Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makna Inkarnasi Yesus (Eksposisi Filipi 2:6-11)

Sekarang Paulus melanjutkan dengan menggambarkan kerendahan hati Yesus dalam penghinaan-Nya, sehingga kita dapat memahami apa artinya “Memiliki pikiran Kristus”. Paulus mulai dengan menekankan bahwa Yesus Kristus memiliki esensi sifat Allah dari segala kekekalan. Ayat 6 mengatakan: ὃς ἐν μορφῇ θεοῦ ὑπάρχων, οὐχ ἁρπαγμὸν ἡγήσατο τὸ εἶναι ἶσα θεῷ, (hos en morphe theou huparchon, ouk harpagmon hegesato to einai isa theo). Dalam terjemahan LAI mengatakan: “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,”. Kata ὃς (hos) memiliki bentuk adjective pronoun relative nominative masculine singular, yang diterjemahkan “who” (siapa). Hal ini menunjuk satu subject yaitu Yesus Kristus sebagai teladan. 

Kata selanjutnya adalah ἐν μορφῇ θεοῦ (en morphe Theou). Dalam teks LAI kata morphe diterjemahkan “rupa”. Kata ini sebenarnya memiliki pengertian bukan saja bentuk atau rupa, tetapi juga natur (kodrat). Kata morphe juga mengacu mengacu pada sifat atau karakter sesuatu dan menekankan baik bentuk internal maupun eksternal. Dengan kata lain morphe mengacu pada tampilan luar dari realitas batin atau bentuk esensial dari sesuatu yang tidak pernah berubah. Morphe adalah bentuk esensial yang tidak pernah berubah yang bertolak belakang dengan skema kata serupa yang menggambarkan bentuk lahiriah yang berubah dari waktu ke waktu dan dari keadaan ke keadaan. Paulus dalam menggunakan morphe dengan jelas mengajarkan bahwa Yesus Kristus dalam keadaan prainkarnasi Yesus Kristus. Jadi kata en morphe Theou menunjuk kepada “natur Allah” atau “sifat hakiki dari Allah”. Hal ini membuktikan bahwa Yesus memiliki sifat-sifat KeAllahan atau natur Allah. 

Inkarnasi Yesus ditegaskan dari kata ὑπάρχων (huparchon).  KJV: “being in the form of God” (ada dalam rupa Allah). Kata “being” itu dalam bahasa Yunani adalah huparchon dan ini menggambarkan seseorang sebagaimana adanya secara hakiki dan hal itu tidak bisa berubah. Karena itu, kalau dikatakan bahwa Yesus itu “being in the form of God”, maka itu berarti bahwa Yesus adalah Allah dan ini tak bisa berubah. Ketidak-bisa-berubahan ini ditunjukkan oleh bentuk present participle dari kata huparchon tersebut. Jadi Yesus Kristus adalah Allah yang kekal, tidak berubah, keberadaan yang terus-menerus sebagai Allah. Sejak dalam kekekalan Yesus adalah Allah. Allah memang mempunyai sifat tidak bisa berubah (Mal. 3:6 Maz. 102:26-28 Yak. 1:17), karena kalau Allah bisa berubah, itu menunjukkan bahwa Allah tidak sempurna. 

Kalimat yang sangat kuat yang menunjukkan bahwa Yesus memiliki kesamaan (equal) dengan Allah terdapat dalam kalimat τὸ εἶναι ἶσα θεῷ (to einai isa Theo). Kata τὸ εἶναι (to eninai) berkasus  present active accusative diterjemahkan to be (menjadi). Kata itu merupakan jemabatan untuk menghubungkan kata isa theo. Kata isa merupakan keterangan dari kata isos yang berarti “sama; setara” dengan Allah. Kata ini menunjuk keberadaan Yesus Kristus yang sama dengan Allah atau setara dengan Allah. Kalimat ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan hal ini menunjuk ketritunggalan Allah. 

Anak Kalimat berikutanya adalah οὐχ ἁρπαγμὸν (ouk harpagmon) kata ouk berarti tidak. Kata harpagmon  berasal dari kata harpagmos yang secara harafiah berarti barang-barang rampasan. Kata harpagmon berhubungan dengan kata harpazo yang berarti merenggut dengan paksa. Dalam teks LAI diterjemahkan “mempertahankan”. Jadi frase “tidak mempertahankan” menunjukkan bahwa Tuhan Yesus tidak merampas atau melakukan tindakan paksa, melainkan dengan kerelaan, bahwa Yesus Kristus telah melepaskan sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian milik-Nya. 

Ditegaskan lagi dengan kata ἡγήσατο (hegesato), di mana kata ini merupakan kata kerja indicative aorist middle deponent 3rd person singular, yang berarti memperhitungkan, menghargai atau menganggap mulia. Dalam LAI diterjemahkan “menganggap”. Kata ini merupakan pertimbangan yang melibatkan pemikiran yang cermat dan bukan keputusan yang cepat. Ini melibatkan penilaian sadar yang didasarkan pada pertimbangan fakta yang disengaja yang diterjemahkan “harga diri” dalam Filipi 2: 3. Teks ini menyimpulkan bahwa Yesus tidak menganggap keberadaan-Nya yang mulia sebagai sesuatu yang berharga, untuk dipertahankan, tetapi dengan rela melepasnya. Yesus rela kehilangan harga diri-Nya, Yesus rela kehilangan reputasinya dan dengan sungguh-sungguh menyerahkan kehidupan-Nya untuk menggenapkan rencana Bapa.

Ayat 6 ini hendak menjelaskan bahwa Tuhan Yesus telah melepaskan hak-Nya sebagai Anak Allah. Sikap seperti ini ditunjukkan sejak Ia memberi diri dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Hal ini dilakukan Tuhan Yesus agar menggenapkan kehendak Bapa. Selain itu Paulus hendak menunjukkan kerendahan hati Tuhan Yesus, bahkan Yesus rela menjadi terhina supaya manusia berdosa dapat diselamatkan. Inilah yang harus diteladani oleh orang percaya untuk memiliki pola pikir dan pola tindak yang seirama dengan Tuhan. 

Selanjutnya di ayat 7 tertulis ἀλλὰ ἑαυτὸν ἐκένωσεν μορφὴν δούλου λαβών, ἐν ὁμοιώματι ἀνθρώπων γενόμενος· καὶ σχήματι εὑρεθεὶς ὡς ἄνθρωπος (alla heaton ekenosen morphen doulou labon, en homoiomati antropon genomenos kai schemati euretheis os antropos). Dalam terjemahan LAI: “melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”. Kata ἀλλὰ (alla), seharusnya diterjemahkan “tetapi” atau “sesungguhnya”, namun di dalam LAI diterjamahkan “melainkan”. Kalimat ini menunjuk pertentangan dengan kalimat sebelumnya. Kata ini menjadi penghubung kalimat yang hendak menunjuk sesuatu yang controversial. 

Anak kalimat ἑαυτὸν ἐκένωσεν (heauton ekenosen) adalah kata-kata yang sangat penting. Dari dua kata itulah terbangun konsep pengosongan diri Tuhan Yesus (kenosis). Kata heauton yang berarti “diri sendiri” (himself), di mana menekankan bahwa Yesus sendiri yang melakukan suatu tindakan, bukan orang lain atau karena orang lain. Adapun kata ekenosen, berasal dari akar kata keno yang berarti: membuat diri sendiri kosong, membuat diri sendiri kehilangan reputasi, kosong, tidak punya effect. Kata ini juga berarti sepenuhnya menghilangkan elemen status tinggi atau peringkat dengan menghilangkan semua hak istimewa atau hak prerogatif yang terkait dengan status atau peringkat tersebut. Dalam hal ini Yesus bertindak membuat dirinya sendiri tidak memiliki reputasi atau mengosongkan diri-Nya. Dalam bahasa Inggris “made himself of no reputation”. Dari kata heauton ekenosen terbangun teori kenosis yang merupakan esensi dari perendahan diri Yesus Kristus yang luar biasa. 

Baca juga: Bukti Yesus adalah Allah dan Tuhan.

Teks ini juga menjelaskan tentang “mengambil rupa seorang hamba” atau μορφὴν δούλου λαβών (morphen doulou labon). Kata morphen sendiri menunjuk suatu natur. Kata labon  yang berarti mengambil menunjukkan bahwa peristiwa tersebut sudah terjadi dan telah berlangsung. Kata ini hendak menjelaskan bahwa Yesus telah (sudah terjadi) dengan rela atas kehendak-Nya sendiri mengambil rupa atau menerima suatu keadaan dalam bentuk manusia (memiliki nature manusia). Kata “Mengambil” tidak menyiratkan suatu pertukaran tetapi menambahkan sesuatu, sehingga Paulus mengajarkan bahwa Tuhan tidak mengesampingkan nature Tuhan dan tidak berhenti menjadi Tuhan, tetapi Dia menambahkan “bentuk” manusia. Sementara kata doulou merupakan suatu kata yang ekstrem digunakan untuk Tuhan Yesus Kristus. Kata ini berarti budak, orang yang terbelenggu oleh tugas atau hamba. Hal ini adalah berbanding terbalik dengan keadaan yang semula, di mana Yesus adalah Allah yang memiliki kuasa dan tempat yang paling tinggi, tetapi berinkarnasi dan mengambil rupa seorang hamba, yang notabene adalah bentuk yang paling rendah. Yesus yang ada di tempat paling tinggi rela merendahkan dirinya sampai taraf yang paling rendah. Inilah suatu hal yang luar biasa dari Allah kita. Dia rela terhina dan menderita demi kita manusia berdosa. 

Selanjutnya anak kalimat ἐν ὁμοιώματι ἀνθρώπων γενόμενος (en homoiomati antropon genomenos). Dalam terjemahan LAI “dan menjadi sama dengan manusia”. Kata homoioma menunjukan “keserupaan; atau sama”, hal ini sangat penting, karena ini menunjukkan bahwa Yesus adalah manusia sejati tetapi bukan manusia yang berdosa. Kata antropon berarti manusia. Keteragan ini menunjuk manusia pada umumnya atau manusia biasa, bukan manusia setengah dewa dan sebagainya. Kata genomenos adalah kata kerja yang memiliki keterangan aorist middle deponent nominative masculine singular, berasal dari kata ginomai. Kata ini memiliki pengertian “menyebabkan menjadi”, dalam hal ini Yesus sendiri telah menjadi penyebab dari suatu kejadian atau bentuk baru. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus telah membuat diri-Nya sendiri menjadi sama dengan manusia dalam wujud nyata, bukan tubuh maya.

Filipi 2:8 dalma teks Yunani mengatakan καὶ σχήματι εὑρεθεὶς ὡς ἄνθρωπος 8  ἐταπείνωσεν ἑαυτὸν γενόμενος ὑπήκοος μέχρι θανάτου, θανάτου δὲ σταυροῦ. (kai schemati heuretheis os antropos etapeinosen eauton genomenos hupekoos mechri thanatou, thanatou de staurou). Teks LAI: “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib”. Filipi 2:8 dimulai dengan kata dan atau kai,  kata ini menjadi penghubung dari ayat sebelumnya. Kata σχήματι (schemati) bisa berarti figure kondisi luar. kata ini menunjukkan bahwa Yesus mati di atas kayu salib bukanlah tubuh fiktif (maya), tetapi fisik-Nya secara jasmani mengalami kematian karena salib. Dalam ayat 8 terdapat kata heuretheis yang berasal dari kata heurisko, yang berarti menemukan, penemuan, mendapatkan. Teks LAI: “sebagai”. Dalam teks ini menjelaskan bahwa dalam keadaan sebagai manusia Ia merendahkan diri. Kata ini sungguh-sungguh menerangkan bahwa Yesus menjadi manusia. 

Tiga kata Yunani digunakan untuk menggambarkan penampilan luar Kristus: (1) Morphe (bentuk), mengacu pada sifat ilahi dan atribut dalam manifestasinya. Bentuk Allah berbeda dengan bentuk seorang hamba (ayat 7) atau manifestasi Kristus dalam substansi dan atribut seorang hamba. (2) Homoiomati (kemiripan), yang berarti bahwa Kristus dibuat seperti orang lain dalam atribut dan manifestasi-Nya yang esensial sebagai manusia sejati (ayat 7). (3) Schemati (mode), mengacu pada manifestasi luar dan karakteristik manusia yang lebih transien (ay. 8). Penggunaan tiga kata bersama menegaskan bahwa Kristus berasal dari kekekalan di masa lalu, hal ini menunjukkan bahwa Allah itu dalam substansi, atribut, dan manifestasi. Menjadi inkarnasi Dia adalah semua yang diperlukan untuk kemanusiaan yang sejati terlepas dari dosa. Dalam penampilan dia tampak seperti pria dan bertindak seperti pria. Dalam keadaan menjelma-Nya, Kristus terus menjadi Tuhan dalam bentuk manusia. Setelah kenaikan dan pemuliaan-Nya, Dia terus menjadi manusia yang terpisah dari dosa, batasan, dan karakteristik manusia yang hanya berkaitan dengan kehidupan ini.

Selain itu kata penting dalam ayat ini adalah “merendahkan diri-Nya” kata ini diambil dari kata etapeiinosen. Kata ini adalah kata kerja indicative aorist active 3rd singular, dari akar kata tapeino yang berarti kesediaan Tuhan Yesus untuk merendahkan diri dengan kerelaan. Hal ini ditegaskan dengan kata heauton yang diterjemahkan “diri sendiri”. dalam bagian ini Yesus dengan keinginan diri-Nya sendiri untuk merendahkan diri. 

Kerendahan hati Tuhan Yesus semakin jelas dengan menjadi taat. Kata “taat” ini diambil dari kata  hupekoos yang berarti: taat, tunduk, mendengarkan. Ketaatan ini bukanlah sesuatu yang dipaksakan melainkan sesuatu yang timbul dalam diri Tuhan Yesus. Hal ini dipertegas dengan kata genomenos yang memiliki keterangan aorist middle deponent nominative masculine, yang berarti “having become” atau menjadi. Kata ini hendak menunjukkan bahwa Yesus menjadi rendah hati dan mengekspesikan-Nya dengan ketaatan dan hal ini sudah berlangsung atau sudah terjadi sebagai fakta historis. Ketaatan Yesus dalam rupa manusia sudah terbukti dan sudah terjadi. 

Ketaatan Yesus ini tidak bersyarat. Ketaatan Kristus adalah ketaatan sampai mati, bahkan mati di atas kayu salib. Hal ini terlihat dai teks mechri thanatou, thanatou de staurou. Kata mechri berarti unto (sampai). Kata ini merupakan preposition dengan kasus genitive yang menunjukkan klimaks, atau goal dari tujuan yang dikerjakan Tuhan Yesus. Dan ternyata puncak atau goalnya adalah mati. Kata “mati” menggunakan kata thanatou yang berarti mati secara jasmani. Surat Filipi menyatakan bahwa Yesus mati, bahkan mati di atas kayu salib. Kematian di atas kayu salib adalah kematian yang sangat keji. Hal ini sangat penting karena berhubungan dengan kerendahan hati Yesus yang diekspresikan dengan ketaatan yang luar biasa. 

Akibatnya: Allah meninggikan Dia (ay 9-11). Sebagian dari peninggian atau pemuliaan itu sudah terjadi, yaitu pada waktu Yesus bangkit, naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah. Tetapi peninggian / pemuliaan yang dilukiskan dalam ay 10-11, di mana setiap lutut akan bertelut di depan Yesus dan setiap lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, baru akan terjadi pada saat Yesus datang kembali untuk ke dua kalinya. 

Makna Inkarnasi Yesus adalah Yesus mengajarkan orang percaya untuk senantiasa hidup dalam kerendahan hati, tidak mementingkan diri sendiri (tidak egois), dan rela berkorban bagi banyak orang. 

Posting Komentar untuk "Makna Inkarnasi Yesus (Eksposisi Filipi 2:6-11)"