Eksposisi Kitab Amsal: Sikap Marah
No. |
Ayat Yang Berkenaan Dengan Kemalasan |
Ringkasan Isi |
1 |
14:29 Orang yang sabar besar
pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan. |
Kemarahan vs Kesabaran |
2 |
Amsal
14 14:35 Raja berkenan kepada hamba yang
berakal budi, tetapi kemarahannya menimpa orang yang membuat malu. |
Alasan-alasan seseorang Marah |
3 |
15:1 Jawaban yang lemah lembut meredakan
kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah. |
Perbandingan kehidupan dari si pemarah. |
4 |
15:18 Si pemarah membangkitkan
pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan. |
Kemarahan vs Kesabaran |
5 |
18:1 Orang yang menyendiri, mencari
keinginannya, amarahnya meledak terhadap setiap pertimbangan. |
Gambaran si pemarah. |
6 |
19:12 Kemarahan raja adalah seperti
raung singa muda, tetapi kebaikannya seperti embun yang turun ke atas rumput. |
Perbandingan kehidupan si pemarah |
7 |
19:19 Orang yang sangat cepat marah akan
kena denda, karena jika engkau hendak menolongnya, engkau hanya menambah marahnya. |
Akibat dari sikap marah. |
8 |
20:2 Kegentaran yang datang dari raja
adalah seperti raung singa muda, siapa membangkitkan marahnya membahayakan
dirinya. |
Nasehat kepada orang marah. |
9 |
20:3 Terhormatlah seseorang, jika ia
menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak. |
Nasehat untuk tidak bergaul dengan si
pemarah. |
10 |
21:14 Pemberian dengan sembunyi-sembunyi
memadamkan marah, dan hadiah yang dirahasiakan meredakan kegeraman yang
hebat. |
Nasehat kepada orang marah. |
11 |
21:19 Lebih baik tinggal di padang gurun
dari pada tinggal dengan perempuan yang suka bertengkar dan pemarah. |
Nasehat untuk tidak bergaul dengan orang
pemarah. |
12 |
22:8 Orang yang menabur kecurangan akan
menuai bencana, dan tongkat amarahnya akan habis binasa. |
Akibat dari sikap marah. |
13 |
22:24 Jangan berteman dengan orang yang
lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang pemarah, |
Nasehat untuk tidak bergaul dengan orang
pemarah. |
14 |
24:19 Jangan menjadi marah karena orang
yang berbuat jahat, jangan iri kepada orang fasik. |
Nasehat untuk tidak menjadi orang marah. |
15 |
25:23 Angin utara membawa hujan, bicara
secara rahasia muka marah. |
Gambaran kehidupan si pemarah. |
16 |
29:8 Pencemooh mengacaukan kota, tetapi
orang bijak meredakan amarah. |
Perbandingan kehidupan si pemarah. |
17 |
29:11 Orang bebal melampiaskan seluruh
amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya. |
Perbandingan kehidupan si pemarah. |
18 |
29:22 Si pemarah menimbulkan
pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya. |
Akibat dari sikap marah. |
19 |
30:33 Sebab, kalau susu ditekan, mentega
dihasilkan, dan kalau hidung ditekan, darah keluar, dan kalau kemarahan
ditekan, pertengkaran timbul. |
Alasan sikap marah |
Langkah
2: mengelompokkan kategori-kategori yang ada dengan urutan yang logis.
No. |
Topic |
Ayat |
1. |
Gambaran si Pemarah |
18:1 Orang yang
menyendiri, mencari keinginannya, amarahnya meledak terhadap setiap
pertimbangan. 25:23 Angin utara
membawa hujan, bicara secara rahasia muka marah. |
2 |
Perbandingan sikap Marah |
15:1 Jawaban yang
lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan
marah 29:8 Pencemooh
mengacaukan kota, tetapi orang bijak meredakan amarah. 29:11 Orang bebal
melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya meredakannya. 19:12 Kemarahan raja
adalah seperti raung singa muda, tetapi kebaikannya seperti embun yang turun
ke atas rumput. |
3. |
Alasan sikap Marah |
30:33 Sebab, kalau
susu ditekan, mentega dihasilkan, dan kalau hidung ditekan, darah keluar, dan
kalau kemarahan ditekan, pertengkaran timbul. 14:35 Raja berkenan
kepada hamba yang berakal budi, tetapi kemarahannya menimpa orang yang
membuat malu. |
4 |
Akibat dari sikap Marah. |
19:19
Orang yang sangat cepat marah akan kena denda, karena jika engkau hendak
menolongnya, engkau hanya menambah marahnya. 22:8
Orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana, dan tongkat amarahnya akan
habis binasa. 29:22 Si
pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak
pelanggarannya. |
5 |
Nasehat untuk tidak bergaul dengan orang
Pemarah. |
20:2
Kegentaran yang datang dari raja adalah seperti raung singa muda, siapa
membangkitkan marahnya membahayakan dirinya. 20:3
Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang
bodoh membiarkan amarahnya meledak. 21:14 Pemberian
dengan sembunyi-sembunyi memadamkan marah, dan hadiah yang dirahasiakan
meredakan kegeraman yang hebat. 21:19
Lebih baik tinggal di padang gurun dari pada tinggal dengan perempuan yang
suka bertengkar dan pemarah. 22:24
Jangan berteman dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang
pemarah, 24:19
Jangan menjadi marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri kepada orang
fasik. |
6 |
Kemarahan vs Kesabaran |
14:29 Orang yang
sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan. 15:18 Si pemarah
membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan |
Langkah 3: Memberikan penafsiran dari kategori-kategori yang sudah dibangun.
STUDI TEMATIS “SIKAP MARAH” DI DALAM KITAB AMSAL
Kitab Amsal memberikan perspektif yang tegas dari sikap marah. Ajaran mengenai kemarahan mendapat porsi yang cukup tinggi. Hal ini dapat diamati dari kemunculan kata marah sebanyak 19 kali di dalam kitab ini. Tampaknya kitab Amsal ingin memberikan suatu penegasan akan sikap yang dapat menyebabkan kekacauan, perselisihan, dan pertengkaran ini. Perhatian Amsal akan kehidupan manusia di dunia ini dibuktikan dengan adanya pembahasan mengenai kemarahan. Baik penerima kitab ataupun pembaca kitab harus menghindari sikap marah ini. Amsal menyajikan fakta bahwa tidak akan ada kedammaian atau ketertiban jika umat Allah memiliki sikap ini. Selain itu, sikap marah akan membuat setiap orang kehilangan teman bahkan pertengkaran akan menjadi makanan sehari-hari bagi pemilik sikap ini. Apa saja yang Amsal katakana mengenai sikap marah ini?
A. Gambaran dari Si Pemarah
Penulis menggambarkan bagaimana sikap seorang pemarah yang menjadi sorotan dari kitab Amsal. Hal ini tergambar dalam beberapa hal yang menarik mengenai sikap marah ini. Gambaran pertama yang diberikan oleh Amsal adalah berkenaan dengan “Orang yang menyendiri, mencari keinginannya,..” (18:1). Biasanya orang yang suka menyendiri memiliki kecenderungan untuk menyimpan segala sesuatu pergumulannya dan biasanya mereka tidak suka untuk bersentuhan dengan orang lain, sekali di sentuh langsung marah. Menurut para penafsir ayat ini agak sulit dimengerti secara rinci. Karenanya, ayat ini diberi tafsiran-tafsiran secara kaku. menganggap bagian pertama ayat ini sebagai celaan terhadap "perpecahan dan pembentukan mazhab," yakni, warga gereja yang memisahkan diri, menurut pengertian istilah tersebut pada zaman modem ini. Penafsir lain, menganggap itu celaan terhadap separatisme keagamaan. Jelas, ayat ini tidak berhubungan dengan soal-soal seperti itu. Orang yang menyendiri ialah orang yang secara keliru menjauhi Allah, mencari keinginannya sendiri, bukan mencari kehendak Tuhan. Orang seperti itu telah berdosa. Akibat dari menyendiri dan mencari keinginannnya maka Amsal berkata “amarahnya meledak”, inilah gambaran seorang pemarah yang suka menyendiri dan mencari-cari keinginannya sendiri. Frase “..terhadap setiap pertimbangan.” Orang suka menyendiri dan penuh dengan keinginannya sendiri sulit menerima masukan atau kritikan dari setiap orang karena mereka hanya memikirkan keinginannya sendiri.
Gambaran yang kedua dari sikap marah tercermin dari “Angin utara membawa hujan, bicara secara rahasia muka marah” (25:23). Seseorang yang berbicara secara rahasia biasanya adalah seorang yang menyimpan sejumlah uneg-uneg di dalam dirinya, ketika uneg-uneg mereka sudah menumpuk maka ia akan menyampaikan atau menegur orang yang melakukan kesalahan, namun karena seorang yang sudah ditegur tidak lagi bisa diajak berbicara maka ia menunjukkan dengan mimik muka yang marah. Hal ini digambarkan seperti angin utara yang membawa hujan.
B. Perbandingan Sikap Pemarah
Kehidupan yang suka marah begitu mendapat sorotan yang tajam dari kitab Amsal. Hal ini dibuktikan dengan dibandingkannya sikap marah dengan hal-hal yang begitu menarik perhatian. Perbandingan pertama yang diberikan oleh Amsal adalah berkenaan dengan “jawaban yang lemah lembut” dan “perkataan yang pedas” (15:1). Ketika berhadapan dengan kemarahan, jawaban yang lemah lembut akan mendorong untuk rukun kembali dan berdamai, sedangkan kata-kata yang keras akan meningkatkan kemarahan dan permusuhan.
Bagaimana kedamaian dapat dijaga, supaya kita tahu bagaimana memeliharanya di tempat kita masing-masing?Kedamaian itu dijaga dengan menggunakan perkataan yang lemah lembut. Jika amarah dibangkitkan laksana awan yang mengancam, disertai badai dan guruh, maka jawaban yang lemah lembut akan membuyarkan dan mengusirnya. Ketika orang sedang terpancing, berbicaralah dengan lemah lembut kepada mereka. Ucapkan kata-kata yang baik kepada mereka, maka mereka akan merasa tenang. Dengan demikian, alasan dapat disampaikan dengan lebih baik, dan perkara yang benar dapat dibela dengan lebih berhasil dengan kelemahlembutan daripada dengan nafsu amarah. Pendapat yang keras, paling jitu jika disampaikan dengan kata-kata yang lembut.
Baca juga:
Bagaimana kedamaian dirusakkan, supaya kita, dari pihak kita, tidak melakukan hal-hal yang dapat merusakkannya. Tidak ada hal yang dapat membangkitkan marah dan menebar perselisihan seperti perkataan yang pedas, menyebut nama-nama yang buruk, seperti Binatang dan Bodoh, mencela orang dengan menyebut kelemahan dan ketidakpantasan mereka, asal usul keturunan atau pendidikan mereka, atau apa saja yang bersifat merendahkan dan membuat mereka tampak buruk. Celaan yang bersifat menghina dan penuh kedengkian, yang banyak digunakan orang untuk menunjukkan kecerdasan dan kebencian mereka sendiri, dapat membangkitkan amarah orang lain, dan hanya meningkatkan dan membakar amarah mereka sendiri. Bukannya kehilangan lelucon, sebagian orang malah akan kehilangan sahabat dan membuat musuh karena itu.
Perbandinngan kedua adalah berkenaan kehidupan si Pemarah yang tidak mmenjadi berkat bagi lingkungannya. Dalam bagian ini, penulis Amsal sedangan membandingkan kehidupan “pencemooh” dengan “orang bijak.” (29:8). Apabila orang-orang seperti itu dipekerjakan untuk mengurusi negara, maka mereka akan melakukan segala sesuatu dengan gegabah, sebab mereka enggan berunding, dan tidak mau mengambil waktu untuk menimbang-nimbang serta meminta nasihat. Mereka melakukan segala sesuatu secara tidak sah dan tidak bisa dibenarkan, karena mereka enggan dihambat oleh segala hukum dan ketetapan. Mereka melanggar sumpah mereka, karena mereka enggan terikat oleh perkataan mereka. Mereka membangkitkan amarah rakyat, karena mereka enggan menyenangkan mereka. Dengan demikian, mereka mengacaukan kota dengan perilaku mereka yang jahat, sementara terjemahan RSV, membakar kota. Dalam bahasa Ibraninya kata “mengacaukan” adalah x;WP puwach {poo'akh} yang berarti: pukulan berat, merobohkan, meledakkan. Jadi dalam arti sesunggunya pencemooh hanya akan meledakkan kota seperti bom atom yang menghancurkan sebuah kota. Mereka menebarkan perpecahan di antara para warga dan membuat mereka resah. Pencemooh adalah orang-orang yang menghina agama, tuntutan-tuntutan hati nurani, rasa takut terhadap dunia lain, dan segala sesuatu yang sakral dan sungguh-sungguh. Orang-orang seperti itu adalah wabah bagi angkatan mereka. Mereka mendatangkan penghakiman-penghakiman Allah ke atas negeri, mengadu domba banyak orang, dan dengan demikian meresahkan semuanya.
Siapa itu orang-orang yang menjadi berkat bagi negeri, yaitu orang-orang bijak yang, dengan memajukan agama, yang merupakan hikmat sejati, meredakan amarah Allah, dan yang, dengan nasihat-nasihat bijak, mendamaikan pihak-pihak yang bertikai dan mencegah dampak-dampak buruk dari perpecahan. Orang yang congkak dan bodoh menyalakan api yang harus dipadamkan oleh orang baik dan bijak. Ketika kita memperkerjakan seorang pencemooh maka yang kita dapatkan bukanlah keuntungan namun kehancuran, bahkan sanggup merobohkan dan meluluh-lantahkan kota.
Perbandingan ketiga adalah berkenaan seperti yang dipaparkan di perbandingan yang kedua, namun bagian ini membandingkan antara “orang bebal” dengan “orang bijak” (29:11). Menurut pendapat penulis orang bebal adalah “Orang bodoh itu mengeluarkan segala kepikiran hatinya .” Di sini kepikiran hati lebih berarti amarah. Sedangkan orang bijak akhirnya meredakan kemarahan. Orang bebal adalah orang yang tidak mau dengar-dengaran dan tidak mau dinasehati, inilah mengapa mereka disebut sebagai orang yang bodoh. Orang seperti ini hanya membeberkan isi hatinya tanpa berfikir tentang akibatnya. Seperti sebuah balon apabila ditiup sampai melebihi kapasitas, maka balaon tersebut akan meledak. Demikianlah orang yang bebal bila uneg-unegnya penuh maka luapan isi hatinya akan keluar sebagai suatu kemarahan.
Orang yang terlalu bersikap sangat terbuka kepada orang banyak, hal ini hanya akan membeberkan kelemahannya. Beballah orang yang melampiaskan seluruh amarahnya. Menurut terjemahan KJV “ mengungkapkan seluruh isi pikirannya”– yang memberitahukan segala sesuatu yang diketahuinya, mengatakan begitu saja dengan mulutnya apa saja yang ada dalam pikirannya, dan tidak bisa menjaga rahasia. Beballah ia, apabila apa saja mulai dibicarakan, ia langsung menimpalinya. Beballah ia, apabila dipancing amarahnya, akan mengatakan apa saja yang langsung terbersit dalam pikirannya, tanpa peduli siapa yang akan terhina olehnya. Beballah ia, apabila saat berbicara tentang perkara apa saja, akan mengatakan semua yang dipikirkannya tetapi tetap merasa belum cukup apa yang dikatakannya, tak peduli diterima atau ditolak, entah benar entah salah, ada hubungannya atau melantur, semuanya dikeluarkan.
Orang bijak dan berhikmat adalah orang yang berdiam diri di tengah segala perbantahan. Orang bijak tidak akan mengungkapkan seluruh isi pikirannya sekaligus, tetapi akan mengambil waktu untuk berpikir kembali, atau menyimpan pemikiran sekarang untuk waktu yang lebih tepat, ketika keadaannya lebih bersangkut paut dan besar kemungkinan akan memenuhi maksudnya. Ia tidak akan mengungkapkan dirinya dengan berbicara terus-menerus, atau secara berapi-api, tetapi dengan jeda sekali-kali, agar ia dapat mendengarkan apa yang akan disanggah, lalu menjawabnya. Frase “orang bijak akhirnya meredakan kemarahan” hal ini merupakan keunggulan dari orang bijak. Dalam terjemahan BIS “orang bijak akhirnya mententramkan suasana.” Jadi orang bijak akan membuat suasana aman, damai, dan pasti akan merasakan tentram dalam hati setiap orang.
Pada bagian ini merupakan perbandingan keempat di mana penulis Amsal membandingkan “kebaikan” dengan “kebaikan” (19:12). Tujuan ayat ini sama dengan apa yang kita dapati dalam pasal (16:14-15), dan maksudnya adalah, Untuk membuat para raja bijaksana dan peka dalam memperlihatkan kernyit dahi atau senyum bibir mereka. Mereka tidak sama dengan orang biasa. Kernyit dahi mereka amat mengerikan dan senyum bibir mereka amat menghibur, dan oleh karena itu mereka harus sangat berhati-hati agar mereka jangan sampai membuat orang baik takut berbuat baik dengan kernyit dahi mereka, atau menyetujui orang fasik berbuat jahat dengan senyum bibir mereka, sebab dengan demikian mereka menyalahgunakan pengaruh mereka. Untuk membuat rakyat setia dan patuh terhadap raja mereka. Hendaklah rakyat dikendalikan dari segala perbuatan khianat dengan mempertimbangkan akibat-akibat yang mengerikan apabila pemerintah menentang mereka. Dan hendaklah mereka didorong untuk melakukan semua pelayanan yang baik kepada seluruh masyarakat dengan harapan akan dikenan oleh raja mereka. Seorang raja melawan musuh-musuhnya akan menjadi seperti singa yang mengaum dan perkenanannya terhadap umatnya sendiri akan seperti embun yang menyegarkan.
C. Alasan Mengapa Seseorang Memiliki Sikap Marah
Selain memberikan penggambaran dan perbandingan mengenai sikap marah, Amsal juga memberikan argumentasi-argumentasi yang paling menonjol yang sering dikemukakan oleh seorang yang pemarah. Mereka berkata “bila kemarahan ditekan, pertengkaran timbul”. Inilah alasan mengapa seorang marah kepada orang lain karena adanya suatu himpitan dan perkara-perkara yang membuat mereka marah. Kita tidak boleh memancing-mancing amarah orang lain. Sebagian orang cenderung berkata-kata dan berbuat dengan cara yang amat memancing amarah sehingga mereka bahkan mendesak kemarahan untuk keluar dalam terjemahan KJV. Mereka membuat marah orang-orang sekitar entah mereka menginginkannya atau tidak, dan membuat geram bukan hanya orang-orang yang tidak cepat marah, tetapi juga yang bertekad untuk melawannya.
Bila, kemarahan yang didesak keluar atau “kemarahan yang ditekan” menimbulkan pertengkaran, dan
di mana ada pertengkaran,di situ ada
kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Sama seperti kepala susu
yang dikocok dengan kasar menghilangkan semua yang baik dari susu, dan kalau hidung ditekan keras-keras
maka darah akan keluar darinya, demikian pula kemarahan yang ditekan ini melelahkan tubuh dan jiwa sese orang,
dan merampasnya dari segala kebaikan yang ada dalam dirinya. Atau, sama seperti kalau susu ditekan dan hidung ditekanmaka itu dilakukan dengan
kekerasaan, yang jika tidak demikian tidak akan terlaksana, demikian pula jiwa
dibuat panas secara perlahan-lahan oleh amarah-amarah yang kuat. Satu kata
kemarahan melahirkan kata kemarahan yang lain, dan yang lain lagi. Satu
perdebatan yang dipenuhi amarah menimbulkan perdebatan yang lain, dan demikian
seterusnya sampai pada akhirnya terjadilah perseteruan yang tak terdamaikan.
Oleh sebab itu, janganlah kita sampai berkata dan berbuat dengan kekerasan,
tetapi segala sesuatunya haruslah kita kerjakan dengan kelembutan dan ketenangan.
Alasan kedua penulis kitab Amsal adalah berekenaan dengan status seseorang yang memdapat marah. Pada bagian ini penulis Amsal menyebutkan alasan mengapa seseorang menjadikan marah seorang raja atau penguasa. Frase yang dipakai adalah “orang yang membuat malu” dengan “hamba yang berakal budi” (14:35). Bagian ini menunjukkan bahwa di dalam istana dan pemerintahan yang dikelola dengan baik, senyuman dan hadiah dibagikan di antara orang-orang yang diangkat untuk mengurus berbagai kepentingan rakyat, sesuai kecakapan masing-masing. Salomo memberitahukan kepada mereka bahwa ia akan mengikuti aturan itu, Bahwa orang-orang yang berperilaku dengan bijak akan dihormati dan lebih disukai, sebanyak apa pun musuh yang ingin menjatuhkan mereka. Tidak ada perbuatan baik yang akan diabaikan untuk menyenangkan pihak tertentu. Sedangakan orang-orang yang mementingkan diri sendiri dan berlaku curang, yang mengkhianati bangsa, menindas kaum miskin, menebarkan perpecahan sehingga membuat malu, akan dipindahkan dan diusir dari istana, tidak peduli siapa pun teman mereka yang akan membela mereka.
D. Akibat dari Sikap Marah.
Kitab
Amsal menyajikan hal-hal yang buruk bagi seeorang yang dengan cepat mudah
marah. Bahkan ayat-ayat ini banyak menjelaskan akibat-akibat terburuk dari
penyakit suka marah. Tidak ada dampak yang positif bagi setiap pemarah, namun
hanya akan menambah hukuman dan membuat seseorang mendapatkan kerugian dari
hasil marahnya.
Akibat
yang pertama bisa kita lihat dari (pasal 19:19). Tampaklah dari ayat ini, secara singkat, bahwa
orang yang marah selalu tidak kekurangan celaka. Orang-orang yang cepat panas hati,
atau lebih tepatnya keras kepala, biasanya mendatangkan masalah bagi diri
mereka sendiri dan keluarga mereka dengan segala persengketaan dan pertengkaran
yang menjengkelkan, dan kemarahan-kemarahan yang ditimbulkan darinya. Mereka
senantiasa jengkel, dalam satu atau lain kasus, karena amarah mereka yang tidak
bisa dikendalikan. Dan, jika teman-teman mereka melepaskan mereka dari satu
kesulitan, mereka dengan segera akan melibatkan diri dalam kesulitan lain, dan
teman-teman mereka pun harus
melepaskan mereka lagi. Semua hal yang menyulitkan mereka dan orang lain
ini bisa dihindari jika saja mereka mematikan hawa nafsu mereka dan menguasai
roh mereka sendiri. Ayat itu bisa juga dibaca, orang yang lekas murka (dalam arti anak yang perlu dihukum dan
yang tidak sabar mendengar teguran, yang berteriak-teriak dan membuat
keributan, bahkan mengamuk melawan tongkat hukuman) pantas dihukum. Karena, jika engkau hendak
menolongnya karena teriakannya itu, engkau akan terpaksa
menghukumnya dengan jauh lebih keras lagi di lain waktu. Anak yang membangkang
dan tinggi hati harus ditundukkan sedini mungkin, kalau tidak, ia akan menjadi
lebih buruk karenanya.
Akibat yang kedua dari
seseorang yang suka marah adalah hasilnya sia-sia (22:8). “Orang
yang menabur kecurangan akan menuai bencana, dan tongkat amarahnya akan habis
binasa.” Perhatikan dengan baik bahwa hasil yang diperoleh dengan cara yang jahat tidak akan berkembang. Orang yang menabur kecurangan, yang
berbuat tidak adil dan berharap agar perbuatannya itu berhasil, akan menuai bencana. Apa
yang diperolehnya tidak akan membawa kebaikan ataupun kepuasan baginya. Dia
tidak akan menjumpai apa pun selain kekecewaan. Barangsiapa menciptakan masalah
bagi orang lain hanya akan mendatangkan masalah bagi dirinya sendiri. Orang
akan menuai apa yang ditaburnya.
Kekuasaan yang disalahgunakan tidak akan bertahan lama. Jika
tongkat kekuasaan berganti menjadi tongkat amarah, jika orang memerintah
dengan nafsu dan bukannya dengan kebijaksanaan, dan lebih ingin melampiaskan dendam
mereka sendiri daripada mencari kesejahteraan orang banyak, maka tongkat kekuasaan itu akan habis binasa dan hancur, dan kekuasaan mereka tidak
akan bisa membenarkan pelanggaran mereka.
Akibat yang ketiga berkenaan seorang pemarah yang mengakibatkan
banyak pelanggaran (29:22). “Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan
orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya.” Dua kali ayat ini menyebut
makna yang sama yaitu: “si pemarah” dan orang yang lekas gusar.” Ini merupakan
suatu penekanan di mana orang tersebut pasti mengakibatkan pertengkaran dan
pelanggaran.
Lihatlah di sini kejahatan yang mengalir dari kecenderungan hati yang suka marah-marah, panas, dan geram. Kecenderungan hati itu membangkitkan amarah satu sama lain: Si pemarah menimbulkan pertengkaran, menyusahkan dan suka bertengkar di dalam keluarga dan lingkungan tetangga, meniupkan bara, dan bahkan memaksa orang-orang untuk bersengketa dengannya, padahal mereka ingin hidup tenteram dan damai di sampingnya. Kecenderungan hati itu membuat manusia membangkitkan murka Allah: Orang yang lekas gusar, yang selalu mengikuti hawa nafsu dan amarahnya, tidak bisa tidak pasti banyak pelanggarannya. Amarah yang tidak sepatutnya adalah dosa yang merupakan penyebab dari banyak dosa lain. Amarah itu tidak hanya menghalang-halangi manusia untuk berseru akan nama Allah, tetapi juga memberi mereka kesempatan untuk bersumpah, memaki, dan mencemarkan nama Allah.
E. Nasehat Untuk Tidak Bergaul Dengan Orang Pemarah.
Selain membahas tentang akibat-akibat dari sikap
marah, Amsal juga banyak memberikan nasehat kepada mereka-mereka yang suka
marah, bahkan nasehatnya begitu banyak.
Yang pertama nasehat untuk tidak membangkitkan marah seorang raja karena
itu berbahaya (20:2). Betapa menakutkannya raja-raja, dan betapa mengerikannya mereka
bagi orang-orang yang sudah membangkitkan amarah mereka. Kegentaran terhadap mereka, yang
membuat rakyat senantiasa hormat dan takut (khususnya apabila raja-raja
memegang kuasa mutlak dan kehendak mereka adalah hukum), adalah seperti raung singa muda, yang
amat menggentarkan bagi makhluk-makhluk yang dimangsanya, dan membuat mereka
gemetar sehingga tidak bisa melarikan diri darinya. Raja-raja yang memerintah
dengan hikmat dan kasih berarti memerintah seperti Allah sendiri, dan dengan
begitu mereka menampakkan gambaran diri-Nya. Tetapi, raja-raja yang memerintah
hanya dengan kengerian, dan dengan sewenang-wenang, berarti hanya memerintah
seperti singa di hutan, dengan kekuatan binatang.
Oleh
sebab itu, betapa tidak bijaksananya orang-orang yang berselisih dengan mereka,
yang marah terhadap mereka, sehingga membangkitkan amarah mereka. Mereka membahayakan nyawa mereka sendiri. Jauh terlebih lagi dengan
orang-orang yang membangkitkan amarah Raja segala raja. Tak seorang pun yang membuatku marah akan lolos dari hukuman.
Nasehat
kedua berkenaan untuk menjauhi perbantahan (20:3). “Terhormatlah
seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan
amarahnya meledak.” Ayat ini dirancang untuk
meluruskan kesalahan-kesalahan orang berkenaan dengan perbantahan. Orang
menyangka bahwa mereka berhikmat jika terlibat dalam perselisihan, padahal itu
adalah kebodohan terbesar yang bisa diperbuat. Ia menyangka dirinya berhikmat
jika cepat tersinggung oleh penghinaan, jika mati-matian membela kehormatan dan
haknya. Ia tidak mau mengalah demi kehormatan atau hak itu, sebelum ia
menentukan, menjatuhkan, dan memberikan hukum kepada semua orang. Akan tetapi,
sesungguhnya orang yang suka campur tangan seperti itu adalah orang bodoh. Ia
hanya menimbulkan banyak kekesalan yang tidak perlu kepada dirinya sendiri.
Orang menyangka, ketika mereka terlibat dalam
perselisihan, mereka akan menanggung malu jika mundur dan meletakkan senjata.
Akan tetapi, sebenarnya terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi
perbantahan. Terhormatlah ia jika ia menarik diri, menyudahi suatu
perselisihan, memaafkan kesalahan, dan berteman dengan orang-orang yang sudah
berseteru dengannya. Terhormatlah orang, orang yang bijak, orang yang hidup di
dalam roh, jika ia menunjukkan penguasaan diri dengan menjauhi perbantahan, dengan mengalah, menunduk, dan menarik
kembali tuntutan-tuntutannya yang adil, demi menjaga kerukunan.
Nasehat ketiga berkenaan dengan tips untuk membuat
seseorang berhenti kemarahannya (21:14). “Pemberian dengan sembunyi-sembunyi
memadamkan marah, dan hadiah yang dirahasiakan meredakan kegeraman yang hebat.”
Kuasa yang biasanya
menyertai barang-barang pemberian. Tidak ada yang lebih ganas daripada amarah. Betapa dahsyatnya kegeraman yang hebat! Namun,
hadiah yang manis, yang diatur dengan bijaksana, akan melenyapkan amarah orang
meskipun tampaknya tidak bisa dipadamkan, dan melucuti kebencian-kebencian yang
paling sengit dan bergejolak. Ketamakan biasanya merupakan tuan dari dosa, dan
memerintah hawa-hawa nafsu lain. Kebijakan
yang biasanya dijalankan dalam memberi dan menerima suap. Suap itu harus berupa pemberian dengan sembunyi-sembunyi dan hadiah
yang dirahasiakan, supaya orang yang menerimanya tidak akan disangka
menginginkannya, atau diketahui sudah menerimanya, atau atas kemauan sendiri
berutang budi kepada orang yang telah berlaku salah kepadanya. Jadi, jika itu
dilakukan secara rahasia, maka semua akan baik-baik saja. Janganlah orang
bersikap terlalu terbuka dalam memberikan pemberian, atau menyombong-nyombongkan
diri dengan hadiah-hadiah yang dikirimkannya. Akan tetapi, jika yang diberikan
adalah suap untuk menyelewengkan keadilan, maka itu sungguh memalukan, sehingga
orang-orang yang gemar menyuap sekalipun akan malu dengannya.
Nasehat keempat berkenaan dengan pasangan hidup atau
berbicara tentang perempuan yang suka bertengkar dan pemarah (21:19). Perhatikan dengan baik
bahwa
amarah-amarah yang tidak
dikekang akan merusak dan membuat pahit penghiburan yang dirasakan dalam
hubungan antarsesama. Istri yang suka kesal dan marah-marah membuat hidup
suaminya tidak tenteram, sementara ia seharusnya menjadi penghiburan dan
penolong yang sepadan bagi suaminya itu. Orang-orang yang tidak bisa berdiam
dalam damai dan kasih tidak akan bisa berdiam dalam damai dan kebahagiaan.
Bahkan orang-orang yang sudah menjadi satu daging, jika bersamaan dengan itu
mereka tidak menjadi satu roh, tidak akan merasakan sukacita dalam persatuan
mereka.
Nasehat
ini jelas melalui kalimat ini bahwa: lebih baik tidak berteman sama sekali
daripada berteman dengan orang-orang jahat. Istri yang mengikat perjanjian
denganmu adalah temanmu, namun, jika ia suka marah-marah dan menjengkelkan, lebih baik tinggal di padang gurun seorang
diri, biarpun sering diterpa angin dan cuaca buruk, daripada harus menemaninya.
Orang bisa menikmati Allah dan dirinya sendiri lebih baik di padang gurun
daripada di antara sanak-saudara dan tetangga yang suka bertengkar.
Nasehat kelima berkenaan dengan pergaulan dimana kita
dilarang bergaul dengan orang yang suka marah karena lama kelamaan kita akan
tertular virus marah (22:24). Orang yang lekas gusar ... seorang pemarah. Harfiahnya, seorang tukang
marah ... seorang yang suka murka memiliki fraseologi yang mirip, tetapi
kebalikannya: "Si pemarah ... orang yang lekas gusar." Suatu peringatan
yang bagus supaya jangan menjadi akrab dengan orang yang meledak-ledak. Aturan
tentang persahabatan mengatakan bahwa kita akan menjadi satu dengan teman-teman
kita dan siap melayani mereka. Oleh karena itu kita harus bijak dan waspada
dalam memilih teman, supaya kita tidak melakukan kebodohan dengan mengikatkan
diri sepenuhnya kepada seseorang. Meskipun kita harus bersikap baik terhadap
semua orang, kita harus waspada dengan siapa saja kita harus berteman dan
menjalin keakraban. Di antara bermacam-macam orang, ada yang mudah
dipanas-panasi, mudah tersinggung, dan cenderung suka membalas, yaitu orang
yang ketika amarahnya bangkit tidak peduli lagi akan apa yang dikatakan atau
dilakukannya, tetapi justru menjadi tak terkendali. Orang yang seperti itu
tidak pantas dijadikan rekan atau teman, karena dia akan selalu marah kepada
kita, dan itu akan menjadi masalah bagi kita. Ia akan mengharapkan supaya kita
marah kepada orang lain, sama seperti dirinya, dan itu membuat kita akan
menjadi berdosa.
Alasan
yang bagus di balik peringatan ini: supaya engkau jangan menjadi biasa dengan tingkah lakunya. Kita
akan cenderung menjadi mirip dengan siapa kita bergaul. Hati kita yang jahat
begitu mudah terbakar, sehingga berbahaya jika kita bergaul dengan orang yang
amarahnya meledak-ledak. Ini membuat kita memasang jerat bagi diri kita sendiri,karena amarah merupakan
jerat yang kuat bagi setiap orang, dan sangat mungkin menimbulkan banyak dosa.
Salomo tidak berkata, “Supaya engkau jangan dicaci atau dipukul orang,”
melainkan mengatakan akibat yang lebih buruk lagi, yaitu “supaya engkau jangan
menirunya, menjadi sama dengan dia, lalu menciptakan suatu kebiasaan yang
buruk.”
Nasehat
keenam berkenaan tentang marah dan iri terhadap orang fasik (24:19). Di sini Salomo mengulangi peringatan yang sudah diberikannya
sebelumnya untuk tidak iri hati terhadap segala kesenangan dan keberhasilan
orang fasik dalam jalan-jalan mereka yang fasik. Perkataan ini dikutip dari
Daud ayahnya (Mzm. 37:1). Dalam perkara apa pun kita tidak boleh marah, atau membuat diri kita sendiri tidak tenang, apa pun yang
diperbuat Allah dalam pemeliharaan-Nya. Betapapun tidak selarasnya
pemeliharaan-Nya itu dengan perasaan-perasaan, kepentingan-kepentingan dan
harapan-harapan kita, kita harus menerimanya. Bahkan apa yang menyedihkan kita
janganlah membuat kita marah. Juga, jangan kita memandang
siapa saja dengan mata yang jahat, sebab Allah itu baik. Adakah kita lebih
bijak atau adil daripada Dia? Jika orang fasik makmur, kita tidak boleh
berkeinginan untuk melakukan apa yang mereka lakukan.
Salomo memberikan alasan untuk peringatan ini, didasarkan atas akhir dari jalan yang di dalamnya orang fasik berjalan. Jangan iri hati pada kemakmuran mereka, sebab: Tidak ada kebahagiaan sejati di dalamnya: tidak ada masa depan bagi penjahat. Kemakmurannya hanya berguna bagi kelangsungan hidupnya sekarang. Hanya itu saja kebaikan-kebaikan yang bisa diharapkannya. Selain dari itu, tidak ada kebaikan apa pun yang akan diberikan kepadanya di alam pembalasan. Ia sudah mendapat upahnya (Mat. 6:2). Ia tidak akan mendapat apa pun nanti. Kita tidak perlu iri hati terhadap orang-orang yang mendapat bagian mereka dalam kehidupan ini, dan yang harus meninggalkannya sesudah mereka mati (Mzm. 17:14). Kemakmuran mereka tidak akan berlangsung terus-menerus. Pelita mereka bersinar terang, tetapi sebentar lagi akan padam, dan segala penghiburan mereka akan berakhir (Ayb. 21:14; Mzm. 37:1-2).
F. Kemarahan vs Kesabaran
Selain memberikan teori-teori tentang Kemarahan.
Agaknya di dalam kitab Amsal memberikan sebuah bukti nyata dari orang yang
benar-benar memiliki sifat marah dan orang yang benar-benar memiliki sifat
sabar. Hal ini diamati dari beberapa ayat dalam Amsal yang pertama yaitu: Amsal
14:29 “Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah
membesarkan kebodohan.” Perhatikan dengan baik sikap lemah lembut adalah hikmat. Orang baru bisa disebut memahami
diri, tugas dan kepentingannya, kelemahan sifat manusianya, serta keadaan
masyarakat dengan benar, apabila ia sabar, dan tahu bagaimana harus memaafkan kesalahan orang lain dan
juga diri sendiri, tahu bagaimana harus menangguhkan kemarahannya dan
meredamnya, sehingga tidak terpancing sampai kehilangan jiwanya sendiri. Orang
yang lemah lembut dan sabar benar-benar patut disebut orang yang cerdas, yang
belajar tentang Kristus, yang adalah Hikmat itu sendiri.
Hawa
nafsu yang tidak terkendali sama saja dengan mengungkapkan kebodohan
sendiri: Siapa yang cepat marah,
yang hatinya mudah tersulut oleh hasutan dan terbakar, biasanya menyangka bahwa
dengan sifat ini ia telah memegahkan diri dan membuat orang lain terkagum-kagum
kepadanya, padahal sebenarnya dia hanya membesarkan kebodohannyasendiri. Ia mengungkapkan kebodohannya
sendiri, seperti orang yang mengangkat tinggi-tinggi sesuatu sehingga terlihat
oleh semua orang, dan menyerahkan diri di bawah kebodohannya itu, seperti orang
yang tunduk di bawah suatu pemerintahan.
Baca juga: Bersukacita di dalam penderitaan
Kedua, “Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi
orang yang sabar memadamkan perbantahan.” (15:18). Di sini kita membaca perihal, Nafsu amarah yang besar.
Dari sanalah datangnya sengketa dan
pertengkaran. Amarah menyulut api yang membakar kota-kota dan
gereja-gereja. Si pemarah, dengan
celaan kejengkelan yang penuh hawa nafsu, membangkitkan pertengkaran, dan membakar hati banyak orang
melalui telinga mereka. Ia memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
berbantah dan mengambil kesempatan yang diberikan oleh orang lain, meskipun
untuk hal-hal yang begitu sepele. Pada waktu orang terlampau jauh
memperturutkan kemarahannya, satu pertengkaran akan menimbulkan pertengkaran
lainnya.
Kelembutan hati adalah pembawa damai yang terbesar. Orang yang lambat untuk marah bukan saja mencegah perselisihan supaya tidak berkobar, tetapi memadamkan api jika terlanjur menyala, menyiram air ke dalam kobaran api, menyatukan kembali mereka yang telah berselisih dan dengan cara-cara lembut membawa mereka kepada kesepakatan bersama demi perdamaian.
Posting Komentar untuk "Eksposisi Kitab Amsal: Sikap Marah"