Makna Frasa “Bersukacitalah Senantiasa” Menurut Filipi 4:4
Penulis dalam bagian ini akan membahas Makna “Bersukacitalah Senantiasa” Menurut Filipi 4:4. Ayat tersebut berkata demikian: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Fil. 4:4). Analisa yang mendalam akan menghasilkan makna yang sesungguhnya tentang makna frasa “bersukacitalah senantiasa” menurut Filipi 4:4. Oleh sebab itu penulis menggunakan lima prinsip penafsiran umum yaitu penafsiran: literal, gramatikal, kontekstual, historis, dan penafsiran teologis.
A.
Penafsiran
Literal Frasa “Bersukacitalah Senantiasa”
Penafsiran
literal adalah prinsip mengartikan sebuah kata atau frasa sesuai degan arti
pada umumnya yang digunakan masyarakat. Adapun langkah-langkah penafsiran
literal adalah dengan menggunakan kamus dan terjemahan-terjemahan lain. Penulis
akan meneliti tentang makna frasa “bersukacitalah senantiasa” menurut Filipi
4:4, di mana ayat tersebut berkata demikian:
“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan:
Bersukacitalah!”.
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia kata “sukacita” memiliki arti: suka hati; girang hati;
kegirangan, sedangkan kata “bersukacita” berarti: bersuka hati; bergirang hati.
Menurut Kamus Thesaurus kata “sukacita” memiliki arti bahagia, gembira, girang,
ria, riang, senang; sementara kata “bersukacita” berarti: berbahagia, berbesar
hati, berbunga-bunga, bergembira, bergendang, bersenang hati; menari-nari.
Kamus Global mengartikan kata “sukacita” yaitu: riang, gembira; Ia bersifat
periang, menyenangkan, menggembirakan; tak kenal susah, suka bersenang-senang.
Kata
“senantiasa” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “senantiasa” memiliki arti: selalu; selamanya; tidak
putus-putusnya; setiap hari, sementara menurut Kamus Thesaurus kata “senantiasa diartikan:
selalu, selamanya, sinambung, terus-menerus, tetap. Sedangkan menurut Kamus Seasite kata “senantiasa” berarti:
selalu, tidak pernah tidak.
Penulis meyimpulkan bahwa frasa “bersukacitalah senantiasa” adalah
perasaan sukacita yang dirasakan seseorang secara terus-menerus dan tidak
berhenti oleh karena keadaan dan situasi yang ada, melainkan selamanya dan
tidak putus-putusnya merasakan sukacita.
Dalam Terjemahan-terjemahan Lain:
- KJV Philippians 4:4 Rejoice in the Lord always: and again I say, Rejoice.
- NAS Philippians 4:4 Rejoice in the Lord always; again I will say, rejoice!
- NET Philippians 4:4 Rejoice in the Lord always. Again I say, rejoice!
- NIV Philippians 4:4 Rejoice in the Lord always. I will say it again: Rejoice!
- NLT Philippians 4:4 Always be full of joy in the Lord. I say it again-- rejoice!
- BBE Philippians 4:4 Be glad in the Lord at all times: again I say, Be glad.
- BIMKPhilippians 4:4 Semoga kalian selalu bergembira karena kalian sudah hidup bersatu dengan Tuhan. Sekali lagi saya berkata: bergembiralah!
- FAYHPhilippians 4:4 Bersukacitalah selalu di dalam Tuhan. Sekali lagi saya katakan: Bersukacitalah!
- ITBPhilippians 4:4 Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!
- GNT Philippians 4:4 Cai,rete evn kuri,w| pa,ntote\ pa,lin evrw/( cai,reteÅ
Terjemahan-terjemahan
di atas memberikan pengertian yang lebih luas. Sebagian banyak dari terjemahan
bahasa Inggris menggunakan frase “Rejoice
in the Lord always….” (bersukacitalah selalu di dalam Tuhan). Terjemahan
NLT memberikan pengertian lebih luas: “Always
be full of joy in the Lord….” (selalu penuh sukacita di dalam Tuhan). BBE
juga memberikan terjemahan: “Be glad in
the Lord at all times….” (bersukacitalah di dalam Tuhan setiap saat/waktu),
di mana kata “be” memiliki arti ada,
adalah, berada, jadi, menjadi, eksis. Hal ini menunjukkan bahwa sukacita adalah
sebuah keadaan yang sungguh-sungguh eksis dan ada. sedangkan dalam terjemahan BIMK memberikan pengertian:
“Semoga kalian selalu bergembira karena kalian sudah hidup bersatu dengan
Tuhan.” ITB menerjemahkan dengan frasa “bersukacitalah senantiasa di dalam
Tuhan….”
Pengertian di
atas apabila dibandingkan dengan teks asli akan menghasilkan pengertian yang
lebih detail. Dalam bahasa Yunani frasa “bersukacitalah senantiasa” memakai
kata Cai,rete (khairete) yang
berarti: beriang-rianglah, bergembiralah atau untuk menikmati kondisi kebahagiaan
dan kesejahteraan. Kata Cai,rete (khairete) diambil dari kata dasar cai,rw (khaíro) yang memiliki arti “cenderung
disukai, condong ke arah”, untuk menikmati rahmat Tuhan (bersukacita). Secara
harfiah, untuk mengalami rahmat Tuhan (nikmat), sadarlah (senang) atas
rahmat-Nya. Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa “bersukacitalah
senantiasa” adalah kondisi kebahagian dan kesejahteraan yang terus-menurus,
selalu ada setiap saat atau waktu. Keadaan sukacita yang selalu ada setiap
waktu membuat seseorang mengalami kepenuhan sukacita di dalam Tuhan.
B. Penafsiran
Gramatikal Frasa “Bersukacitalah Senantiasa”
Penafsiran
gramatikal merupakan peafsiran yang menggunakan kata-kata yang disusun
sedemikian rupa sehingga satu dengan yang lain berhubungan secara tata bahasa.
Penulis dalam hal ini akan mengambil frasa “bersukacitalah senantiasa” dalam
Filipi 4:4 sebagai frasa yang hendak ditafsirkan, selanjutnya penulis
menentukan fungsi dari frasa tersebut dan memperhatikan hubungannya dengan satu
bagian yang terkait, dan kemudian mencatat kemungkinan-kemungkinan arti tata
bahasa .
Parsing
GNT Philippians 4:4 Cai,rete evn kuri,w|
pa,ntote\ pa,lin evrw/( cai,reteÅ
Kata Cai,rete (khairete) memiliki bentuk: Kata
kerja imperative present active 2nd
person jamak dari kata dasar cai,rw yang berarti:sukacita, gembira, senang. Kata kerja bentuk present
menunjukkan suatu kegiatan yang sedang berlangsung, terus-menerus, belum
selesai, dan jenis kegiatannya linear.
Selain itu, mood yang digunakan
adalah imperative yang merupakan
perintah yang harus dikerjakan, tidak boleh tidak dikerjakan. Bentuk “orang
kedua active jamak” menunjukkan bahwa
pelaku orang kedua adalah orang banyak, dalam hal ini adalah jemaat Filipi yang
harus bekerja secara aktif. Penjelasan
di atas memberikan kesimpulan bahwa sukacita ini adalah merupakan perintah yang
harus dikerjakan secara aktif oleh jemaat Filipi. Waktunya adalah senantiasa
atau terus-menerus, selamanya. Apabila diterjemahkkan secara literal adalah
“bersukacitalah selalu”.
Kata evn (en) merupakan preposisi yang
memiliki case (kasus) dative, yang
memiliki arti “di dalam”. Preposisi atau kata depan ini berfungsi menolong kata
benda untuk mengungkapkan hubungannya dengan kata kerja dan kata-kata dalam
kalimat. Dalam hal ini kata benda yang digunakan adalah kuri,w| (kurio) yang berarti tuan,
majikan, Sang pemilik hidup, atau sering diterjemahkan Tuhan. Kata kuri,w| (kurio) merupakan kata benda
dative maskulin tunggal dari kata dasar ku,rioj (kurios). Kata benda dative maskulin tunggal berperan sebagai objek tidak
langsung; menunjukkan seorang pribadi yang ikut serta secara tak langsung pada
sebuah tindakan. Objek tidak langsung ini menunjuk kepada pribadi kuri,w| (kurio) atau Tuhan yang memiliki
peran dalam kata kerja bersukacitalah senantiasa.
Kata pa,ntote\ (pantote) merupakan kata
sifat yang berdiri sebagai keterangan. Kata ini memiliki arti: selalu, setiap
saat. Keterangan ini memberikan pengertian yang lebih dalam lagi tentang makna
kata “bersukacitalah senantiasa”, di mana keterangan ini menjadi penekanan
khusus bagi kata kerja yang sesungguhnya sudah memiliki pengertian bersukacita
secara terus-menerus. Pengulangan ini menunjukkan bahwa perintah bersukacitalah
adalah sebuah yang sangat penting. Apabila diterjemahkan dengan bebas adalah
“hendaklah setiap saat kamu bersukacita senantiasa di dalam Tuhan….”.
Kata pa,lin (palin) merupakan keterangan yang
memiliki arti: sekali lagi, lagi. Kata ini adalah satu pengulangan kembali yang
menjadi pengingat kepada jemaat Filipi untuk “bersukacitalah senantiasa”.
Selain itu, kata ini merupakan keterangan dari kata berikutnya yaitu kata evrw/( (epo) yang berarti: berkata,
mengatakan, memberitahukan, dan mengungkapkan. Kata evrw/( (epo) merupakan kata kerja
indikatif future active orang pertama
tunggal dari kata dasar ei=pon (eipon). Kata kerja
indikatif future meunjukkan kegiatan
yang akan terjadi pada masa depan. Kata kerja ini dapat bersifat punctiliar
atau linera, konteks kalimat yag akan menunjukkan apakah bersifat
berulang-ulang (linear) atau bersifat
satu kali terjadi dan selesai (punctiliar).
Mood indikatif menunjukkan bahwa kegiatan kata kerja sungguh-sungguh terjadi
dan nyata. Sedangkan orang pertama tunggal menunjuk kepada Paulus sebagai
penulis surat dan seorang yang memberikan perintah. Dari penjelasan di atas
menunjukkan bahwa kegiatan ini terjadi satu kali saja di mana Paulus
sungguh-sungguh dan nyata mengatakan bersukacitalah. Kegiatan yang terjadi satu
kali saja ini diperkuat melalui keterangan pa,lin (palin) yang memiliki arti: sekali lagi, lagi.
Kata cai,rete (khairete) kembali diulang, di
mana kata ini memiliki tense yang sama dengan kata kerja pertama dari Filipi
4:4. Kata Cai,rete (khairete) memiliki
bentuk: Kata kerja imperative present
active 2nd person jamak dari kata
dasar cai,rw yang berarti: bersukacita, gembira, senang. Hal ini menunjukkan adanya
pengulangan perintah dari frasa “bersukacitalah senantiasa….”. Apabila
diterjemahkkan bebas adalah: “hendaklah setiap saat kamu bersukacita senantiasa
di dalam Tuhan. Sekali lagi aku sungguh-sungguh berkata bersukacitalah
senantiasa!.” Penekanan yang diulang sebanyak tiga kali, di mana terlihat dari
dua kata kerja yang diulang: cai,reteÅ (khairete) dan satu keterangan waktu pa,ntote (pantote). Hal ini menunjukkan bahwa perintah “bersukacitalah senantiasa”
adalah sebuah perintah yang penting, di mana harus dikerjakan setiap saat dan
perintah ini adalah sebuah keharusan yang dikerjakan oleh jemaat Filipi.
Diagram
- ITBPhilippians 4:4 Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!
- GNT Philippians 4:4 Cai,rete evn kuri,w| pa,ntote\ pa,lin evrw/( cai,reteÅ
Diagram di atas
menunjukan bahwa ide utamanya adalah “bersukacitalah senantiasa”. Waktunya
adalah senantiasa, sementara tempatnya adalah dalam Tuhan, dan selanjutnya
diulangi kembali dengan kata: sekali lagi kukatakan bersukacitalah. Selain itu,
secara gramatikal Tuhan memiliki peran dalam situasi bersukacita.
Adapun ide utama dan
garis besar dari Filipi 4:4:
Ide Pokok/Utama:
“Bersukacitalah Senantiasa”
I. Perintah untuk
Bersukacita (ay.4)
- Waktunya: Senantiasa
- Tempatnya: Dalam Tuhan
II. Pribadi yang berperan
dalam bersukacita adalah Tuhan (ay.4)
III. Pengulangan Perintah
Bersukacita (ay. 4)
- Waktunya: Sekali lagi
C.
Penafsiran
Kotekstual Frasa “Bersukacitalah Senantiasa”
Penafsiran
kontekstual merupakan kumpulan kata-kata atau kalimat atau paragraph yang tidak
bisa berdiri sendiri. Dalam penafsiran kontekstual diperlukan data dari konteks
dekat dan konteks jauh. Konteks dekat adalah dua sampai tiga alinea sebelum da
sesudah teks yang dipelajari. Konteks jauh dalam penafsiran ini adalah satu
kitab. Penulis dalam hal ini membatasi dalam pengambilan konteks jauh yaitu:
keseluruhan surat Filipi.
Konteks Dekat
Pada bagian ayat
Fiipi 4:4 mengatakan: “Bersukacitalah
senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!”. Frasa
“bersukacitalah senantiasa” merupakan rangkaian sebuah nasihat-nasihat Paulus
kepada jemaat Filipi. Ayat selanjutnya menunjukkan nasihat Paulus selanjutnya
yaitu: “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang….” (Fil. 4:5);
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga..” (Fil. 4:6);
“nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan
dengan ucapan syukur.” (Fil.4:7). Rangkaian nasihat Paulus tidak berhenti pada
tiga perintah di atas. Paulus menasihati jemaat Filipi untuk memikirkanlah
segala sesuatu yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, yang
disebut kebajikan dan patut dipuji.
Akhir dari
nasihat Paulus adalah “..apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu
terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu...”. Kata “lakukanlah
itu..” menunjuk kepada satu perintah yang harus segera dilakukan. Hal ini juga
menunjuk kepada semua nasihat, termasuk nasihat “bersukacitalah senantiasa..”,
di mana jemaat Filipi harus melakukannya. Nasihat-nasihat dan perintah ini
disebabkan oleh adanya pertengkaran antara Eoudia dan Sinthike (Fil. 4:2).
Serta tujuan dari perintah dan nasihat Paulus adalah supaya timbul kesatuan dan
kesehatian. Hal ini nampak pada frasa “sehati sepikir dalam Tuhan…” (Fil. 4:2).
Konteks Jauh
Paulus menulis
kata “sukacita” dalam surat Filipi sebanyak 16 kali dalam 12 ayat. Hal ini
menunjukkan bahwa kata “sukacita” adalah pembahasan yang sangat penting. Dalam bukunya yang
berjudul “Paulus Terbelenggu, Injil
Tak Terbelenggu….” Bob Utley menngatakan: “Sukacita adalah tema
utama dalam Filipi….Sukacita tidak boleh dikaitkan dengan keadaan. Kuncinya
adalah hubungan orang percaya kepada Kristus (dalam Tuhan).”[1]
Paulus
mengatakan bahwa: “Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu
berdoa dengan sukacita” (Fil. 1:4). Paulus dalam ayat ini hendak menunjukkan
kepada pembaca yaitu jemaat Filipi bahwa sukacita ada dalam doa. Paulus juga
hendak menunjukkan bahwa bersukacita itu karena pemberitaan Injil Kristus,
sekalipun banyak orang yang menyampaikan Injil memiliki maksud yang tidak benar
(Fil.1:14-18). Sukacita ini juga muncul dalam pemenjaraan yang dialami Paulus
(Fil. 1:14). Selanjutnya Paulus memaparkan bahwa sukacita ada dalam iman (Fil.
1:25). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa di pasal pertama Paulus hendak
menunjukkan keadaan bersukacita di tengah penderitaan.
Kesempurnaan
sukacita juga dilakukan dengan cara sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa,
dan satu tujuan (Fil. 2:2-4). Inilah yang disebut sukacita dalam kasih dan
kesatuan. Dalam Filipi 2:17-18 Paulus
menjelaskan tentang sukacita dalam pengorbanan, sedangkan dalam Filipi 2:28-29 Paulus menjelaskan tentang sukacita
dalam persaudaraan. Dalam hal ini penulis mengamati bahwa sukacita yang ada
dalam pasal dua merupakan sukacita melayani.
Filipi 3:1a
mengatakan: “Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah dalam Tuhan.” (3-1b).
Ayat di atas memberikan pengertian bahwa sukacita adalah posisi orang percaya
di dalam Tuhan dan dalam pasal tiga secara keseluruhan Paulus memaparkan
keadaannya sukacita karena iman kepada Kristus (ps. 3).
Sukacita
merupakan perintah bukan sebuah keadaan (Fil. 4:4), dan ayat selanjutnya
menunjukkan bahwa sukacita yang dialami oleh Paulus sungguh-sunguh bukan karena
keadaan. Filipi 4:10-13 mengatakan:
Aku
sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu
bertumbuh kembali untuk aku. Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada
kesempatan bagimu. Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah
belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.
Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam
segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia
bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal
kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di
dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.
Kata
“bersukacitalah” merupakan suatu sikap yang murni dan tidak dibuat-buat.
Keadaan yang paling sulit pun tidak mampu menghalangi sukacita orang percaya.
Pengalaman Paulus dalam kekurangan secara jasmani, kelaparan, bahkan
kelimpahan, memberikan penekanan bahwa kondisi dan keadaan tidak mampu
menyurutkan sukacita orang percaya. Sebab sukacita akan muncul dari sikap hati
yang murni dan dikerjakan di dalam Kristus. Penulis menyimpulkan dalam pasal
empat secara keseluruhan merupakan sukacita Paulus oleh karena berkat rohani
dari Tuhan, sekalipun keadaan sesungguhnya Paulus mengalami penderitaan secara
jasmani, namun sukacita justru timbul secara murni dan tidak dibuat-buat. Hal
ini dikarenakan peran Kristus dalam kehidupan Paulus yang menghasilkan sukacita
yang sesungguhnya.
Konklusi
Sukacita merupakan ciri khas
kehidupan Kristen. Sebab sukacita ini tidak dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi. Dalam konteks nats ini, kesannya memang sebuah perintah dari Paulus
kepada jemaat di Filipi, tetapi sesungguhnya bercukacitalah senantiasa selalu
lebih mengarah kepada suatu nasihat supaya jemaat di Filipi menyadari bahwa
bersukacita, dialami bukan pada kondisi senang. Tetapi bersukacita merupakan
sebuah pola hidup yang nyata dalam segala kondisi. Penyebabnya bukan kondisi,
tetapi Tuhan sendiri yang berperan dalam kehidupan orang percaya.
Sukacita adalah
ciri khas suatu hubungan yang sejati dan sikap kerohanian yang tulus ikhlas.
Ada 3 macam sukacita : 1) Sukacita jasmaniah, sukacita semacam ini dialami jika
seseorang secara materi atau jasmani tercukupi; 2) Sukacita emosional, adalah
sukacita ketika kemutuhan emosional tercukupi, yang dialami ketika hati atau
perasaan tidak dilukai, perasan aman, nyaman, tenang dll; 3) Sukacita batiniah
atau rohaniah, adalah sukacita sejati yang tidak tergantung pada keadaan dan
lokasi. Sukacita yang tidak dibuat-buat atau dicari-cari tetapi sukacita yang
lahir dari dalam batin.
D. Penafsiran
Historis Frasa “Bersukacitalah Senantiasa”
Jemaat Filipi
dilahirkan pada perjalanan penginjilan kedua rasul Paulus, tercatat dalam (Kis
16:12-40). Surat rasul Paulus kepada jemaat Kristen di sini selalu dipandang
sebagai hubungan sangat pribadi dan Iemah lembut.[2]
Jemaat itu didirikan pada tahun 52 SM. Ketika Paulus, Silas, Lukas, dan
Timotius tiba di Filipi, maka pada hari sabat yang pertama mereka berbicara
kepada sekelompok wanita yang menganut agama Yahudi, percaya dan dibaptis
bersama seisi rumahnya, yaitu Lidia. Seorang pengusaha yang menganut agama
Yahudi. Akibatnya Paulus dan Silas dipenjara oleh pembesar kota (praetor).
Setelah mereka dipenjarakan maka terjadilah Gempa Bumi dan khotbah Paulus,
kepala penjara Filipi dan keluarganya bertobat dan dibaptis. [3]
Paulus harus
meninggalkan kota Filipi karena adanya penganiayaan (Fil. 1:29; bnd. I Tes.
2:2), namun gereja di Filipi tetap setia kepadanya dan paling kurang dalam dua
kesempatan mengirimkan bantuan kepadanya di Tesalonika (Fil. 4:16). Hal ini
menunjukkan bahwa Paulus memiliki hubungan yang sangat dekat dengan gereja di
sana, karena biasanya ia selalu dengan cermat membiayai kebutuhannya sendiri
(Fil. 4:15; I Tes 2:29; II Kor 11:8-9).[4]
Jemaat Filipi
merupakan jemaat yang paling setia yang didirikan oleh rasul Paulus. Jemaat
Filipi terus berhubungan baik dengan pendirinya yaitu Paulus dengan mengirimkannya
pemberian-pemberian kasih (Fil. 4:15, 16; II Kor 11:8; Kis 18:5). Dalam musim
panas tahun 57 SM Paulus mengunjungi
jemaat Filipi (I Kor 16:5; II Kor. 7:5) (mungkin kitab II Korintus ditulis di
Filipi). Kemungkinan lagi musim semi tahun 58 SM sewaktu Paulus dalam
perjalanan kembali ke Yerusalem dari perjalanannya yang ketiga untuk
memberitakan Injil, ia mengunjungi jemaat Filipi (Kis. 20:6), serta merayakan
Paskah bersama jemaat di Filipi.
Jemaat Filipi
tidak mendengar keadaan Paulus hampir selama tiga sampai empat tahun. Menurut
para pakar Paulus sedang dipenjara di kota Roma. Penjara ini merupakan sebuah
rumah yang disewa, tetapi walaupun demikian Paulus dijaga oleh beberapa prajurit
dengan tangan di rantai. Setelah jemaat Filipi mendengar bahwa Paulus sedang
ada dalam penjara di Roma, orang Filipi mengirimkan anggotanya yaitu
Epafroditus, untuk melayani Paulus dan mempersembahkan kepadanya sebuah pemberian
kasih dari gereja Filipi (Fil. 4:10-19).[5]
Penulis
menyimpulkan bahwa jemaat Filipi sedang mengalami penderitaan dan penganiayaan
(Fil. 1:29). Dalam beberapa bagian ayat surat Filipi dihubungkan dengan
kekaisaran Romawi. Ada indikasi bahwa Kota Filipi sedang mengalami penjajahan
oleh orang Romawi. Selain itu, jemaat Filipi sedang menghadapi
pengajar-pengajar sesat dari bidat-bidat yang dahulu penganut Yudaisme dan
sekarang menjadi Kristen.
Keadaan penulis
juga sedang berada di situasi yang tidak nyaman. Sehingga Paulus menasihati
untuk “bersukacitalah senantiasa”. Frasa ini merupakan dorongan Paulus kepada
jemaat Filipi yang sedang mengalami penganniayaan internal dan eksternal. Dalam
hal ini Paulus hendak menunjukkan bahwa sukacita bukanlah bergantung pada
keadaan dan situasi, melainkan pada kepercayaan (iman) di dalam Kristus.
E.
Penafsiran
Teologis Frasa “Bersukacitalah Senantiasa”.
Secara etimologi, sukacita adalah emosi
yang timbul karena mendapatkan atau mengharapkan hal-hal yang baik; keadaan
hati yang berbahagia; kesukaan besar. Kata Ibrani dan Yunani yang digunakan
dalam Alkitab untuk sukacita, kesukaan besar, kegembiraan, dan perasaan senang
mengandung berbagai nuansa makna dan tingkat sukacita. Kata-kata kerja yang
terkait memaksudkan sukacita yang dirasakan dalam hati dan yang diwujudkan
secara nyata, dan antara lain berarti “bersukacita; bersukaria; berteriak
karena sukacita; melompat karena sukacita”. Seperti yang pernah ditunjukkan
Tuhan Yesus ketika ketujuh puluh murid yang diutus-Nya kembali dengan gembira
dan melaporkan kepada Yesus bahwa dalam misi itu setan-setan takluk kepada
mereka karena nama Yesus. Kegembiraan Tuhan Yesus ini karena misi yang sukses
dari 70 murid Tuhan, di mana Iblis tidak dapat menghalangi pekerjaan Allah yang
dinyatakan kepada murid-murid Tuhan ini. Bukan sekedar gembira saja, tetapi
Yesus juga melompat dengan sukacita, sebab arti kata Yunani “agalliao” demikian juga yang
dimaksud dalam kata Ibrani: עָלַץ ((alats)) adalah sejenis bersukaria,
yang bersifat bersukacita penuh, melompat karena senang.
Baik dalam PL maupun PB sukacita tetap
merupakan ciri orang percaya sebagai perseorangan maupun ciri gereja secara
umum. Sukacita ialah kualitas atau watak, dan bukan melulu perasaan hati, yg
didasarkan pada Allah sendiri dan memang berasal dari Dia (Mzm. 16:11; Fil.
4:4; Rm. 15:13), yg mencirikan hidup Kristen khas di dunia ini (1 Pet. 1:8),
dan merupakan permulaan sukacita yg kekal bersama Kristus, nanti dalam Kerajaan
Sorga (bnd. Why. 19:7).
Sukacita Dalam PL
Sukacita selalu berhubungan dengan
kehidupan nasional seutuhnya dan keagamaan bangsa Israel. Secara khusus
diungkapkan dalam bentuk-bentuk kegembiraan pada keramaian dan kemeriahan
pesta-pesta, saat mempersembahkan korban-korban dan upacara penobatan (Ul.
12:6; 1 Sam. 18:6; 1 Raj.1:39).
Sukacita spontan merupakan ciri yg
menonjol dalam Kitab Mazmur; di situ sukacita adalah pertanda ibadah gabungan
(sebagian besar berpusat di Bait Suci, Mzm. 42:4; 81:1) maupun pemujaan pribadi
(Mzm. 16:8; 43:4). Bahkan Kitab Mazmur didahului dengan ucapan “Berbahagialah”
(Mzm.1:1). Yesaya membedakan sukacita dari yang melulu tata cara (bnd. Mzm.
126), dan Yesaya menggabungkan sukacita dengan keselamatan yang utuh dari
Allah; justru (dlm rangka sukacita alam semesta) digabungkan juga dengan
pengharapan masa datang (Yesaya 49:13; 61:10). Sebagai hasilnya, selanjutnya
dalam Yudaisme sukacita menjadi ciri zaman akhir.
Allah mencipta dan bekerja demi
sukacita-Nya sendiri dan sukacita makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Hal-hal yang Ia
wujudkan membuat-Nya bersukacita (Mzm. 104:31). Ia pun ingin agar
makhluk-makhluk ciptaan-Nya menikmati hasil pekerjaan-Nya dan pekerjaan mereka
sendiri (Pkh. 5:19; Yer. 9:23, 24).
Daud mengatakan, “Biarlah renunganku manis
kedengaran kepada-Nya! Aku hendak bersukacita karena TUHAN” (Mzm.104:34); “Ia
juga bernyanyi, “Orang benar akan bersukacita karena TUHAN dan berlindung
pada-Nya; semua orang yang jujur akan bermegah” (Mzm. 64:11). Penulis Amsal
mengatakan bahwa Sukacita yang sesungguhnya adalah sifat hati, dan dapat
memberikan pengaruh baik pada seluruh tubuh. “Hati yang gembira membuat muka
berseri-seri” (Ams. 15:13); dan “Hati yang gembira adalah obat yang manjur”
(Ams. 17:22)
Sukacita Dalam PB
Perjanjian Baru (PB) berkaitan erat dengan
“Sukacita atau Gembira atau Bahagia.” Kita mengenal kata Injil artinya adalah kabar baik atau kabar suka
cita. Kelahiran Juruselamat (Luk. 2:10), Malaikat Allah menyatakan bahwa kabar
baik yang diberitakan orang Kristen adalah “kabar baik tentang sukacita besar
untuk seluruh bangsa”.
Khotbah Tuhan Yesus di Bukit dan Sabda
Bahagia (Mat. 5: 1-12; Luk. 6:20-26). Tuhan Yesus memasuki Yerusalem dalam
lambang Raja Mesias (Mrk. 11:9; Luk. 19:37; Mat. 21:9), dan sesudah kebangkitan
(Mat. 28:8). Dalam Injil Yohanes, Tuhan Yesus sendirilah yang mengumumkan
sukacita ini (Yoh. 15:11; 16:24), dan sekarang sukacita adalah dampak
persekutuan yang erat antara gereja dengan Tuhan Yesus (bnd. Yoh. 16:22).
Allah adalah sumber sukacita. Alkitab
menulis bahwa Allah kita adalah "Allah yang penuh bahagia (makarios) dan
ingin agar hamba-hamba-Nya berbahagia: “yang berdasarkan Injil dari Allah yang
mulia dan maha bahagia seperti yang telah dipercayakan kepadaku. (1
Tim. 1:11). Sekalipun umat Allah dalam kesusahan, Allah yang berbahagia itu
memberikan penghiburan (bnd. Mat. 5:3-11).
Sabda Tuhan Yesus di atas pastilah
mengejutkan orang-orang yang mendengar-Nya pada zaman itu, seperti yang masih
terjadi pula pada masa kini. Ada paradoks yang sangat jelas dalam setiap
kalimat ini. Tuhan Yesus mengucapkan berkat dan kebahagiaan atas mereka yang dianggap
tidak beruntung, miskin dan sangat kekurangan. Philip Yancey menyimpulkannya
sabda tsv dengan “beruntunglah mereka yang tidak beruntung” sebagai cara
untuk menjelaskan konsep “berbahagialah....”. Penulis menyatakan bahwa orang
yang terberkati pasti berbahagia sekalipun mengalami banyak masalah, bahkan
menanggung beban penderitaan. Hal ini dikarenanakan orang yang megalami
penderitaan melihat pengharapan di masa mendatang dan jaminan yang lelah
dijanjikan Tuhan Yesus.
Penulis dalam hal ini aka lebih menyoroti
penggunaan kata “khara” berasal dari kata kerja “khairo”
yang berarti: bersukacita, bersenang-senang, dan digunakan sebagai salam
saat bertemu. Kata Yunani “khara” ini sepadan dengan kata Ibrani שִׂמְחָה (simakhah).
LAI menerjemahkan “khara” ini beraneka ragam seperti sukacita, gembira,
bahagia, kesukaan, dan girang. Kata Yunani “khara” memiliki tiga
makna utama dalam Perjanjian Baru.
Pertama,
kegembiraan yang meluap-luap (bnd. Luk. 15:7). Sukacita adalah kegembiraan (joy) yang mendalam yang timbul dari hubungan
pribadi kita dengan Allah. Filipi 4:4 mengatakan: “Bersukacitalah
senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!”. Hal yang
sangat menarik sekali, di mana ayat di atas ini ditulis oleh Rasul Paulus yang
sedang dalam keadaan dipenjara, artinya didalam Tuhan akan selalu ada suka cita
meskipun secara tubuh ragawi Paulus mengalami penganiayaan. Kedua, Alkitab mengatakan bahwa dengan memenuhi
kehendak Allah, disitu ada sukacita (Yoh. 15:11). Hal ini menunjukkan
bahwa sukacita dianugerahkan oleh Kristus kepada umatNya. Sukacita disampaikan
dengan perantaraan Roh Kudus: “Dan kamu telah menjadi penurut kami dan penurut
Tuhan; dalam penindasan yang berat kamu telah menerima firman itu dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh
Kudus,” (1 Tes. 1:6). Sukacita
(dari) iman berarti sukacita di dalam dan timbul dari iman akan berita Injil (Fil. 1:25).
Ketiga, secara
metonimi, kesukaan, buah-buah atau hasil dari sukacita (Mat. 25:21). Ciri khas kata “khara” sering didapatkan
dalam sukacita yang berdasarkan agama (Mat.
13:20). Yohanes 15:11 mengatakan: “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya
sukacita-Ku ada di dalam kamu
dan sukacitamu menjadi penuh.”
Sementara dalam Filipi 1:4 menjelaskan:
“Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita.” Kata “khara” tidak mengandung
sukacita duniawi atau sukacita karena berhasil mengalahkan orang lain. Sukacita
ini hanya berdasar pada Allah saja dan sukacita dikerjakan melalui Roh Kudus.
Sukacita “khara” adalah salah sifat dari Buah Roh. Allah
adalah Sumber sukacita dan Ia ingin umat-Nya bersukacita. Sukacita disebutkan
tepat setelah kasih dalam daftar di Galatia 5:22, 23; 1Tes. 1:6). Demikian
pula, Paulus menasihati jemaat di Roma, “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal
makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh
Roh Kudus” (Rm. 14:17).
Kata Yunani “khara” dipakai dalam tiga cara oleh rasul Paulus.
Pertama, kemajuan iman anggota tubuh Kristus, khususnya orang-orang yg
dia bimbing kepada Kristus. hal ini terlihat dari frasa “sukacita kami…”(1
Tes. 2:19; bnd 1 Tes. 2:20). Kedua, sukacita Kristen bisa saja
paradoksal sebagai buah dari penderitaan bahkan dari kepedihan dukacita karena
Kristus (Kol. 1:24; 2 Kor. 6:10; bnd. 1 Pet. 4:13; Ibr. 10:34), dan sukacita
itu adalah karya Tuhan Yesus, bukan karya kita sendiri. Ketiga, sukacita
adalah karunia Roh Kudus (Galatia 5:22), justru sukacita itu dinamis, tidak
statis. Sukacita adalah buah kasih yaitu kasih Allah dan kasih kita (Gal.
5:22-26). Sukacita adalah karunia yang bisa saja diganggu oleh dosa, maka
setiap orang percaya dihimbau mengambil bagian sukacita dalam Kristus (Yoh.
15:11; 17:13) dengan hidup tiap-tiap hari bersama Dia (Rm. 6:8) dan dengan
mempraktikkan sehari-hari sukacita mengenal Dia dan keselamatan yg
diberikan-Nya (1 Tes. 5:16; Fil. 3:1; 4:4; 1 Pet. 1:8).
Dalam suratnya kepada jemaat Filipi, Paulus
mendesak orang Kristen untuk selalu bersukacita karena pengenalan akan Allah dan
perbuatan-Nya terhadap jemaat. Oleh sebab itu, Paulus mengatakan: “Bersukacitalah
senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Fil. 4:4).
Selain itu Paulus juga menjelaskan bahwa penganiayaan mendatangkan sukacita. Bagi
orang Kristen yang menjaga hatinya, penganiayaan dan penderitaan tidak menjadi
penghambat bersukacita.
Paulus menjelaskan kualitas sukacita
justru dalam keadaan dipenjara. Paulus menulis kabar sukacita kepada Jemaat di
Filipi, dan surat ini secara khusus disebut sebagai “Kitab Sukacita”. Hal ini merupakan
bukti bahwa orang tersebut diperkenan Allah. Tuhan Yesus mengatakan bahwa
sewaktu dicela dan dianiaya, orang percaya harus “melompat karena sukacita”
(agalliao) (Mat. 5:11-12; Yak. 1:2-4; 1 Pet. 4:13-14).
Penulis menyimpulkan bahwa sukacita
menurut pengertian etimologi, dalam Perjanjian Baru, Perjanjian Lama adalah
merupakan sebuah paradox. Sukacita di tengah penderitaan dan penganiayaan.
Sukacita seperti ini adalah ciri khas kekristenan mula-mula. Sukacita yang
timbul di tengah penderitaan dan penganiayaan. Sukacita batiniah seperti ini
hanya ada di dalam Kristus, di mana Roh Kudus yang mengerjakan sukacita ini
dalam kehidupan orang percaya. Sukacita seperti inilah yang mejadi kekuatan
orang Kristen sepanjang masa. Sebab Roh Kudus yang mengerjakan di dalam
kehidupan orang percaya.
Kesimpulan
Penulis dalam hal ini akan menyimpulkan dari pembahasan tentang Makna Frasa “Bersukacitalah Senantiasa” dalam Filipi 4:4. Demikian hasil dari pembahasan di atas yang memakai lima prinsip penafsiran: literal, gramatikal, kontekstual, historis, dan teologis.
Melalui kelima prinsip penafsiran di atas, penulis menyimpulkan bahwa makna frasa “bersukacita senantiasa” menurut Filipi 4:4 adalah sukacita yang timbul di tengah penderitaan dan penganiayaan. Sukacita yang tidak dipengaruhi keadaan dan kondisi, tetapi bergantung pada kepercayaan (iman) di dalam Kristus. Sukacita yang tidak dibuat-buat atau dicari-cari tetapi sukacita yang lahir dari dalam batin. Sukacita seperti inilah yang mejadi kekuatan orang Kristen sepanjang masa. Sebab durasi sukacita ini tak terbatas, tidak berhenti dan selamanya akan terus-menerus dikerjakan dalam kehidupan orang percaya. Inilah yang disebut paradox iman Kristen yang tidak habis oleh jaman, yaitu sukacita di dalam penderitaan.
[1]Bob Utley, Paulus Terbelenggu, Injil Tak Terbelenggu:
Surat-surat dari Penjara (Kolose, Efesus dan Filemon, Dan kemudian, Filipi) (TEXAS: BIBLE
LESSON INTERNATIONAL, 1997), 269.
[2]Sabda 4, Software.
[3]Jarry Autrey. Surat Kririman Penjara. (Malang: Gandum
Mas, ), 19
[4]Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 60.
[5]Jarry Autrey. Surat Kiriman Penjara, 20.
Posting Komentar untuk " Makna Frasa “Bersukacitalah Senantiasa” Menurut Filipi 4:4"