Pendidikan Kristen: Perjalanan Seorang Musafir Yang Bernama Jhon Calvin
Lahirnya Seorang Musafir Besar
“Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini kenegeri yang akan Kutunjukan kepadamu”, lalu pergilah Abraham seperti yang difirmankan kepadanya. Abraham, bapak orang percaya, meninggalkan segalanya berjalan sebagai musafir ke Kanaan, negeri yang ia tidak kenal. Pada tahun 1534, seorang anak muda meninggalkan Perancis, tanpa tahu di mana kelak ia akan menetap.
Tetapi ia tahu, Tuhan pasti menyertainya; Allah yang tiada bandingnya, pasti memeliharanya. Ketika ia tidak lagi mempunyai tempat untuk berteduh, di sana Tuhan memberikan sarang untuk ia masuk dan tinggal; tetapi di kala ia merasa di sinilah harus tinggal menetap, tiba-tiba dirinya diperhadapkan dengan banyak hal yang tidak dapat ia bereskan, dan ia harus meninggalkan tempat tersebut. Itulah perjalanan hidupnya. Dengan iman ia berkata, “Tangan Tuhan memegang dan memelihara kita, jika kita memberikan diri kita sepenuhnya untuk DIA”.
Anak muda ini meninggalkan Perancis karena Tuhan sudah tidak lagi bersemayam di sana. Ia merasa Raja pada saat itu seperti Firaun, orang percaya tidak dapat melakukan apapun untuk memuliakan Allah, maka baginya satu-satunya pilihan adalah exodus/ keluar dari Perancis, seperti Israel harus meninggalkan Mesir. Ia berpendapat, seseorang harus meninggalkan negaranya ketika tiga aspek iman yang murni tidak lagi ditemukan, yaitu tidak ada lagi kebenaran Injil, tidak ada lagi kebenaran dalam agama, dan tidak ada lagi ibadah yang murni kepada Allah.
Dunia bukanlah sebuah biara, tetapi sebuah tanah perjanjian. Tanah perjanjian dapat ditemukan di manapun ketika Firman diberitakan. Tanah perjanjian dapat berganti karena Allah terus bergerak, sama seperti ketika tiang awan dan tiang api bergerak, Musa memimpin bangsa Israel mengikuti arahnya. Ketika kebenaran
Firman diberitakan, lalu orang mendengar dan melakukannya, maka di sana ada tanah perjanjian, ada surga di bumi. Inilah yang menjadi dasar ia meninggalkan negaranya dan mulai perjalanan hidupnya sebagai musafir; ia dipanggil keluar dari Perancis untuk sebuah rencana Allah yang besar bagi umat-Nya.
Siapakah musafir ini, yang menggoncangkan dunia yang rusak di abad 16, yang suaranya begitu keras dikumandangkan melalui kotbahnya, yang pemikiran-pemikiran dalam buku-bukunya menjadi dasar doktrin Kristen menyatakan kebenaran Firman dan membongkar ajaran yang salah?
Ia adalah John Calvin. Terlahir sebagai Jehan Cauvin pada tanggal 10 Juli 1509, di Noyon, sebuah kota di Picardy, Perancis. Dia adalah putra pertama dari tujuh bersaudara. Ibunya, Jeanne le Franc, adalah anak perempuan pemilik penginapan dari Cambrai; seorang wanita yang cantik dan saleh. Dia meninggal ketika Calvin berumur 6 tahun. Ayah Calvin, Gérard Cauvin, memiliki karir yang sukses, seorang notaris dan juga orang yang menangani pengadilan gerejawi.
Calvin kecil menjadi dewasa sebelum waktunya. Pada usia 12 tahun, dia dipekerjakan oleh Uskup sebagai juru tulis. Dia memotong rambutnya untuk melambangkan dedikasinya kepada Allah. Dia seorang anak yang sangat pintar.
Pada usia 14 tahun ia masuk College de la Marche, Paris, tempat dia kemudian belajar bahasa Latin dari salah satu guru terhebatnya, Mathurin Cordier. Ia juga belajar filsafat di Collège de Montaigu yang terkenal memiliki akademik bagus namun juga sangat menyiksa kondisi fisik murid-muridnya dengan tempat tidur yang keras, makanan yang buruk, dll. College de Montaigu banyak dipengaruhi tradisi Agustinian, tetapi di sini juga Calvin mulai membaca buku-buku Luther dan Melancthon secara diam-diam. Gereja Roma Katholik tidak menyukai tulisan-tulisan Luther atau- pun tokoh-tokoh reformasi yang lain (Martin Luther lahir tahun 1483, lebih tua 26 tahun dengan Calvin). Mereka berusaha mencegah orang membaca dan mempercayai pemikiran Reformator Luther, 95 Tesis dan buku-bukunya, yang menyatakan bahwa manusia diselamatkan hanya karena kasih karunia, dan hanya melalui iman, bukan karena melakukan pekerjaan-pekerjaan baik, dan bahwa Alkitab harus dibaca oleh seluruh jemaat bukan hanya oleh para imam gereja.
Pada tahun 1526, Gérard menarik putranya dari Collège de Montaigu dan mendaftarkannya di Universitas Orléans untuk belajar Hukum. Ayahnya itu percaya, bahwa Calvin akan menghasilkan lebih banyak uang sebagai pengacara daripada sebagai imam. Calvin sendiri sangat tertarik belajar bahasa Yunani karena ia ingin mempelajari kitab Perjanjian Baru lebih dalam lagi. Ia bergumul, antara belajar Hukum dan belajar Alkitab. Tahun 1529 akhirnya Calvin berkesempatan belajar bahasa Yunani. Ia menulis bagaimana Tuhan mempertobatkannya: “Tiba-tiba Tuhan mengubahku menjadi tenang, dan membingkai pikiranku kepada Firman-Nya, yang menekanku pada banyak hal yang sia- sia di masa mudaku. Ketika aku menerima pengetahuan tentang kesalehan sejati, aku meratap dengan keinginan untuk mengejarnya. Walaupun aku tidak meninggalkan studiku --aku tetap akan menyelesaikannya, tetapi aku mau mengejar hal lain dengan lebih giat”
Calvin selalu bangun pukul 4 pagi, lalu belajar atau membaca sampai larut malam. Kebiasaan bekerja sangat keras, melupakan waktu makan, dan juga pengalaman buruk di Paris, menyebabkan kesehatannya menurun.
Calvin lulus kuliah Hukum di bulan Februari 1531. Ayahnya meninggal pada tanggal 26 Mei 1531. Sejak itu Calvin merasa terbebas, ia keluar dari karirnya dalam bidang Hukum, ia memiliki rencana hidupnya sendiri: karir bagi Allah Sang Pencipta. Ia mengatakan: “Bapaku yang satu memenangkan pertandingan melawan ayahku yang lain. Meskipun aku melaksanakan keinginan ayah duniaku, Allah Bapaku di dalam kehendak-Nya sudah membuatku berbalik ke arah yang lain.”
Pada tahun 1533, Calvin bersinggungan dengan reformasi dan mengalami pembaharuan iman yang benar. Tuhan mengubah hati dan pikirannya, memberinya keinginan yang besar untuk memperdalam kebenaran yang baru dia temukan. Ia belajar dan terus belajar Alkitab. Ia menguasai bahasa Yunani maupun bahasa Ibrani. Kuasa Roh Kudus bekerja memperbaharui pengetahuan- nya, dan terus berjalan menuju kepada iman yang sejati. Iman yang mengerti bahwa manusia harus diselamatkan melalui Kristus, pengampunan dosa adalah hanya melalui Kristus. Manusia ataupun imam tidak mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa.
Beberapa pernyataannya menunjukkan bagaimana ia ingin seluruh hidupnya melayani Tuhan: ”Aku adalah musuh bebuyutan-Nya, di dalam diriku tidak ada ketaatan sedikit pun terhadap Dia. Bahkan aku penuh kebanggaan, penuh kesombongan, kejahatan, dan nafsu melawan Dia. Aku menuju kematian kekal. Tetapi Allah berbelas kasih membuka hatiku karena anugerah-Nya.”
Rasa syukur karena diselamatkan dari kehancuran, menjadi alasan Calvin mengabdikan dirinya begitu dalam kepada Allah. Dia menjadi seperti pengacara bagi umat Allah. Calvin hanya ingin melindungi domba-domba, menjaga kawanan domba tetap dekat dengan Gembala yang benar, dan melindungi para gembala dengan pengetahuan dan iman yang benar.
Calvin melihat dirinya sebagai anjing penjaga Allah: ”Seekor anjing menggonggong ketika melihat tuannya diserang. Aku akan menjadi seorang pengecut jika aku melihat kebenaran Allah diserang dan tetap diam tanpa suara.” “Siapakah aku, kamu tahu, --atau dengan sepenuhnya engkau harus tahu aku adalah orang yang mementingkan kebenaran Bapa Surgawi, sehingga aku tidak mengizinkan siapa pun memindahkan diriku dari pengabdian yang paling ketat atas kebenaran ini.”
Calvin masih menjadi anggota resmi kependetaan gereja Roma Katholik sampai sengan bulan Mei 1534. Ia tinggal di Angouleme, dan beberapa kali dipanggil berkotbah dalam bahasa Latin. Di sana Calvin menjalani hidup seperti Nikodemus yang tidak berani tampil terbuka untuk iman- nya. Kastil Angouleme, Wartburg, menjadi sarang kecil dan benteng baginya. Di sini dia merasa aman di tangan Allah. Menurut Calvin iman datang tidak hanya dari pengalaman, tetapi juga dari pengetahuan. Calvin membenamkan dirinya dengan membaca Alkitab, ia tidak menginginkan terlalu banyak perubahan dalam hidupnya, tetapi Allah melakukan kebalikan dari yang diharapkan atau direncanakannya.
Calvin menuliskan enam kotbahnya tentang pengampunan dan pengudusan orang berdosa melalui Kristus Anak Allah. Ia tidak lagi mengkotbahkan tentang orang kudus. Tetapi ia sadar, bahwa ia tidak dapat mengaku dirinya benar bila ia tidak mengkotbahkan kebenaran itu sendiri, dan tidak berani membuka imannya kepada orang banyak.
“Di dalam kesengsaraan aku telah jatuh, dan kematian kekal mengancamku. Jadikan karir pertamaku untuk melakukan pekerjaan-Mu, biarkan aku menangisi kehidupan masa lalu dengan erangan dan air mata. Dan sekarang, ya Tuhan, apa yang tersisa lagi dari orang malang seperti aku, aku tidak ingin membela diri tetapi sungguh-sungguh memohon agar aku tidak dihakimi karena mengabaikan Firman-Mu. Aku seperti berada di padang pasir, hanya dengan kasih setia-Mu, Engkau mengampuniku dan menuntunku”.
Perjalanan musafir itu dimulai ketika ia meninggalkan Perancis bersama temannya, Louis du Tillet, melarikan diri ke Basel. Saat itu banyak pengikut reformasi di Perancis dianiaya. Calvin yakin dirinya harus selalu ada dalam kondisi saleh, karena surgalah tanah airnya, perjalanannya akan berakhir bila ia telah sampai di sana. Calvin ingin belajar dan menulis dengan tenang, karenanya dia memutuskan pindah ke Strasburg, perbatasan Jerman dan Perancis. Tetapi karena perang antar dua negara ini, jalan menuju Strasburg ditutup. Calvin terpaksa mengambil jalan memutar melalui Jenewa, dan bermalam di Jenewa. William Farel, seorang pendeta pemimpin reformasi yang sangat berapi-api, mengajak Calvin tinggal dan melayani gereja di Jenewa. Tetapi Calvin tidak ingin tinggal di Jenewa, ia menolak ajakan Farel secara halus dengan alasan ingin mengabdikan dirinya untuk belajar dan menulis.
Tetapi Farel mengatakan, jika Calvin tidak mau membantu Farel di saat genting ini, maka Tuhan akan mengutuk dirinya dan ia tidak akan mendapatkan kedamaian seumur hidupnya. Calvin merasa ada campur tangan Allah yang berkuasa untuk menghentikannya pergi. Ini adalah panggilan yang tidak dapat ditolaknya.
Sebelum menjadi Pastor di Jenewa, ia mengajar eksegese tentang surat-surat kiriman Paulus. Satu tahun setelah ia menjadi profesor dan mengajar , ia diangkat menjadi Pastor tanpa gelar akademis di bidang Teologi. Menurut Calvin aspek yang terpenting adalah ‘a call to the ecllesiastical office from God’, panggilan Allah bagi gerejanya.
Pada tahun 1536 Calvin menerbitkan pemikirannya melalui bukunya “Institutes of the Christian Religion”, yang menjadi dasar doktrin Kristen untuk orang-orang Kristen di Perancis. Calvin merevisi buku ini beberapa kali. Tiga belas tahun kemudian buku ini, dengan 1521 halaman, menjadi sebuah karya besar reformasi yang mengubah pemikiran teologi. Buku kesatu, The Knowledge of God The Creator; bab pertama dibuka dengan “without knowledge of self there is no knowledge of God”. Buku kedua, The Knowledge of God The Redeemer in Christ. Keduanya menjadi buku wajib bagi seluruh Universitas /Sekolah Teologi Reformed. Dan pada tahun 1539, ia menyelesaikan tafsiran Reformed untuk kitab Roma. Ia bekerja sangat efektif dalam menulis dan kotbah. Karya-karya tulisannya sangat besar mempengaruhi zaman.
Calvin tidak lagi berdiam diri, ia ikut dalam pertemuan di Bern yang disebut Wittenberg Concorde, ikut dalam menyusun deklarasi tentang The Lord’s Supper bersama Luther, Bucer, dan lainnya, juga mengikuti rapat-rapat tentang pendirian gereja-gereja di Basel, Bern, dan Jenewa. Hidupnya begitu sibuk memikirkan Gereja.
Calvin dan Farel juga menetapkan pengakuan iman dan aturan disiplin yang disetujui oleh Dewan Kota. Banyak penduduk kota yang tidak menyetujui disiplin ini, dan menghina Calvin. Ketika keinginan Dewan Kota bertentangan dengan Calvin dan Farel, pada tanggal 23 April 1538 Dewan Kota menyuruh mereka meninggal- kan Jenewa dalam 3 hari.
Calvin tahu, Tuhan menentukan arah hidupnya, hal terburuk hanya dapat terjadi sejauh yang Tuhan ijinkan. Dulu ketika ia sedang menuju Strasburg ia “tertangkap” oleh Farel di Jenewa untuk melayani di sana, sekarang ketika ia harus meninggalkan Jenewa menuju Basel, ia tertangkap oleh Martin Bucer yang mengundang Calvin menjadi pendeta di jemaat berbahasa Perancis di Strasburg. Ia berkotbah dua kali seminggu di Gereja St. Nicolai, kemudian juga di gereja St. Magdalena. Mereka menyanyikan kitab Mazmur untuk ibadah mereka. Calvin melihat bahwa perjalanan hidupnya ditentukan oleh Allah.
Di sisi lain, Calvin membutuhkan seseorang untuk membereskan rumah, bukan membutuhkan seorang istri, sehingga kriteria seorang istri baginya haruslah seorang pekerja keras, taat, tidak sombong, dan bisa merawat Calvin jika ia sakit. Bagi Calvin, kecantikan keluar dari dalam hati. Martin Buccer kemudian menjadi mak comblang yang memperkenalkan Calvin dengan Idellette Van Burren, wanita dari Leige, yang lari keluar karena mempertahankan imannya. Ia seorang janda yang cantik dan saleh, beberapa tahun lebih tua dari Calvin, dan mempunyai dua anak. Calvin menyatakan Idellette adalah seorang wanita dengan kualitas istimewa, dan kedua anaknya adalah bonus bagi Calvin. Mereka menikah pada tahun 1940. Dan pada tahun 1541, Calvin kembali ke Jenewa pada umur 32 tahun.
Tahun 1542 , Idellette melahirkan anak pertama mereka dengan kondisi prematur, dan anak ini meninggal di usia 22 hari. Keduanya sangat sedih. Kesehatan Idellette menurun, tubuhnya sangat lemah. Tujuh tahun kemudian, pada tanggal 29 Maret 1949 Idelette meninggal. Ketika itu Calvin mengumumkan kematian istrinya dengan kesedihan dan kehilangan yang luar biasa. Ia bersaksi tentang istrinya sebelum meninggal: “Idellette tidak pernah bicara mengenai kedua anaknya, tetapi aku kira di dalam hatinya ia sangat menguatirkan mereka. Aku berpikir bahwa kekuatiran itu begitu menekan dirinya melebihi sakitnya, sehingga aku berjanji di hadapan kakaknya, dan membisikannya, bahwa aku akan memelihara mereka seperti anakku sendiri. Idellette menjawab, ‘Aku sudah membawa mereka ke dalam tangan Tuhan, jika Allah memelihara mereka, maka aku tahu mereka pun akan diserahkan ke tanganmu juga’. Iman Idellete begitu kuat seperti ia sudah berada di dunia lain”.
Calvin sangat kehilangan istrinya, yang juga seorang sahabat baginya. Idellette adalah seorang yang sangat beriman, yang membantunya dalam pelayanan. Calvin mempunyai talenta dalam berkata-kata, bukan hanya dalam bentuk tulisan tetapi juga dalam berbicara. Ia dapat menjelaskan konsep teologi yang begitu sulit dengan sederhana.Ia mampu berpartisipasi dalam teologi abstrak untuk tema Alkitab yang sederhana yang dibicarakan dengan sangat rumit, tapi juga bisa berbicara dengan orang-orang biasa dengan penjelasan yang komprehensif.
Ia berpendapat: “Penjaga selalu harus mampu untuk memperingatkan akan kejahatan, dan berdiri menentangnya. Ketika ia melihat Allah dihina, mereka harus menjadi terompet membangunkan yang tertidur. Lihat, inilah yang Kitab suci namakan para nabi, mereka harus menjaga satu dan yang lainnya, sebagaimana hari ini pelayan Firman Tuhan harus menjaga dengan ketat kebenaran Firman Allah, bertindak atas segala yang jahat, mengumumkan siapa saja yang masih tertidur lelap dalam dosanya dan mereka tidak boleh menghina Tuhan seperi itu”.
Jika bagi Gereja Roma “the point of contact” adalah altar, bagi Calvin itu adalah Alkitab. Keduanya ada di Gereja, tapi Calvin menyatakan dengan tegas bahwa segala sesuatu yang ada di dalam Alkitab tidak dapat dikurangi atau ditambah.
Sebagai pengungsi, Calvin tidak hidup di ranjang yang penuh bunga mawar, pengikutnya di Perancis mengalami kesulitan dan penganiayaan. Ia menamakan Perancis sama seperti Mesir, hanya ada satu pengertian: ”Larilah, larilah dari ibadah yang salah”.
Calvin ingin menjadi mulut bagi Allah (the mouth of God), “Bagiku tidak ada yang mau aku sampaikan, tetapi aku menyampaikan apa yang ingin Guruku sampaikan”. Calvin berkotbah dengan kalimat pendek dan jelas, yang mudah dimengerti, dan itu menarik banyak orang. Ia berpendapat bahwa Alkitab menjelaskan sejarah dengan sangat sederhana dan sama, dari zaman ke zaman; satu sejarah, satu Gereja, satu jemaat orang- orang pilihan, yang di atas segalanya satu Allah yang tidak pernah berubah dalam rencana-Nya yang tetap sama. Motto Calvin, “Improve the world, begin with Geneva” (“Ubahlah dunia, dimulai dari Jenewa”); jika engkau tinggal di Jenewa tetapi engkau tidak taat kepada Firman Tuhan, maka seluruh usahamu sia-sia.
Calvin terus bicara melalui kotbah- kotbahnya , hampir 5000 kotbahnya dicatat. Salah seorang yang berkontribusi besar mencatat kotbah Calvin adalah Denis Raguenier. Ia digaji untuk merekam seluruh kotbah Calvin dan mencatat 6000 kata per jam yang didiktekan oleh Calvin. Selanjutnya beberapa orang staf ditambahkan sebagai tim Raguenier. Calvin mengarahkan untuk menjual catatan kotbahnya, dan seluruh keuntungan yang diterima diberikan untuk menolong para pengungsi Perancis.
Banyak perubahan terjadi dalam Gereja Reformed. Jemaat menyanyi berbagai pujian dari Mazmur. Calvin menekankan bahwa seluruh musik Gereja harus dimengerti oleh jemaat, karenanya ia mengajarkan seluruh jemaat, baik yang tua dan yang muda, harus menyanyi pujian sebagai bagian dari ibadah.
Tahun 1542 , Calvin menyelesaikan draft buku nyanyian gerejawi (La forme des prieres et chantz ecclesiastiques), yang isinya pujian untuk berdoa, untuk perjamuan kudus, untuk pernikahan, untuk baptisan, dan pujian-pujian lainnya yang diambil dari kitab Mazmur. Ia mengumpamakan dirinya seperti nabi dalam Perjanjian Lama, ia berdiri melawan seluruh kritik atas kotbahnya, tanpa ragu mencela para politikus yang mencari keuntungan bagi diri sendiri, mendorong pemerintah untuk bersikap adil, dan mendorong jemaat untuk benar-benar bekerja dengan mutu yang baik.
Calvin, menyebut hidup orang percaya dengan memakai istilah “sebuah dinas militer aktif yang berkesinambungan”. Orang percaya harus tahu, bahwa ia terus-menerus berperang melawan kuasa setan, bahkan akan terluka karenanya. Ia melihat dirinya seperti prajurit, ketika tentara sedang kebingungan, maka seorang prajurit harus mengambil panji-panji dari komandan yang bertugas dan segera merapikan barisan. Panji-panji itu adalah salib Kristus, yang dalam dunia ini kelihatannya banyak kekalahan fisik dari pada kemenangan, karena itu hanya sedikit orang yang mau masuk dalam pelayanan militer ini. Kenyataannya paradoks; semakin Kristus diserang, semakin nyata kemenangan-Nya. Hidup orang Kristen seperti pelayanan militer dalam tempat pelatihan yang terus menerus. Inilah perspektif Calvin tentang Gereja yang mengimani Perjamuan Kudus Tuhan.
Senjata Calvin yang paling kuat adalah pena. Tulisannya menjadi kekuatan untuk Gereja bertahan. Akademi Jenewa menjadi barak dari para mahasiswa yang dibentuk menjadi teolog-teolog yang harus mampu berkotbah dengan antusias, membentuk jemaat dengan iman yang murni, dan menjadi gembala yang rajin bagi umat-Nya. Ratusan bukunya dicetak dan dikirim ke Perancis. Calvin mendorong para pelaku bisnis membiayai buku-bukunya dan mengirim buku-buku tersebut melalui para pedagang ke seluruh Eropa, khususnya Perancis. Buku yang paling laris pada zaman itu adalah Eksegese kitab Mazmur yang dicetak di Jenewa sebanyak 27.400 eksemplar, tidak termasuk yang dicetak di negara lainnya. Calvin juga mengirim pastor-pastor dan teolog-teolog ke seluruh Eropa, dengan Kristus sebagai panji-panji pelayanan dan Firman sebagai baju tentaranya.
Ketika Calvin berusia 54 tahun, ia kelihatan sangat tua, badannya lemah, kesehatannya tidak baik karena terlalu bekerja keras dan sedikit tidur. Ia menulis sebuah kalimat dengan tangan gemetar: “Jika Anda perhatikan dengan seksama, Anda akan melihat sesuatu ketika seseorang bangun di pagi hari dan tidak dapat maju lagi, ia tidak dapat makan, ia tidak dapat menggerakan tangannya, dan ia tidak dapat menunda tubuhnya menjadi tua. Hidup sangat singkat. Oleh karena itu kita harus mengakui bahwa hidup kita akan hilang dalam sekejap mata dan mengalir menjauh. Kita selalu menghadapi kematian, begitu dekat dengan kita, dan kita harus mengakhirinya dengan pergi ke sana”.
Hidup Calvin berakhir di Jenewa. Ia memberikan semangat bagi banyak orang semangat Calvinis yang tidak memperlihatkan emosi atas kematian, menguburkan orang-orang yang dikasihinya tanpa ratapan dan tetesan airmata, mereka siap untuk menerima apapun dari Allah Bapa, bahkan kematian tidak dapat menghilangkan sukacita bagi orang Kristen. Tetapi Calvin mengakui dirinya telah dipenuhi oleh airmata kehilangan dari orang-orang yang dicintainya, yang telah meninggal terlebih dahulu, namun di sisi lain ia adalah orang yang keras dan berpendirian teguh seperti dalam pernyataannya: “Tiga puluh tahun telah berlalu sejak aku membuang diriku dari Perancis; karena kebenaran Injil, iman yang sejati dan kebenaran Ibadah, telah dibuang dari sana. Aku menjadi terbiasa tinggal di luar Perancis dan aku tidak lagi mengalami kerinduan akan kampung halamanku. Di sini, di Jenewa, aku adalah orang asing, tetapi semua orang di sini melihat aku seakan nenek moyangku berasal dari sini”.
Calvin adalah orang asing yang merasa betah di Jenewa, karena di sana Injil telah memberikan rumah yang nyaman baginya. Rumah itu adalah Gereja yang memberitakan Injil dan kebenarannya.
Pada tanggal 2 Februari 1564 Calvin memberikan kuliah terakhirnya mengenai Yehezkiel, dan ia memberikan kotbah terakhir di hari Minggu-nya. Bulan April 1564 ia masih mengikuti Perjamuan Kudus di tempat tidurnya, bahkan kemudian masih melakukan diskusi singkat dengan konsistorinya. “Dunia bukanlah sebuah biara tetapi sebuah tanah perjanjian. Tanah Perjanjian dapat ditemukan di manapun ketika Firman diberitakan dan Umat Tuhan melakukannya”. (Dikutip dari buku: John Calvin - A Pilgrim Life by Herman J. Selderhuis dan beberapa catatan otobiografi Calvin ).
Ia adalah seorang pengacara, bukan seorang aktor. Ia adalah seorang Pastor yang selalu mempunyai semangat yang sama untuk terus bekerja sampai hari itu tiba. Di pertemuan terakhir, Calvin minta maaf atas kesalahan dan kelemahannya. Tanggal 27 Mei 1564 Calvin meninggal pada usia 55 tahun.
Calvin adalah seorang musafir dan prajurit yang terkenal, tetapi ia berpesan agar kuburannya tidak dikenal orang. Ia mau akhir hidupnya seperti Musa, tanpa kuburan. Ia kuatir kuburannya menjadi kuburan pahlawan dan membawa berhala bagi banyak orang. Ia juga tidak mau ada batu nisan dipasang pada kuburannya. Minggu sore tanggal 28 Mei, ia dikuburkan dengan peti kayu yang sederhana di kuburan Plein Palais, tanpa batu nisan.
John Calvin telah tiada, tetapi namanya terukir di hati semua orang Reformed dan Injili. Pengabdiannya sebagai prajurit tidak sia-sia karena ia melakukan kehendak-NYA. Setiap menit dalam hidupnya adalah untuk menegakan Kebenaran Firman Allah.
Tahun ini kita memperingati 500 tahun Reformasi yang digerakkan oleh Tuhan melalui hamba-Nya Martin Luther. Dalam pergumulannya untuk mendapatkan Allah yang penuh kasih karunia, Luther telah mewariskan kepada Gereja kelima sola: sola scriptura, sola fide, sola gratia, solus Christus, dan soli Deo gloria.
Mengapa kita masih perlu percaya hanya Kitab Suci (sola scriptura)? Apa relevansi zaman kita dengannya? Solam scripturam regnare artinya hanya Kitab Suci yang memerintah, bukan Paus Leo X atau bahkan juga bukan Gereja. Ketika Luther pertama menggunakan istilah ini, ia memakainya untuk menanggapi bulla yang dikeluarkan oleh Paus Leo X, yaitu surat yang mengekskomunikasi Luther dari Gereja Roma Katholik pada zaman itu.
Baca juga: Sejarah Roma Terbakar tahun 64 Masehi.
Ketika itu Paus Leo X dengan kuasanya menghakimi Luther sebagai orang yang berada di luar Gereja, dan karena itu juga di luar keselamatan. Luther menjawab dengan sikap bahwa manusia tidak hidup di bawah kuasa penghakiman manusia, melainkan di bawah kuasa penghakiman Kitab Suci. Perhatikan di sini, bahwa Luther sama sekali tidak mengajarkan bahwa manusia bebas dari segala penghakiman atau penilaian.
Sesungguhnya, ia justru meletakkan otoritas pada kuasa yang jauh lebih tinggi daripada dirinya sendiri: bukan pimpinan Gereja, bukan Gereja, melainkan Tuhan dan Kitab Suci-Nya. Sola scriptura memang bisa disalah- gunakan untuk mendukung pandangan pribadi yang tidak mau dikoreksi dan dibimbing oleh orang lain. Gereja reformatoris sadar akan bahaya ini.
Namun resiko ini adalah resiko yang harus ditanggung oleh mereka yang tidak jujur hatinya. Pada sidang di Worms, Luther juga menekankan pentingnya hati nurani yang tertawan oleh Firman Allah. Tanpa ketertawanan oleh Firman ini, hati nurani akan menjadi tidak peka, bahkan bisa menjadi bebal dan melakukan pembenaran diri sendiri. Yang pasti, sola scriptura tidak dapat digunakan untuk mendukung pandangan pribadi yang menyeleweng dari prinsip Firman. Jika dalam satu atau dua hal orang percaya berbeda pendapat dalam penafsiran teologis, maka kita dengan rendah hati bisa berdiskusi dan berdialog dengan menjadikan Kitab Suci sebagai pedoman.
Pengakuan sola scriptura itu mungkin, karena kita percaya bahwa Kitab Suci itu jelas. Kita percaya akan kejelasan Kitab Suci (claritas scripturae); maksud- nya bahwa Kitab Suci itu dapat dipahami oleh orang yang paling sederhana sekalipun. Teologi Reformatoris bertentangan dengan keyakinan Gnostisisme (salah satu bidat pada zaman Gereja mula-mula) yang mengajarkan bahwa hanya orang tertentu saja (kaum elit) yang dapat menafsir dan mengerti kedalaman Kitab Suci. Melawan spirit Gnostisisme, Teologi Reformatoris menekankan konsep kejelasan Kitab Suci. Ini tentu bukan berarti bahwa orang Kristen tidak perlu lagi belajar teologi atau bahkan boleh menafsir dengan sembarangan secara pribadi. Namun, keyakinan ini sebaliknya bertujuan untuk menghapus segala bentuk kesombongan dan kecongkakan yang terselubung, dari mereka yang menganggap diri bijak tapi sesungguhnya tidak bijak di hadapan Allah. Sola scriptura menghindarkan kerumitan teologis yang diciptakan oleh manusia untuk meluputkan diri dari pengenalan yang sederhana akan Allah dan akan diri.
Posting Komentar untuk "Pendidikan Kristen: Perjalanan Seorang Musafir Yang Bernama Jhon Calvin"