. Pada tahun 1909 C.I. Scofield menerbitkan bukunya yang
terkenal, Scofield Reference Bible yang mempromosikan pengajaran-pengajaran
dari konferensi-konfensi itu dan pengajaran Brethren kepada kalayak umum.
Outline sistem teologi dalam catatan studi Alkitabnya akhirnya dikenal sebagai
pengajaran “Dispensasionalisme”.
Orang-orang yang terpengaruh oleh ajaran Scofield
antara lain adalah Penginjil Lewis Sperry Chafer. Chafer adalah pendiri dari
Evangelical Theological College yang sekarang berubah menjadi Dallas
Theological Seminary. Melalui Dallas Theological Seminary inilah faham
Dispensasionalisme akhirnya menyebar luas di antara gereja-gereja di seluruh
dunia. Seminari ini juga menghasilkan Dispensasonalis-Dispensasionalis terkenal
seperti, John Walvoord, Charles C. Ryrie, dan J. Dwight Pentecost.[21]
Di atas telah disebutkan bahwa Dispensasionalisme
secara resmi berdiri pada permulaan abad ke-19. Namun apakah ini berarti bahwa
pengajaran Dispensasionalisme tidak Alkitabiah? C. B. Bass berargumentasi,
“Pretribulation bukan pengajaran dari para rasul, pretribulation adalah ajaran
Dispensationalisme, jadi ini berarti bahwa Dispensationalisme bukanlah
pengajaran yang diajarkan oleh para rasul”.[22]
Memang benar nama “Dispensasionalisme” secara resmi
muncul pada permulaan abad ke-19, namun demikian tidaklah benar jika dengan
terburu-buru kita menyimpulkan bahwa ini berarti pengajaran yang tidak
alkitabiah karena bukan pengajaran dari para rasul ataupun gereja mula-mula.
Sama seperti kelompok-kelompok lain yang baru memiliki nama setelah abad modern
dan tidak berarti selalu tidak alkitabiah. Misalnya nama Baptis diberikan oleh
gereja Protestan dan Katolik kepada sekelompok orang yang membaptis ulangkan
orang-orang yang pernah dibaptis percik atau dibaptis bayi sekitar abad-abad 15
setelah pecahnya reformasi, namun sebenarnya kelompok ini sudah eksis di
sepanjang gereja. Dan ada banyak lagi istilah-istilah muncul baru pada abad-
abad belakangan, misalnya New-Evangelical (1947), Neo-Ortodoks (abad 19-an) dan
lain-lain.[23]
Nama Dispensasionalisme lahir pada permulaan abad
ke-19, namun ide tentang pengajaran ini sudah muncul sejak abad permulaan.
Seperti contohnya Ibrani 1:1-2, “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali
dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan
nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan
perantaraan Anak-Nya,...” ini mengindikasikan pengajaran Rasul tentang konsep
pewahyuan secara progresif yang menjadi konsep Dispensasionalism.[24]
Justinus Martyr (110-165 A.D.) telah mempertahankan
konsep perbedaan program Allah, yang merupakan konsep Dispensasionalisme. Dalam
karyanya yang berjudul Dialogue with Trypo, ia mendiskusikan subyek bahwa Allah
selalu mengajarkan kebenaran yang sama. Ia berkata:
“Jika seseorang bertanya kepada kamu, mengapa sejak zaman Henok, Nuh dan anak-anaknya dan lain-lain dalam hal penyunatan, mereka tidak disunat atau memelihara hari Sabat, namun di sisi lain para pemimpin lainya dan sejak diberikannya hukum Taurat setelah beberapa generasi berikutnya, yang hidup antara zaman Abraham dan Musa dibenarkan oleh sunat dan upacara-upacara lainnya, seperti Sabat, korban, persembahan”.[25]
Irenaeus (130-200 A.D.) menulis alasan mengapa hanya
ada empat Injil. Sebagian argumentasinya dalam karyanya yang berjudul ‘Against
Heresies’ adalah seperti berikut ini;
“...dan Injil adalah empat bentuk (quadriform), seperti juga jalan yang diikuti oleh Tuhan ini. Untuk alasan ini ada empat prinsip perjanjian (covenants) yang diberikan kepada manusia; yang pertama, sebelum air bah, di bawah Adam; kedua, setelah air bah, di bawah Nuh; ketiga, diberikannya hukum Taurat, di bawah Musa; keempat, pembaharuan manusa, dan yang mana segala sesuatu diperhitungkan di dalamnya melalui arti dari Injil, bangkit dan membawa manusia di atas sayapnya masuk ke dalam kerajaan sorga”.[26]
Irenaeus tidak menggunakan istilah dispensasi di sini,
namun kita melihat bahwa ia memberikan ide tentang dispensasi. Pernyataan ini
mengundang Ryrie untuk berkomentar: “Ia tidak menyebut periode-periode
dispensasi di bagian ini, walaupun ia sering berbicara tentang
dispensasidispensasi Allah dan khususnya tentang dispensasi-dispensasi
kekristenan.”[27]
Clement dari Alexandria (150-220 A.D.) memberikan tiga dispensasi patriakh
(Adam, Nuh, dan Abraham).[28] Samuel
Hanson Coxe (1793-1880) mem-backed up susunan tujuh dispensasionalnya sendiri dengan
empat dispensasi Clement.[29]
Seorang filsuf Francis, Pierre Poiret dalam karya
terkenalnya ‘L’OEconomie Divine, yang pertama kali diterbitkan di Amsterdam
tahun 1687, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan di
London dalam enam volume paada tahun 1713 memberikan konsep dispensasi atau
sistem pemerintahan Allah terhadap dunia ini. Ada tujuh susunan dispensasi yang
ia tunjukkan dalam buku tersebut. Dan Ehlert menaksir dengan tepat pentingnya
pekerjaan manusia yang diberikan Pierre, seperti berikut ini:
“Tidak perlu dipertanyakan bahwa kita di sini memiliki susunan dispensasional. Ia menggunakan frase “periode atau dispensasi” dan dispensasi ketujuhnya adalah kerajaan seribu tahun secara literal pada saat kedatangan Kristus kembali dan memerintah dunia bersama orang-orang kudus-Nya, dan Israel bergabung dan bertobat. Ia melihat apa yang dilemparkan oleh Protestanisme yang korup, bangkitnya Anti-Kristus, dua kebangkitan dan banyak peristiwa-peristiwa di akhir zaman...”.[30]
John Edwards (1639-1716) pada tahun 1699 menerbitkan
dua volume yang berjudul A Compleat History or Survey of All the Dispensations.
Dalam buku ini ia memberikan beberapa pembagian dispensasi, termasuk dispensasi
millenial, walaupun kelihatannya ia memahami millenial sebagai pemerintahan
rohani, karena ia berkata, “Mungkin Ia menampakkan diri secara personal,
walaupun Ia tidak akan memerintah secara personal di dunia”.[31]
Semua tokoh-tokoh yang disebutkan di atas adalah orang-orang yang menyumbangkan ide dispensasional sejak abad pertama sampai pada masa lahirnya istilah “Dispensasionalisme”. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa “Dispensasionalisme” bukanlah ajaran abad ke-19, namun merupakan sistem pengajaran yang sudah ada sejak abad-abad permulaan.
C. Metode
Hermeunitika Dispensasionalisme
Dispensasionalis menggunakan metode hermeunitika
secara literal, gramatikal, hitorial, verbal, plenary. Namun demikian patut
dipahami bahwa walaupun Dispensasionalis menekankan penafsiran literal bukan
berarti mereka tidak menerima bahasa figuratif, symbolik yang digunakan dalam
nubutan, atau menyangkal adanya pengrohanian kebenaran yang diberikan Alkitab. Dispensasionalis
menerima interpretasi figuratif, symbolik, dan spiritual jika; (1) Alkitab
sendiri menyatakan itu figuratif, symbolik, dan spiritual dan (2) jika interpretasi
literal tidak logis untuk dipakai.[32]
Scott menjelaskan bahwa metode penafsiran literal
berusaha menemukan arti kata atau Bahasa dari penulis Alkitab seakurat mungkin
dan mencari makna sebenarnya berdasarkan maksud yang sesungguhnya dari teks
itu.[33]
J.D. Pentecost menjelaskan bahwa metode penafsiran literal adalah metode yang
memberikan arti secara mendasar dan pasti kepada setiap kata, yakni pengertian
yang bersifat normal dan biasa, baik yang digunakan dalam tulisan, perkataan,
maupun pikiran.[34]
Robert L.Thomas melengkapi bahwa metode penafsiran literal merupakan metode
interpretasi yang berusaha mencari pengertian dasar dan normal yang tersembunyi
di dalam wahyu Allah.[35]
Sementara Thomas H. Horne menyebutkan prinsip ini sebagai metode
gramatikal-historical, sebuah metode yang menekankan fakta yang pengertiannya
ditentukan oleh pertimbangan secara gramatikal dan historis.[36]
Dalam bukunya yang berjudul Eskatologi Chris Marantika
menyatakan bahwa metode penafsiran literal atau normal adalah metode yang
paling relevan untuk memahami kebenaran firman Allah, khususnya pada
bagian-bagian nubuatan.[37] Jhonson
berpendapat interpretasi harafiah memformulasi sebuah sistem yang menunjang
kenyataan bahwa Alkitab adalah kebenaran dalam dirinya sendiri dalam perannya
sebagai kerangka interpretasi.[38]
Walvoord berpegang sesuai dengan metode penafsiran gereja mula-mula bahwa
Alkitab adalah Firman Allah dan nubuatan-nubuatan perlu ditafsirkan dalam pengertian
harafiah yang normal.[39]
Penulis mengamati bahwa penafsiran harafiah adalah metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan relevan dalam menafsirkan firman Tuhan, terkhusus pada bagian nubuatan. Prinsip inilah yang dipertahankan oleh kaum dispensasionalis yaitu metode interpretasi literal-grammatikal-historikal-verbal-plenary dan percaya pewahyuan progresif dari Allah.
D. Teologi
Dispensasionalisme
Dalam bagian ini penulis berusaha meringkas berbagai
system pengaturan (dispensasi). Sekali lagi dispensasi adalah system pengaturan
yang dapat dibedabedakan dalam rencana induk Allah yang dengannya Allah menguji
umat manusia. Harus dicatat bahwa mengenai pembagian dispensasi ini, tiap-tiap
Dispensasionalis seringkali memiliki perbedaan, namun perbedaan ini tidaklah
menunjukkan pertentangan dalam konsep dispensasi, tetapi hanya karena ada yang
membagi dispensasi lebih kecil lagi dan ada yang membagi yang pokok-pokok saja.
Ada yang membagi menjadi enam dispensasi, tujuh dispensasi, delapan dispensasi dan
sebagainya. Penulis dalam hal ini menjelaskan delapan dispensasi, yaitu:
Innocence (Kej. 1:26-3:6), Concience (Kej. 3:7-8:19), Human Goverment (Kej.
8:20-11:9), Promise (Kej. 11:10-Kel. 19:2), Law & Prophet (Kel. 19:3-Kis. 2),
Grace/ Local Church (Mat. 3:1- Wah. 3), Tribulation (Mat. 24; Wah. 4-19),
Kingdom (Mat. 24; Wah. 20).
Gambar 0.1 Bible Prophecy Chart[40]
Ada Beberapa hal Penting yang harus Diperhatikan Untuk memahami pendekatan teologi dispensasional dalam menafsirkan Alkitab, beberapa poin penting di bawah ini harus diklarifikasikan:[41] Pertama, perbedaan dispensasi adalah perbedaan cara pemerintahan atau approach Allah atas dunia ini. Ini bukan perbedaan cara keselamatan. Di sepanjang sejarah Allah menerapkan beberapa dispensasi, namun hanya satu cara keselamatan. Keselamatan selalu hanya melalui anugerah Allah melalui iman dalam firman Allah, dan Allah telah mendasarkan keselamatan itu di atas karya Kristus; Kedua, dispensasi bukan “zaman dari sejarah, bahkan walaupun dispensasi mungkin mengcover periode waktu yang sama sebagai suatu zaman. Dispensasi adalah cara partikuler administrasi Allah akan pemerintahanNya, tetapi zaman adalah periode partikuler dari suatu masa; Ketiga, dispensasi bisa meliputi cara administrasi particuler Allah atas semua manusia, tetapi juga hanya atas satu segmen manusia. Misalnya, Dispensation of Human Goverment adalah atas semua manusia, tetapi Dispensation of the Mosaic Law hanya atas bangsa Israel; Keempat, setiap dispensasi yang baru bisa jadi memakai beberapa faktor pemerintahan Allah pada dispensasi sebelumnya, ataupun tidak, tetapi paling kurang satu faktor baru akan ditambahkan pada tiap-tiap dispensasi baru: Kelima, setiap dispensasi baru menuntut wahyu baru. Allah harus menyatakan cara pemerintahan atau approach barunya dan tanggung jawab baru manusia menjelang permulaan setiap dispensasi. Oleh sebab itulah konsep tentang progressive revelation senantiasa mewarnai teologi dispensasional.
E. Pengaruhnya
Terhadap Teologi Sistematika
Soteriologi:
Dispensasionalisme melihat bahwa walaupun iman adalah tanggung jawab manusia,
juga menyadari bahwa Allah secara progresif berurusan dengan manusia dalam hal
keselamatan, memberikan berkat-berkat spesial seperti bagaimana orang-orang
tertentu di waktu-waktu tertentu dipenuhi atau didiami oleh Roh Kudus secara
permanen dan menghasilkan regenerasi.
Ekklesiologi:
Dispensasionalisme menyadari adanya perbedaan yang sangat besar antara orang
percaya P.L. dengan orang percaya P.B., atau antara Israel dengan gereja dalam
program Tuhan. Dispensasionalis mengacu mengacu pada janji Allah kepada Abraham
Daud dan yang lainnya bahwa Israel secara jasmani dan rohani akan kembali ke Kanaan
di bawah pemerintahan Mesias. Janji-janji kepada Israel ini tidak seharusnya
dibingungkan dengan janji Allah kepada gereja. Bertentangan dengan janji secara
jasmani Bangsa Israel pada masa depan gereja mengantisipasi keberadaannya
sebagai mempelai Kristus secara rohani (Why. 19:7-9). Israel dan gereja akan
mengalami secara terpisah kedatangan Yesus yang kedua kali kebangkitan
penghakiman dan berkat-berkat masa depan.[42]
Kaum dispensasionalis percaya bahwa penglihatan Daniel
dalam Daniel 7 mendeskripsikan periode tribulasi selama 7 tahun untuk membawa
bangsa Yahudi kembali kepada Allah. Dalam penglihatan Daniel antikristus pada
awalnya akan berteman dengan bangsa Yahudi. Kemudian setelah tiga setengah
tahun sesuai dengan interpretasi para dispensational (Dan. 7:25), antikristus
mulai menganiaya bangsa Yahudi (Dan. 7:8, 20-27; 9:24-27; lih. Mat. 24:15-22). Sebagai
hasil penyiksaan ini, bangsa Yahudi akan berbalik kepada Allah.[43]
Eskatologi:
Dispensasionalisme melihat terse-lipnya masa gereja dalam program yang terpapar
dalam Daniel 9:24-27, dan hasilnya adalah pre-tribulation, pre-millenial
rapture dengan beberapa penghakiman. Pandangan mengenai Pretribulasi mengajarkan bahwa pengangkatan gereja
baik orang-orang kudus yang sudah meninggal maupun yang masih hidup, akan
terjadi sebelum tujuh tahun masa kesukaran. Menurut pandangan ini pengangkatan
atau repture akan terjadi sebelum
permulaan minggu ketujuh puluh yang di jelaskan dalam Daniel. 9:24-27. Hal yang
perlu ditekankan adalah repture
terjadi “sebelum tujuh tahun Masa Kesusahan”.
Hal ini sangat ditekankan dalam pandangan ini, sebab ada beberapa orang yang berpengangan pada pengangkatan pertengahan Masa Kesusahan yang menyatakan bahwa pengangkatan terjadi sebelum masa kesusahan, Karena ada beberapa orang menganggap bahwa Masa Kesusahan hanya untuk menyatakan tiga setengah tahun yang kedua dari tujuh tahun.[44] Secara sederhana pandangan mengenai Pretribulasi ini mengatakan bahwa akan terjadi pengangkatan bagi orang-orang kudus, sebelum masa kesukaran. Orang-orang kudus tidak akan mengalami atau masuk ke dalam masa kesukaran
BAB III
KESIMPULAN
Teologi dispensasional memandang dunia dan sejarah
umat manusia sebagai suatu rumah tangga yang atasnya Allah sedang mengawasi
hasil dan tujuan serta kehendak-Nya. Hasil dari tujuan serta kehendak-Nya ini
bisa dilihat dengan car memperhatikan berbagai periode atau tahap dari sitem
pengaturan yang berbeda-beda di mana Allah menangani pekerjaan-Nya dan umat
manusia secara khusus. Tahap atau system pengaturan ini disebut
dispensasi-dispensasi yang terbagi menjadi delapan dispensasi: keadaan tanpa
dosa, hati Nurani, pemerintahan manusia, hukum Taurat, kasih karunia/gereja,
tribulasi, dan kerajaan.
Hermeunitika atau metode penafsiran kaum dispensasionalisme adalah literal, gramatikal, historical, verbal, plenary yang merupakan metode yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam pengaruhnya di bidang Teologi Sistematika ada perbedaan yang sangat mencolok dalam pemahaman dengan kaum covenentalis atau postmill, terkhusus dalam bidang soteriology, eklesiologi dan eskatologi. Hal ini yang seringkali menimbulkan perdebatan antara para teolog dispensasi dan teolog reformed, namun keindahan pengajaran ini terletak pada non-kontradiktif antara pemahan ayat Alkitab yang satu dengan yang lain. Harmonisasi inilah yang membuat kaum dispensasionalis mampu menjawab kritikan-kritikan terhadap Alkitab.
BIBLIOGRAFI
_____.
Against Heresies, III. XI.
______. The Oxford English Dictionary.
Oxford University Press. 1933. Jilid III
Allis, Oswald T. Prophecy and the
Church. Philadelphia: Presbyterian and Reformed Publishing Co. 1945.
Bass, C. B. Background to
Dispensationalism. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co. 1960.
Blaising, Craig A. dan Darrell L. Bock. Progresif
Dispensasionalisme. Grand Rapids: Baker Books.1993.
Bowman, John Wick. “The Bible and
Modern Religions: II. Dispensationalism,” Interpretation 10 April
1956.
Coxe, A. C. (ed). The Ante-Nicene
Fathers. II.
Dallas Theological Seminary 1995-1996,
Catalog.
Fuller, Daniel Payton. The
Hermeneutics of Dispensationalism. unpublished Doctor’s
dissertation, Northern Baptist Theological Seminary: Chicago.1957.
Gerstner, John. Wrongly Dividing
the Word of Truth: A Critique of Dispensationalism. Brentwood,
Tenn.: Wolgemuth & Hyatt. 1991.
Horne, Thomas H. An Introduction to the
Critical Study and Knowledge of the Holy Scripture. New York: Robert
Carter and Brothers.1859.
Ice, Thomas. Bible Propecy Charts. Arlington,
TX: The Pre-Trib Research Center. T.t.
Jhonson, Elliot E.
When the Trumpet Sounds, Literal Interpretation: A Plea for Consensus. Eugene,
OR: Harvest House Publishers. t.t.
Marantika, Chris. Eskatologi. Yogyakarta:
Iman Press. 2017.
Pentecost, J. Dwight. Things to Come (Grand
Rapids: Zondervan Publishing House, 1980), 9.
Pink, AW.
The Divine Covenants. Grand Rapids: Baker. 1973.
Poiret, Peter. The Divine
Oeconomy: or An Universal System of the Works and Purposes of God Towards Men
Demonstrated. London: 1713.
Purwanto, Eddy P. Teologi Perjanjian Vs
Dispensasionalisme. Tangerang: STTI PHILADELPHIA. 2004.
Ryrie, Charles C. Dispensationalism
Today. Chicago: Moody Press. 1965.
Ryrie, Charles C. Dispensationalism.
Revised and expanded. Chicago: Moody Publishers. 2007.
Ryrie, Charles C. Teologi Dasar 2. Yogyakarta:
Andi. 1991.
Saucy, Robert L. The Case for
Progressive Dispensationalism: The Interface Between Dispensational &
Non-Dispensational Theology. Grand Rapids: Zondervan Publishing. 1993.
Scofield, C. I. Rightly Dividing
the Word of Truth, ed. and abridge. Danville, IL: Grace & Truth Inc.
1996.
Scofield, C.I. (Ed). The Scofield
Reference Bible. New York: Oxford University Press. 1909.
Scofield, Lewis Sperry. Systematic
Theology, 7 vols. Dallas, TX: Dallas Seminary Press.1947.
Scott. “Literalism” dalam Dictionary
of Theology.
Showers, Renald E. There Really
is a Difference: A Comparison of Covenant & Dispensational Theology. Bellmawr:
NJ, The Friends of Israel Gospel Ministry, Inc. 1990.
Smith, Carol. Bible Prophecy Handbook. Yogyakarta:
Andi Offset. 2011.
Thomas, Robert L. Revelation 1-7, An
Exegetical Commentary. Chicago: Moody Press. 1992.
Walvoord, Jhon F. The
Prophecy Knowledge Handbook. Wheaton, IL: Victory Books. 1990.
[1]AW Pink, The Divine Covenants (Grand Rapids: Baker, 1973), 10.
[2]John
Gerstner, Wrongly Dividing the Word of Truth: A Critique of Dispensationalism
(Brentwood, Tenn.: Wolgemuth & Hyatt, 1991), 150, 262.
[3]Oswald T. Allis, Prophecy and the Church (Philadelphia: Presbyterian and Reformed Publishing Co., 1945), 262.
[4]Daniel Payton Fuller, The Hermeneutics of Dispensationalism (unpublished Doctor’s dissertation, Northern Baptist Theological Seminary, Chicago, 1957), 286, dikutip Ryrie, Dispensationalism Today, 11.
[5]John
Wick Bowman, “The Bible and Modern Religions: II. Dispensationalism,”
Interpretation
10
(April 1956): 172.
[6]103 Craig
A. Blaising dan Darrell L. Bock, Progresif Dispensasionalisme (Grand
Rapids: Baker Books, 1993), 111.
[7]The Oxford English Dictionary (Oxford University Press, 1933) III, 481.
[8]Ibid.,
[9]Ibid., 35.
[10]KJV menerjemahkan Fellowship dari kata Yunani Koinonia, yang mana ASV menerjemahkan “dispensation”.
[11]Renald E. Showers, There Really is a Difference: A Comparison of Covenant & Dispensational Theology (Bellmawr: NJ, The Friends of Israel Gospel Ministry, Inc. 1990), 30.
[12]C. I. Scofield, Rightly Dividing the Word of Truth, ed. and abridge. (Danville, IL: Grace & Truth Inc., 1996), 8-9.
[13]Scofield, C.I. (Ed), The Scofield Reference Bible. (New York: Oxford University Press, 1909), 5.
[14]Lewis Sperry Chafer, Systematic Theology, 7 vols. (Dallas, TX: Dallas Seminary Press, 1947), 40.
[15]Charles C. Ryrie, Dispensationalism Today (Chicago: Moody Press, 1965), 29-30.
[16]Dallas Theological
Seminary 1995-1996, Catalog, 138.
[17]Robert L. Saucy, The Case for Progressive Dispensationalism: The Interface Between Dispensational & Non-Dispensational Theology (Grand Rapids: Zondervan Publishing, 1993), 13.
[18]Charles C. Ryrie, Dispensationalism. Revised and expanded (Chicago: Moody Publishers, 2007), 35.
[19]Ibid., 20.
[20]Charles C. Ryrie, Dispensationalism, 10-11.
[21]Ibid.,
[22]C. B. Bass, Background to Dispensationalism (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1960), 39-43.
[23]Eddy Peter Purwanto, Teologi Perjanjian Vs Dispensasionalisme (Tangerang: STTI PHILADELPHIA, 2004), 15.
[24]Ibid.,
[25]Against Heresies, III, XI, 8. Yang dikutip juga oleh Ryrie, Dispensationalism Today, 68.
[26]Ibid., 69.
[27]Ibid.,
[28]Ibid.,
[29]A. C. Coxe (ed), The Ante-Nicene Fathers, II, 476
[30]Peter Poiret, The Divine Oeconomy: or An Universal System of the Works and Purposes of God Towards Men Demonstrated (London: 1713) dikutip oleh Ryrie, Dispensationalism Today, 71.
[31]Ibid., 71-72.
[32]Eddy P. Purwanto, 30.
[33]Scott, “Literalism” dalam Dictionary of Theology.
[34]J. Dwight Pentecost, Things to Come (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1980), 9.
[35]Robert L. Thomas, Revelation
1-7 , An Exegetical Commentary (Chicago: Moody Press, 1992), 36.
[36]Thomas H. Horne, An Introduction to the Critical Study and Knowledge of the Holy Scripture (New York: Robert Carter and Brothers, 1859), 322.
[37]Chris Marantika, Eskatologi (Yogyakarta: Iman Press, 2017), 4.
[38]Elliot E. Jhonson, When the Trumpet Sounds, Literal Interpretation: A Plea for Consensus (Eugene, OR: Harvest House Publishers, t.t), 212.
[39]Jhon
F. Walvoord, The Prophecy Knowledge Handbook (Wheaton, IL: Victory
Books, 1990), 17.
[40]Thomas Ice, Bible
Propecy Charts (Arlington, TX: The Pre-Trib Research Center, tanpa
tahun). Ada beberapa hal yang ditambahkan penulis dalam charts.
[41]Eddy Purwanto, 41.
[42]Carol Smith, Bible Prophecy Handbook (Yogyakarta: Andi Offset, 2011), 33.
[43]Ibid., 34.
[44]Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2 (Yogyakarta: Andi, 1991), 308.
Posting Komentar untuk "Teologi Dispensasionalisme - Memandang Cara Kerja Allah Dalam Setiap Zaman"