Renungan Kristen: Kehidupan Orang Percaya adalah Penugasan Sementara
Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya. (Fil. 3:20-21)
Alkitab berulangkali menjelaskan tentang kehidupan di bumi ini dengan kehidupan sementara di negara asing. Dunia ini bukanlah rumah permanen atau tujuan akhir dari hidup kita. Kita hanya lewat, atau hanya berkunjung di bumi ini. Alkitab memakai banyak istilah yaitu mahkluk asing, peziarah, orang asing, pendatang, pengunjung, dan musafir untuk menggambarkan keberadaan yang singkat di bumi. Daud berkata , “Aku ini orang asing di dunia” (Maz. 119:19).
Dalam 2 Korintus 5:20 menjelaskan bahwa sebagai pengikut Kristus Paulus dan orang percaya disebut utusan-utusan Allah. Kata “utusan-utusan” dalam ayat tersebut memiliki pengertian sebagai duta besar atau perwakilannya Kristus. Duta besar atau wakil Kristus di sini adalah sebuah tugas yang harus dilakukan secara totalitas setiap hari. Dalam pengertian umum duta besar adalah wakil diplomatik tertinggi suatu negara yg mewakili pemerintah suatu negara di negara lain. Salah satu fungsi duta besar adalah untuk mempresentasikan atau memperkenalkan bangsa sendiri kepada bangsa lain.
Sebagai duta besar Indonesia harus memperkenalkan budaya indonesia, nilai kesopanan dan adat ketimuran yang menjadi ciri khas dari budaya Indonesia. Sama halnya duta besar Kristus kita memiliki tugas kita di dunia ini adalah sebagai agen pendamai antara dunia dengan Allah. Sebagai ciptaan baru atau orang yang telah dilahirbarukan kita adalah duta besar yang memiliki misi mempresentasikan Kerajaan Allah kepada semua orang.
Orang-orang percaya harus memiliki ciri khas yang berbeda, baik cara pikir, perilaku dan budaya yang berbeda dengan dunia atau orang yang tidak percaya Yesus. Sebab tanah air kita bukanlah dunia ini, tetapi surga. Kita adalah warga kerajaan surga yang memiliki budaya dan cara hidup yang berbeda jauh dengan kehidupan di dunia ini. Identitas kita ada dalam kekekalan dan tanah air kita adalah surga.
Apabila kita memahami kebenaran ini, kita tidak akan pernah khawatir tentang segalanya di bumi. Tuhan dengan jelas dan terus terang tentang bahaya hidup untuk tinggal di dunia ini dan tentang mengadopsi budaya dan kebiasaan dunia ini yang berbeda jauh dengan realitas surga. Kebanyakan kita bukannya mempengaruhi dan mempresentasikan Kerajaan Allah, tetapi kita justru yang terpengaruh dan terkontaminasi dengan budaya dunia ini. Kita lebih mudah dipengaruhi daripada mempengaruhi. Apabila hal ini kita lakukan, kita bukanlah seorang duta besar Allah, tetapi pemberontak (Yak. 4:4).
Sekali lagi, kita memiliki tugas sebagai duta-duta Kerajaan Allah. Namun sedihnya banyak orang Kristen telah mengkhianati Raja mereka dan kerajaan-Nya. Dengan bodohnya mereka menyimpulkan bahwa karena mereka mereka tinggal di bumi, itu adalah rumah mereka. Alkitab jelas mengatakan: “Saudara-saudari yang saya kasihi, kita ini seperti pendatang dan orang yang tidak menetap di dunia ini. Karena itu saya mohon supaya kalian masing-masing tidak mengikuti keinginan-keinginan badanimu yang jahat. Keinginan-keinginan itulah yang berperang melawan keinginan jiwa kita”. (TSI 1 Pet, 2:11). Dunia ini bukan rumah kita, jadi jangan nyaman tinggal di rumah orang lain. Jangan pula manjakan ego kita dengan mempertaruhkan jiwa kita. Tuhan meminta kita untuk tidak terikat dengan dunia ini , sebab apa yang ada di dunia ini itu bersifat sementara.
Apabila kita melihat keadaan dunia ini, mata kita makin dihiburkan dan disenangkan , bahkan dimanjakan dengan berbagai macam atraksi yang menarik, media yang semakin maju, bahkan materi dan karier yang membuat kita melupakan tujuan hidup kita. Seorang yang memahami bahwa hidup ini adalah sebuah ujian, kepercayaan, dan penugasan sementara , kita akan mampu melepaskan diri dari cengkraman kesenangan dunia ini.
Faktanya bahwa bumi bukanlah rumah kita, sehingga jelas bahwa sebagai pengikut Kristus kita mengalami kesulitan dan penderitaan, bahkan penolakan di dunia ini. Yohanes 15:19 mengatakan bahwa “Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.” (ITB), bnd. “Kalau kamu masih bersatu dengan pikiran orang-orang duniawi, pasti mereka senang sama kamu, karena kamu masih berpihak kepada mereka. Tetapi kamu tidak lagi berpihak kepada mereka, karena Aku sudah memilih kamu dari antara mereka. Itulah sebabnya mereka membencimu”.
Tuhan menginjinkan kita untuk mengalami hal-hal yang pahit dalam dunia ini. Tuhan mengijinkan kita mengalami ketidakpuasan dalam hidup yang sementara ini. Tuhan mengijinkan kita untuk tidak sepenuhnya bahagia karena memang kita bukan dari dunia ini. Bumi bukanlah rumah kita; kita diciptakan untuk sesuatu yang lebih tinggi dari segalanya yang ada di dunia ini, yaitu surga. Sama seperti seekor ikan tidak akan pernah berbahagia tinggal di darat, karena memang ikan diciptakan untuk hidup di dalam air. Seekor rajawali tidak akan pernah puas kalau tidak diperbolehkan terbang. Dan kita tidak akan pernah puas di bumi, karena kita diciptakan untuk menjadi penghuni surga. Memang ada saat-saat bahagia di dunia ini, tetapi tidak akan pernah bisa menyamai dengan kebahagian di dunia yang akan datang.
Menyadari bahwa hidup di bumi hanyalah suatu penugasan sementara seharusnya secara radikal mengubah nilai-nilai hidup kita. nilai-nilai kekal, bukan sementara , haruslah menjadi faktor penentu bagi keputusan-keputusan kita.
C. S. Lewis berkata: “semua yang tidak kekal tidak berguna dalam kekekalan.”
Kesalahan fatal ketika kita menganggap bahwa sasaran atau tujuan hidup kita di bumi adalah untuk memperoleh kesejahteraan materi atau keberhasilan prestasi, seperti yang didefinisikan dunia. Hidup berkelimpahan tidak ada kaitanya dengan kelimpahan materi dan kesetiaan kepada Tuhan tidak memberikan jaminan keberhasilan karier atau bahkan pelayanan. Jangan fokus dengan mahkota-mahkota sementara. Perhatikan Paulus yanga adalah seorang yang setia, tetapi berakhir dalam penjara. Yohanes pembaptis juga setia, tetapi berakhir dengan dipenggal kepalanya. Jutaan orang setia telah menjadi martir, kehilangan segalanya, atau mengakhiri hidup dengan tidak membanggakan. Tetapi akhir hidup bukanlah akhir sebenarnya.
Saya tutup dengan sebuah kisah dari seorang misionaris tua yang sudah pensiun dan pulang ke Amarika bersama rombongan presiden Amarika Serikat. Presiden itu dielu-elukan rakyat dan disambut dengan meriah bahkan drum band militer, karpet merah dan spanduk yang menyatakan penghormatan penuh kepada sang Presiden. Misionaris tua itu menyelinap turun dari pesawat dan merasa kasihan kepada dirinya sendiri, bahkan marah terhadap dirinya sendiri, sehingga membuat Misionaris tua ini mengeluh kepada Tuhan. Kemudian Tuhan dengan lembut mengingatkan Misionaris ini.. “Anak-Ku, engkau masih belum sampai di rumah”.
Saudara yang terkasih dalam Tuhan, kita tidak dua detik atau satu jam di surga. Oleh sebab itu, tidaklah penting untuk menganggap penting hal-hal yang sementara saja. Saat ini mari kita koreksi diri dan berkata kepada diri sendiri: “Apakah yang aku lakukan saat ini berdampak untuk kehidupan kekal?? Apakah hidupku sudah berfokus pada kekekalan? Ketika saudara masih banyak mengalami pergumulan hidup, ujian pencobaan, ingatlah kita belum sampai ke rumah. Pada saat kematian, kita tidak meninggalkan rumah, tetapi pulang ke rumah.
Posting Komentar untuk "Renungan Kristen: Kehidupan Orang Percaya adalah Penugasan Sementara"