Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Khotbah Kristen: Kriteria Persembahan Yang Benar (Roma 12:1-2)

Romans 12:1-2 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. 

Persembahan yang benar adalah dengan mempersembahkan tubuh kita kepada Allah, di mana tidak ada cara lain yang berkenan kepada Allah, selain memberikan tubuh kita sebagai persembahan yang benar. Roma 6:12-14 mengatakan: “Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.”  

Mengapa kita harus mempersembahkan tubuh kita kepada Allah? Karena kita tidak lagi di bawah kuasa kutuk dosa, tetapi di bawah kasih karunia. Kasih karunia ini nyata dalam salib Kristus, di mana melalui pengorbanan-Nya kita dibenarkan, disucikan, dan dikuduskan. Pengudusan ini hanya bisa dikerjakan oleh Tuhan, inilah yang disebut pengudusan pasif. Sementara pengudusan aktif yang mengerjakan adalah kita yang telah dikuduskan oleh darah Kristus, yaitu dengan cara mempersembahkan tubuh kita kepada Allah, guna pengudusan jiwa kita (bnd. 1 Pet. 1:22).

Dalam Perjanjian Lama mempersembahkan korban dari binatang bertujuan untuk menguduskan seseorang yang berdosa, di mana darah yang dicurahkan tersebut meredakan murka Allah dan menyucikan orang tersebut dari dosa-dosa yang telah diperbuat. Demikian pula mempersembahkan tubuh kita kepada Tuhan adalah bertujuan untuk menguduskan jiwa kita. Sekali lagi ini adalah pengudusan aktif (progresif) yang harus dikerjakan oleh orang percaya sebagai konsekuensi dari pengudusan yang telah dilakukan Tuhan Yesus kepada orang berdosa. Inilah yang disebut “demi kemurahan Allah..” yang menjadi dasar kita mempersembahkan tubuh kita kepada Allah.

Oleh sebab itu, Paulus dalam surat kepada jemaat Roma sangat mendorong jemaat untuk mempersembahkan tubuhnya kepada Allah. Paulus menasihati dan sekaligus menghibur orang percaya di Roma untuk mempersembahkan tubuh kepada Allah, sebab inilah cara yang benar kita menyembah atau mengabdi atau beribadah kepada Allah. Bukan hanya sepersepuluh, seperduapuluh, seperlimapuluh yang menjadi milik Tuhan. Tetapi segenap hidup milik Allah, sepenuhnya milik Allah. Totalitas hidup kita, adalah untuk hormat kemuliaan Allah (bnd. 1 Kor. 6:20). 

Apa yang menjadi kriteria dalam mempersembahkan tubuh kita kepada Allah?

1. Persembahan yang hidup

Kata “hidup” dalam ayat ini memakai kata ζῶσαν  (zosan). Kata ini merupakan kata kerja participle present active accusative feminine singular dari kata dasar ζάω (Zao). Kata ini memiliki pengertian hidup dari kehidupan natural, hidup yang berasal dari Tuhan yang merupakan Sumber Kehidupan, dan hidup dari kehidupan sebagai anak Allah. Pengertian ini menunjukkan “hidup” yang telah mengalami kelahiran kembali atau hidup dalam kehidupan yang baru, di mana hidup ini adalah hidup yang diberikan oleh Tuhan setelah orang tersebut dibenarkan dan disucikan oleh Tuhan. Orang percaya ini diberikan kehidupan yang bersumber dari Tuhan, sehingga mereka disebut anak-anak Allah. Kata “hidup” ini sekali lagi bukan berbentuk kata sifat, tetapi kata kerja partisip, yang memberikan pengertian kepada kita bahwa suatu persembahan yang kita bawa kepada Allah adalah suatu tindakan yang hidup, di mana tubuh kita sedang mengerjakan kehidupan sebagai anak-anak Allah. 

Dalam ayat sebelumnya menjelaskan bahwa: “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Rm. 11:36). Kehidupan baru adalah dari Yesus, dan oleh karena pengorbanan-Nya kita hidup. Hidup yang baru ini adalah hidup yang dibangkitkan oleh Roh Kudus (Rm. 8:11). Dan karena kita hidup bagi Allah, maka “kita telah mati bagi dosa” (Rm. 6:11). Sudah sepatutnya kehidupan yang sudah diberikan Allah kepada orang percaya, dipersembahkan kembali kepada Allah untuk hormat kemuliaan nama-Nya. Hidup di sini bukan sekedar hidup asal hidup, tetapi hidup yang dikerjakan secara terus-menerus sebagai anak-anak Allah. Inilah persembahan yang harus dikerjakan oleh orang percaya yang berbeda dengan korban Perjanjian Lama yaitu korban binatang yang sudah disembelih (mati).

Jadi persembahan yang hidup adalah penyerahan diri total untuk menempuh hidup baru, yang menjauhi dosa dan menentang kuasa dosa. Hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus untuk melakukan kehendak Allah.

2. Persembahan yang kudus

Kriteria kedua dari mempersembahkan tubuh kepada Allah adalah “kudus”. Kata “kudus” di sini memakai kata ἁγίαν (hagian), di mana kata ini merupakan kata sifat yang berarti “dipisahkan untuk Allah atau dipisahkan untuk pekerjaan Allah, dikhususkan untuk tujuan Allah, baik secara moral dan seremonial kudus. Jadi tubuh yang dipersembahkan harus terpisah dari cara hidup dunia. Tubuh ini tidak lagi dipakai untuk dunia, kedagingan atau dosa, tetapi kesediaan kita orang percaya untuk digunakan oleh Allah sesuai dengan tujuan Allah. Dalam hal ini kudus adalah suatu proses dalam kehidupan mempersembahkan tubuh kepada Allah.

Seorang yang telah mempersembahkan tubuhnya kepada Allah, tujuan hidupnya pasti berubah. Bukan untuk tujuan diri sendiri, tetapi tujuan Allah. Hidup ini bukan untuk ambisi pribadi, tetapi untuk menggenapkan tujuan Allah dalam kehidupan kita. Sebab kita telah dipisahkan dari dosa dan sekarang kita adalah milik Allah sepenuhnya yang digunakan untuk tujuan-tujuan Allah. 

Di bagian lain Paulus memakai istilah ἁγιασμός (hagiasmos) yang memiliki pengertian pengudusan (Rm. 6:19, 22). Jadi seorang Kristen harus berupaya sedemikian rupa untuk terus-menerus hidup semakin sesuai dengan kehendak Allah yang menjadi pemilik kehidupannya dan tuan atas hidupnya. Inilah yang disebut semakin serupa dengan gambaran Anak-Nya (Rm. 8:29). 

3. Persembahan yang berkenan

Kriteria ketiga adalah persembahan yang berkenan. Kata “berkenan” dalam ayat ini memiliki pengertian menyenangakan, dapat diterima atau persembahan yang pantas kepada Allah. Hal ini serupa dengan konsep “tidak bercela” dalam konteks persembahan korban. Memberikan tubuh kita untuk kesenangan Tuhan. Memberikan hidup kita untuk kepuasan Tuhan. Tidak memberikan yang pantas kepada Allah, merupakan penghinaan terhadap kekudusan Allah. 

Kesimpulan

Akhirnya Paulus menulis dalam ayat 1: “itu adalah ibadahmu yang sejati”. Kata ibadah ini memiliki pengertian melayani atau bekerja, baik dalam arti umum maupun bekerja sebagai pelayan atau hamba, bekerja sebagai tawanan, dan bekerja melayani Tuhan. Dalam konteks ini ibadah adalah sama dengan bekerja atau melayani Tuhan sebagai seorang hamba. Hal ini menunjukkan bahwa kita harus menjadikian diri kita sebagai abdi Allah atau hamba Tuhan. Mempersembahkan tubuh kepada Allah sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan berkenan atau menyenangkan Allah adalah sama dengan kita melayani pribadi Allah. 

Inilah ibadah yang sejati. Artinya ibadah yang “bersifat rohani”, persembahan yang dilakukan bukan melalui ritual dengan membawa korban binatang yang mati, tetapi persembahan yang hidup, kudus dan menyenangkan hati Allah. Sebab Allah menginginkan kehidupan kita yang hidup dalam kasih dan melayani pribadi Allah, buka prosedur ritual resmi yang tidak berpengaruh pada kehidupan sehari-hari. Ibadah yang bukan sekedar ritual atau rutinitas belaka, tetapi ibadah yang melibatkan segenap hidup hanya bagi Allah Sang Pemilik hidup kita.

Posting Komentar untuk "Khotbah Kristen: Kriteria Persembahan Yang Benar (Roma 12:1-2)"