Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Kristen Tentang Tabur-Tuai (Gal. 6:7-10)

Secara umum banyak orang mengartikan “Hukum Tabur-Tuai”, yakni semakin banyak kita MEMBERI (menanam), maka semakin banyak pula kita akan MENERIMA (memetik) atau semakin banyak kita memberikan, kita justru akan mendapat lebih banyak lagi. Konsep ini adalah konsep secara umum yang kita pahami. 

Ada pula konsep yang hampir mirip dengan tabur tuai yaitu “karma”. Istilah “karma” berasal dari Bahasa Sansekerta. Secara hurufiah kata ini berarti “tindakan”, tetapi dalam penguraiannya, karma tidak hanya dikaitkan dengan tindakan. Pikiran, perkataan, dan motivasi juga sangat diperhitungkan dalam karma. Konsep tentang karma diajarkan dalam beberapa agama timur, termasuk Hindu dan Budha. Walaupun penjelasan detil di tiap kepercayaan cukup variatif, namun konsep dasar di dalamnya tetap sama. Karma merujuk pada sebuah hukum sebab-akibat. Tindakan (termasuk pikiran, kelakuan, motivasi, dan perkataan) seseorang akan  mempengaruhi keadaan orang itu di kehidupan selanjutnya. Kehidupan futuris ini sangat berhubungan dengan konsep reinkarnasi, yaitu kehidupan berulang sampai seseorang mencapai “kesempurnaan” (dibebaskan dari siklus kehidupan yang berulang). Apabila seseorang telah banyak melakukan perbuatan baik selama hidupnya, maka pada kehidupan selanjutnya di dunia ini orang itu akan memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi. Begitu pula dengan yang melakukan perbuatan kejahatan.

Berdeba halnya dengan konsep tabur tuai yang terdapat dalam Galatia 6:7-10 “7 Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.8 Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu. 9 Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.10 Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.” (Gal. 6:7-10 ITB).

Paulus mengawali kalimatnya di ayat tujuh dengan perkataan “jangan sesat” di mana Paulus sedang menjawab tuduhan-tuduhan para guru-guru agama Yahudi yang suka memegahkan diri, sebab mereka merupakan orang yang suka menghakimi dan menonjolkan diri mereka sendiri. Para guru-guru Yahudi ini suka berbicara tentang hukum-hukum dan peraturan-peraturan keagamaan, yang nampaknya rohani, tetapi sebenarnya hampa secara rohani. Ini merupakan ciri-ciri orang yang masih hidup dalam daging atau bisa dikatakan bahwa orang tersebut bukanlah orang Kristen. Sebab mereka justru mengacaukan iman Kristen dengan menekankan sunat (suatu tanda lahiriah), tetapi mereka tidak bersedia meneima disiplin rohani sebagai bagian dari pemeliharaan hukum Taurat. Ketidakkonsistenan inilah yang dikecam oleh Paulus dengan berkata: “...Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya”. Selanjutnya Paulus mengatakan: “Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya,..”. 

Para guru-guru agama Yahudi ini, yang seharusnya mengajarkan hikmat Allah dan yang melayani Allah justru mencemooh pelayan Tuhan. Dalam bagian ini Paulus menjelaskan bahwa kalau seseorang menabur dalam daging, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya. Kata “daging” dalam konteks ini memiliki pengertian kehidupan manusia pada umumnya, atau lebih khususnya kehidupan dan perbuatan yang bukan Kristen. Pemakaian kata daging dalam bentuk negatif muncul dalam tulisan Paulus yang mengulas tentang aspirasi, nilai, dan perilaku manusia yang tidak ditolong dan dicerahkan oleh Roh Kudus. Dalam teks-teks Paulus, daging dikontraskan dengan Roh Kudus untuk menunjukkan bagaimana orientasi, nilai, dan perbuatan duniawi kontras dengan nilai dan karakteristik ilahi. Galatia 5:13-26 menjelaskan pertentangan yang membedakan pengalaman dan perilaku bukan Kristen dari kehidupan dan perbuatan Kristen. Jadi seorang yang menabur dalam daging adalah seorang yang belum percaya Yesus (bukan orang Kristen) dan dari perbuatan-perbuatan mereka menunjukkan bahwa orang tersebut belum mengalami kelahiran kembali, sehingga cara hidup mereka bukanlah dipimpimpin oleh Roh Kudus, tetapi oleh hawa nafsu yang menguasai daging. Intinya seorang yang tidak percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi adalah seorang yang masih dikuasai oleh daging. Tetapi seorang yang telah lahir baru atau percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi adalah seorang yang hidupnya didiami oleh Roh Kudus. Roh Kudus yang diam dalam diri orang percaya akan menghasilkan perubahan hidup, yang dahulu melekat terhadap dosa, sekarang membenci dosa, yang dahulu memandang rendah kekudusan Allah, sekarang menghargai kekudusan. 

Paulus melanjutkan perkataannya: “barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu”. Agar dapat menuai hidup kekal, mereka harus menabur bukan dalam daging yaitu hidup dalam kepuasan diri sendiri, melainkan hidup dalam Roh, yakni menghayati hidup baru yang diberikan oleh Yesus Kristus. Pertentangan yang begitu mencolok terlihat jelas pada seorang yang hidup dalam dosa (menolak Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat) dan seorang yang telah dilahirkan kembali. Kehidupan seorang yang lahir baru adalah kehidupan yang dikuasai oleh Roh Kudus dan menghasilkan buah Roh, tetapi seorang yang tidak percaya Yesus adalah seorang yang akan menerima kebinasaan. Roh Kudus adalah yang diam di dalam diri orang percaya adalah jaminan keselamatan. 

Pertanyaannya: Apakah relevansinya bagi orang Kristen saat ini?? Bisakah orang Kristen yang sudah lahir baru manabur dalam daging??? Dalam teks ini menjelaskan bahwa perbuatan daging adalah tindakan yang bukan Kristen, tetapi tindakan Kristen jelas nyata dan nampak pada buah Roh yang dihasilkan. Ingat “Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya” (Gal. 5:24). Sekali lagi perhatikan kata “telah”, di mana seorang yang menjadi milik Yesus telah mematikan keinginan daging dan segala hawa nafsu, dan hidupnya adalah hidup yang didiami dan dipimpin oleh Roh Kudus. 

Bagi orang percaya saat ini mungkin bertanya-tanya: “Ada orang yang sudah kristen dan sudah lahir baru, tiba-tiba orang tersebut jatuh dalam dosa dan perbuatan daging.. apakah orang tersebut bisa kehilangan keselamatannya akibat dosa yang telah diperbuatnya??” Keselamatan bagi orang yang telah dilahirkan kembali adalah sebuah kepastian, sebab Allah sendiri yang menjadi jaminan keselamatannya (Yoh. 10:28). Namun orang percaya akan menghadapi Tahkta Pengadilan Kristus (bema) yaitu di mana kita masing-masing akan mendapatkan upah dari apa yang telah kita buat (2 Kor. 5: 9-10). Upah/Pahala ini adalah di mana kita akan menerima mahkota. Oleh sebab itu, Paulus mendorong orang percaya untuk terus-menerus berbuat baik, karena kita akan menuai dalam kehidupan kekal bersama Tuhan. Jadi perbuatan baik di sini bukan bertujuan untuk mendapatkan keselamatan, tetapi untuk mendapatkan upah atau pahala dalam surga. Ingat kita diselamtakan bukan karena perbuatan dan kebenaran kita, itu semua oleh karena anugerah Allah, pemeberian Allah secara cuma-cuma, sehingga orang yang sudah diselamatkan akan menghasilkan perbuatan baik, dimana perbutan baik tersebut dihitung sebagai upah/pahala dalam kerajaan surga. Apabila perbuatan kita melakukan banyak hal yang tidak berguna, maka kita dapat kehilangan mahkota kita di surga atau mengalami kerugian yang sangat besar di surga (1 Kor. 3:10-15). 

Alkitab mencatat ada 5 mahkota yang disediakan bagi orang percaya: 1) Mahkota yang tidak binasa bagi mereka yang mampu mengalahkan/menaklukkan manusia lama (1 Kor. 9:25); 2) Mahkota sukacita bagi pemenang-pemenang jiwa (1 Tes. 2:19); 3) Mahkota hayat bagi mereka yang tahan dalam penderitaan (Yak. 1:12); 4) Mahkota kebenaran bagi mereka yang menantikan kedatangan-Nya (2 Tim. 4:8); 5) Mahkota kemuliaan bagi mereka yang bersedia memelihara domba-domba Allah (1 Pet. 5:4). 

Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.” Sebab apa yang kita tabur sekarang ini kita akan tuai dalam kekekalan. Orang yang sudah lahir baru pasti selamat, tetapi segala perbuatan kita akan diperhitungkan sebagai upah atau pahala, bukan untuk menentukan selamat tidaknya kita atau menentukan kita berada di sorga atau neraka. 

Posting Komentar untuk "Hukum Kristen Tentang Tabur-Tuai (Gal. 6:7-10)"