Pendidikan Kristen Menurut Ulangan 6:1-25
Pasal 6 ini merupakan rangkuman yang lebih ketat tentang respons yang dituntut dari umat Allah. Musa dalam hal ini mengajarkan perintah Tuhan, yakni ketetapan dan peraturan kepada umat Israel (bnd. Ul. 4:1-dst). Hal ini didasari oleh karena perintah Tuhan. Tujuan dari perintah ini adalah untuk dilakukan di negeri, ke manapun bangsa Israel pergi mendudukinya. Artinya perintah ini harus dilakukan di segala tempat dan negeri ini mengacu pada Kejadian 12:1-3. Dalam PL aspek “tanah” dari perjanjian Ibrahim ditekankan sementara di PB aspek “benih” perjanjian Ibrahim ditekankan (suku Yehuda, keluarga Isai, garis keturunan Daud).
Satu cara seseorang menunjukkan kasihnya kepada Allah adalah dengan cara melakukan apa yang telah Allah perintahkan. Fokus dari kasih ini ialah tindakan ketaatan yang diarahkan pertama-tama kepada Allah dan kemudian kepada sesama (sesama bangsa Israel yang menerima janji Allah). Tuhan selalu mengambil inisiatif dalam kasih karunia (manfaat perjanjian), namun Ia mengharapkan seseorang untuk mematuhi persyaratan perjanjian-Nya. Perintah Tuhan yakni ketetapan dan peraturan yang dilakukan oleh bangsa Israel ini memiliki tiga tujuan untuk menghasilkan: 1) Hidup Takut akan Tuhan (ay. 2); 2) Berpegang pada segala ketetapan dan perintah Tuhan (ay.2); 3) Lanjut umur.
Tujuan yang pertama yaitu untuk menghasilkan keluarga yang hidup Takut akan Tuhan (ay. 2). Takut akan Tuhan ini menunjuk pada suatu penghormatan atau pengabdian kepada Tuhan sebagai Sang Pemilik kehidupan dan konsep ini juga mencakup pada seluruh aspek kehidupan yang dipersembahkan sebagai wujud penghormatan kepada Allah. Konsep kehormatan keluarga dan ibadah ditekankan dalam Ulangan (lih. 4:9-10; 5:29; 6:13; 11:19; 32:46). Ini adalah kebalikan teologis dari Ulangan 5:9 yang mengatakan untuk tidak menyembah allah lain. Tujuan ini sangat penting sebab dengan melakukan perintah Tuhan, orang Israel makin mengasihi Allah sebagai satu-satunya TUHAN dalam kehidupan mereka. Sementara “seumur hidupmu” menunjuk pada penekanan gaya hidup ketaatan sehari-hari, bukan hanya pada periode ibadah atau hari raya tahunan tertentu. Iman alkitabiah adalah yang diawali pertobatan dan diikuti iman serta menghasilkan gaya hidup sesuai dengan ketetapan kehendak Allah (bnd. Mar 1:15, Kis 3:16,19; 20:21).
Tujuan kedua adalah menghasilkan pribadi yang berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya (ay. 2). Kata “berpegang” yang diambil dari kata שׁמר (samar) yang berarti: “untuk menjaga, mengawasi melestarikan, melindungi, untuk menjaga, menyimpan, mempertahankan. Dalam hal ini tujuan dari perintah Tuhan yang dilakukan adalah untuk menjaga dan mempertahankan dengan implikasi seseorang hidup dalam ketaatan kepada Allah bukti dari seseorang mempertahankan perintah Allah.
Tujuan ketiga adalah menghasilkan lanjut umur. Frasa ini telah sering ditafsirkan seperti dalam Ulangan 5:16 sebagai janji umur panjang individu bagi mereka yang menghormati orang tua mereka. Namun demikian, karena penggunaan berulang-ulang yakni 94 kali dari frasa ini dalam Ul 4:40; 5:16,33; 6:2; 11:9, hal ini jelas merupakan sebuah ungkapan untuk janji suatu masyarakat yang stabil, bukan umur panjang individu. Perjanjian Allah dirancang untuk mempromosikan suatu masyarakat yang Illahi, stabil, sehat, dan produktif (ay 3), serta bandingkan dengan Ulangan 4:40.
Ketiga hal yang telah diuraikan di atas adalah sasaran atau tujuan dari seorang yang melakukan perintah Allah ) חֻקִּיםkhuqqim( and ) מִשְׁפָּטִיםmishpatim); חֻקֹּת ) khuqqot, “statutes”( and ) מִצְוֹתmitsot, “commandments”(. Melakukan perintah ini menghasilkan: 1) Keluarga yang hidup dalam Takut akan Tuhan; 2) Kehidupan yang mempertahankan, menjaga, menyimpan, melestarikan ketetapan dan perintah Allah dengan implikasi hidup dalam ketaatan; 3) Menghasilkan lanjut umur.
Ayat 3 diawali dengan kata “maka” yang menunjuk keterikatan ayat sebelumnya di mana hasil dari melakukan perintah Allah begitu indah, maka Musa mendorong seluruh umat Israel untuk melakukan dengan setia. Kata “dengarlah” dalam ayat ini menunjuk pada suatu perintah untuk memahami dengan implikasi melakukan. Jadi seorang yang mendengar adalah seorang yang memahami dan melakukan. Penegasan Musa terlihat lagi dari kata “lakukanlah” di mana kata ini merupakan sebuah perintah untuk melakukan itu dengan setia. Kata “setia” dalam terjemahan NIV diterjemahkan dengan kata “obey..” yang menunjuk pada perbuatan taat dan tunduk. Jadi melakukan dengan setia adalah sebuah perintah yang harus dilakukan dengan penuh ketaatan dan ketundukkan dihadapan Allah.
Kedua perintah yang diulang menunjukkan bahwa melakukan perintah ini begitu sangat penting. Sebab pada saat umat Israel melakukan hal ini mereka akan menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN. Perlu diperhatikan bahwa ini adalah sebuah metode yang dilakukan TUHAN untuk menarik bangsa-bangsa kepada diri-Nya, yaitu dengan cara memberkati Israel secara unik. Namun demikian, ketidaktaatan Israel pernah mengizinkan skenario ini untuk menjadi efektif. Bagian kutuk dan berkat dari Ulangan 27-29 sangatah penting dalam memahami sejarah anak-anak Abraham ini. Mereka diberitahu secara khusus tentang kelimpahan yang akan bertambah untuk mereka jika mereka akan mengikuti Allah dan kutukan yang akan diperoleh bagi mereka jika mereka tidak taat. Sejarah Israel adalah suatu sejarah dari ketidaktaatan. Frasa, “negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya,” adalah frasa teknis baik dalam dokumen Ugarit dan Mesir untuk menunjukkan Palestina. Hal ini sering digunakan (bnd. Kel. 3:8,17; 13:5, 33:3; Im. 20:24; Bil. 13:27; 14:8; 16:13; Ul. 6:3; 11:9; 26:9, 27:3, 31:20).
Perintah Allah kepada Israel ini disebut Shema oleh orang Yahudi, kata pertama dalam bahasa Ibrani pada ayat 4.
“Hear O Israel: the Lord is our God, the Lord is One. Blessed be His Name Whose Glorious kingdom is forever and ever. And you shall love the Lord your God with all your heart and with all your soul and with all your might. And the words which I command you this day shall be upon your heart, and you shall teach the diligently to your children; and you shall talk of them when you sit in your house and when you walk by the way and when you lie down and when you rise up. And you shall bind them for a sign upon your hand, and they shall be frontlets between your eyes. And you shall write them upon the door-posts of your house and upon your gates”.
Teks Shema di atas secara ringkas dijelaskan bagaimana seharusnya umat Allah merespons Allah. Dalam teks Ulangan 6:4-5 menjadi titik tumpuan pengakuan dari iman Perjanjian Lama yang mendefinisikan Yahwe sebagai raja yang unik dan mengurangi kewajiban orang Israel kepada Dia menjadi satu kasih yang eksklusif, yaitu, ketaatan.” Melalui shema Israel diajar untuk memilih persekutuan yang intim dengan Tuhan sebagai prioritas utama. Pengakuan iman dalam Ul 6:4-6 ini, sering diucapkan di setiap ibadah ceremonial Israel. Sejak masa Bait suci kedua (516 SM), bahkan diulang sampai hari ini oleh orang-orang Yahudi baik di pagi dan sore dan pada setiap kesempatan ibadah.
Shema Israel ini memiliki makna yang sangat mendalam bagi orang Israel, sehingga pengakuan iman ini harus terus-menerus diulang dengan tekun. Kata שְׁמַ֖ע(shema) yang berbentuk kata kerja qal imperative masculine singular. Imperatif ini dipakai hanya untuk mengekspresikan perintah positif dan tidak pernah mengekspresikan sebuah larangan. Diterjemahkan “dengar” bukan berarti tidak menekankan, tetapi harus terus menerus di perkatakan (diperdengarkan) yang akan menimbulkan ketaatan; to hear intelligently (mendengarkan dengan penuh perhatian dan ketaatan), give ear (memberi telinga), understand (mengerti).
Menurut Paul Barker ayat 4 merupakan ajakan untuk setia dan taat secara total dan penuh kepada Allah. Allah tidak mentoleransi pengkhianat. Kesetiaan dan ketaatan bahwa hanya ada satu Allah yaitu Tuhannya bangsa Israel, Yehwāh. Yehwāh bukan Allah yang utama diantara dewa-dewa lain (seperti Baal dalam kepercayaan orang Kanaan) melainkan Yehwāh satu-satunya Allah, Allah yang Esa. Kesetiaan dan ketaatan itu harus diaplikasikan dengan mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan (Ul. 6:5). Selain itu, kesetiaan dan ketaatan untuk mengajarkan iman mereka dengan tekun kepada anak-anak mereka.
Dalam teks Ibrani, ayat 6 di mulai dengan kata וְ (waw) particle conjunction yang berarti: dan, kemudian, atau, sekarang. Kata “dan” ini menunjukkan bahwa ayat ini sangat erat dengan berhubungan dengan kata kerja sebelumnya, yaitu shema. Sesungguhnya kata “perintah atau arahan” yang diambil dari kata צוה (tsavah) ini menunjukkan perintah untuk hidup dalam ketaatan mutlak kepada Allah satu-satunya yaitu Yahweh dan perintah untuk mengasihi Allah Yahweh dengan segenap hati, dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan.
Perintah-perintah di atas haruslah “engkau perhatikan”. Allah Israel hendak menunjukkan kepada umat-Nya untuk fokus akan perintahnya. NLT meterjemahkan: “engkau harus berkomitmen sengan sepenuh hati untuk melakukan apa yang kuperintahkan”; Sementara NIV memberikan terjemahan: “engkau taruh di dalam hatimu”; berbeda dengan terjemahan NET: “engkau ingat”. Dalam teks Ibrani kata “engkau perhatikan” sesungguhnya memakai kata לֵבָב (lebab) yang berarti: pikiran (pemahaman), hati, hati nurani, keinginan. Dalam budaya Israel, “hati” seringkali dianggap sebagai pusat kehidupan seseorang. “Hati” adalah hal yang terpenting, yang menggerakkan seluruh aspek kehidupan. Jadi, ini bukan sekadar “memperhatikan”, seolah-olah ini hanyalah sebuah aktivitas visual atau intelektual. Hal ini adalah tentang meletakkan sesuatu yang terpenting (firman TUHAN) di tempat yang terpenting (hati manusia).
Ulanngan 6:4-5 menyiratkan bahwa keesaan dan keutamaan TUHAN merupakan pondasi bagi hubungan kerohanian yang benar. Tanpa mengetahui dan mengakui keesaan dan keutamaan TUHAN, umat Israel tidak akan mampu mengasihi dan mentaati Allah Yahweh dengan segala totalitas kehidupan. Oleh sebab itu, perintah untuk menyembah Allah Yahweh dan mengasihi-Nya tidak cukup diperhatikan, tetapi perlu tertanam di dalam pikiran dan hati. Perintah untuk taat secara total ini didorong atau dimotivasi oleh kasih Allah Yaweh kepada umat-Nya. Sehingga perintah itu sungguh-sungguh menjadi sebuah keinginan untuk dilakukan. Perintah bukanlah paksaan, melainkan sebuah kebutuhan. Perintah ini hendak menunjukkan bahwa umat Israel harus mengenal Allah yang benar secara proporsional atau ideal, karena pemahaman seseorang akan Allah, akan mempengaruhi tindakan seseorang.
Kesinambungan ayat 6 dan 7 sangat menarik, di mana pendidik atau orang tua harus mengerti, memahami dan mengalami kuasa Firman Tuhan terlebih dahulu sebelum mereka mengajarkan kepada anak-anaknya secara berulang-ulang. Perintah untuk mengajarkan Firman Allah dalam Kitab Ulangan ini, melibatkan keseluruhan hidup si pendidik, dan menuntut adanya sebuah keteladanan (bnd. Ay 6). Pendidik sendiri, dalam hal ini orang tua, harus hidup dalam Firman Allah. Jadi proses transfer of knowledge yang terjadi sebetulnya bersifat pendidikan, dan tidak hanya bersifat pengajaran kognitif belaka. Sebab, tidak mungkin seseorang mengajar atau mendidik, tanpa mengerti dan mengalami terlebih dahulu apa yang diajarkan, yaitu mengalami Firman Tuhan.
Mengajarkan kebenaran kepada anak-anak merupakan tanggung-jawab setiap orang tua. Teks dalam ayat 7 juga dimulai dengan kata וְ (waw) particle conjunction yang diambil dari kata וְשִׁנַּנְתָּ֣ם (weshinanetam) yang memiliki bentuk dasar שׁנן (shanan) yang memiliki bentuk kata kerja piel perfect yang artinya: mengajarkan; mempertajam; meruncingkan; menanam. Dalam Piel ini adalah penggunaan satu-satunya. Istilah ini di Ugarit berarti “mengulang”. Itu tampaknya menjadi penekanan dasar ayat ini. Para rabi menggunakan ayat ini untuk menegaskan bahwa Shema harus “diulang-ulang” pagi dan sore hari. KJV menterjemahkan “shalt teach them diligently” (haruslah mengajar mereka dengan tekun atau dengan rajin); NIV memberikan terjemahan: “ukirlah”. Jadi frasa “ajarkanlah berulang-ulang” di sini hendak menekankan bahwa proses pendidikan itu harus betul-betul mengakibatkan adanya nilai-nilai yang terukir (impress) dalam diri peserta didik. Oleh sebab itu, orang tua atau pendidik harus mengajar dengan tekun dan rajin. Sehingga anak-anak yang diajar semakin hari semakin tajam dan menghidupi nilai-nilai yang diajarkan.
Kata “membicarakannya” diambil dari kata דבר (dabar) yang berarti: untuk membicarakan; menyatakan dengan ucapan; berjanji, di mana memiliki kata kerja piel perfect, di mana hal ini menunjukkan sebuah kata yang harus “diulang”. Pembicaraan Firman Tuhan harus diulang dengan tekun dan rajin. Tidak cukup mengajarkan berulang-ulang tetapi juga diucapkan berulang-ulang. Apabila Firman Tuhan ada di hati umat Tuhan terus menerus, maka umat Tuhan akan membicarakannya terus-menerus dengan anak-anak mereka. Hal ini bertujuan supaya anak-anak mengingat terus-menerus apa yang telah mereka pelajari, sehingga tidak hanya dipelajari melainkan juga dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Kata דבר (dabar) bukan sekedar sebuah ucapan kosong, tetapi ucapan yang mengandung sebuah janji kepada Tuhan untuk menyembah dan mengasihi Allah Yahweh saja. Janji atau ucapan ini terimplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Maksud dari semuanya ini adalah “kehidupan sebagai sarana pembelajaran”. Orang tua bertugas untuk mengaitkan kebenaran firman Tuhan dengan setiap aspek kehidupan. Intinya, bagaimana menjalani kehidupan seturut dengan kebenaran firman Tuhan. Wyclife menambahkan bahwa Orang saleh harus merenungkan hukum Allah tersebut siang dan malam (Ul 6:7b-9; bnd. Mzm. 1:2). Musa di sini bukan melakukan persyaratan seremonial, tetapi menguraikan tuntutan untuk senantiasa terfokus kepada perkenan Tuhan Israel melalui gambaran-gambaran yang konkret. Jadi kemanapun Israel pergi, kapan pun, apa pun yang dilakukan atau dipikirkan, di rumah atau jauh dari rumah, baik sebelum tidur maupun pada saat beraktifitas atau melakukan pekerjaan (ay. 6-9), perintah untuk mengasihi tetap berlaku, secara total dan penuh. Apabila hal ini dipahami secara harafiah, maka poin ini akan kehilangan maknanya.
Dalam bagian ayat 8: “Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu”. Para rabi mengambil ayat ini sangat harfiah dan mereka mulai untuk membungkus tali kulit di tangan kiri mereka dengan sebuah kotak kecil (tefillin) yang terlampir yang berisi Kitab Suci yang terpilih dari Taurat. Jenis kotak yang sama juga diikat ke dahi mereka yang disebut “Phylactery” atau “tali sembahyang” (Ul. 11:18; bnd. Mat. 23:5). Hal ini melenceng dari konteks yang diungkapkan oleh Musa. Konteks ini adalah kesempatan untuk mengajar kebenaran Firman dalam gaya hidup setiap individu.
Frasa “mengikatkannya sebagai tanda” diambil dari kata וּקְשַׁרְתָּ֥ם (weqesharetam) dari kata וְ (we) particle conjunction yang berarti: dan; dan kata קשׁר (qashar) verb qal waw consec perfect 2nd person masculine singular suffix 3rd person masculine plural yang berarti: ikatkan; bergabung bersama, berkonspirasi. Kata “sebagai tanda” diambil dari kata לְא֖וֹת (le’it) dari kata לְ (le) particle preposition yang berarti: kepada, untuk, sebagai; dan kata אוֹת (oth) noun common both singular absolute yang berarti: tanda. Hal ini menunjukkan bahwa umat Israel bukan hanya mengikatkan secara harafiah, tetapi perlu menyatu dan berkonspirasi dengan Firman Tuhan, sebagai tanda di tangan dan di dahi.
Kata “tangan” diambil dari kata kata יָד (yad) noun common feminine singular construct suffix 2nd person masculine singular yang berarti: tangan dan kekuatan. Kata “tangan” melambangkan tindakan. Setiap orang melakukan semua aktivitas menggunakan tangan. TWOT melambangkan “tangan” sebagai kekuasaa dan kekuatan. Dalam teks ini menunjuk bahwa Firman Tuhan harus dilakukan, sehingga menjadi kekuatan di dalam setiap individu. Artinya, apapun yang seseorang lakukan harus mewujudkan kasihnya kepada TUHAN. Inilah peran orang tua atau pendidik untuk memastikan anak-anaknya melakukan kebenaran Firman Tuhan.
Kata “dahi” sesungguhnya tidak ada dalam teks Ibrani tetapi memakai kata בֵּ֥ין (bayin) yang diambil dari kata בַּיִן (bayin) particle preposition yang berarti: diantara, disela-sela. Dan kata עֵינֶֽיךָ (‘eyneyka) yang diambil dari kata עַיִן (‘ayin) noun common both dual construct suffix 2nd person masculine singular yang berarti: mata. Kata Ibrani yang digunakan lebih mengarah pada area “di antara dua mata”. Hal ini sama dengan beberapa terjemahan bahasa Inggris seperti: KJV/ASV/RSV/ESV. Pengertian “di antara dua mata” berbicara tentang cara pandang, pendapat, dan penilaian. Bukan hanya apa yang sebaiknya dipandang, melainkan bagaimana umat Allah memandang segala sesuatu. Frasa “menempatkannya di dahi” berarti bahwa pikiran dan sikap seseorang harus mengomunikasikan kebenaran Tuhan. TWOT lexicon menambahkan bahwa “mata” berhubungan dengan keseluruhan proses melihat dan dengan perluasan, pemahaman dan kepatuhan (Yer. 5:21). Mata juga digunakan untuk mengekspresikan pengetahuan, karakter, sikap, kecenderungan, pendapat, gairah, dan respons. Mata adalah barometer yang baik untuk pikiran manusia. Dalam hal ini orang tua harus memastikan bahwa dasar pengetahuan Firman Tuhan, sehingga dapat menghasilkan cara pandang dan karakter yang hebat.
Setiap pengajaran Firman harus dituliskan pada tiang pintu rumah dan pintu gerbang. Kalimat ini jangan dipahami secara harafiah, sebab kata ini mengandung makna yang dalam secara figurative. Kata “menuliskannya” diambil dari kata כתב (katab) verb qal waw consec perfect 2nd person masculine singular suffix 3rd person masculine plural yang berarti: tuliskanlah, rekamlah. Musa memerintahkan setiap orang tua untuk mengajar anak-anaknya untuk menuliskan Firman Tuhan di pintu-pintu rumah dan di pintu-pintu gerbang.
Secara harafiah “tiang pintu rumah” sering dipandang sebagai tempat iblis dalam dunia Yunani dan Romawi, dalam dunia Yahudi itu mewakili kehadiran Allah (yaitu, tempat di mana darah Paskah ditempatkan (Kel. 12:7,22, 23). Namun, sesungguhnya Musa ingin menunjukkan bahwa kehidupan di rumah sebagai latar untuk mengajarkan kebenaran Tuhan. Rumah merupakan tempat di mana ada perlindungan dan perhatian, ada keamanan dan kasih sayang, ada kenyamanan dan kedekatan. Semua ini bukan hanya harus ada dalam suatu keluarga, tetapi keberadaannya dinafasi oleh nilai-nilai firman Tuhan, bukan sembarang moralitas.
Selain “tiang pintu-pintu rumah” Firman Tuhan harus dituliskan di pintu-pintu gerbang. Menurut tradisi “Gerbangmu” bisa merujuk ke tempat pertemuan sosial dan keadilan (yakni, seperti gerbang kota). Biasanya, kotak-kotak kecil dan tanda-tanda pintu (mezuza) ini mengandung beberapa bagian dari Kitab Suci (Ul. 6:4-9; 11:13-2; Kel 13:1-10,11-16). Secara figurative kata ini ingin menunjuk kepada “kehidupan social”, di mana di lingkuangan sosial merupakan kesempatan untuk berbicara tentang Tuhan. Selain itu, “pintu gerbang” merupakan tempat berkumpul para pemimpin kota. Para tua-tua biasanya mengambil keputusan-keputusan penting di sana. Meletakkan firman Tuhan di pintu gerbang berarti mengakui otoritas firman Tuhan dalam setiap keputusan yang diambil.
Dapat disimpulkan bahwa ayat 9 ingin menunjukkan bahwa meletakkan firman TUHAN di pintu rumah dan pintu gerbang menandakan sebuah pergeseran dari wilayah personal (tindakan dan penilaian) ke wilayah sosial (relasi dengan komunitas). Spiritualitas pribadi tidak pernah berhenti pada diri sendiri. Keintiman dengan TUHAN bukan pengasingan dari lingkungan. Sebaliknya, kualitas kerohanian seringkali tergambar jelas dalam kehidupan bersama orang lain.
Ayat-ayat selanjutnya merupakan satu dari dua klimaks yang mengejutkan tentang anugerah Allah dalam kitab Ulangan. Ayat 10-11 mendiskripsikan tanah yang akan diwarisi Israel. Tanah itu diikrarkan dengan sumpah kepada para leluhur Israel, jaminan milik di masa depan (ay. 10). Dan tanah itu adalah tanah yang luar biasa. Kota-kota besar yang indah, rumah-rumah yang penuh barang, sumur-sumur air yang sudah digali, serta rumpun pohon anggur dan kebun zaitun yang siap berbuah. Inilah anugerah Allah yang melimpah, sebab Allah tidak memberikan tanah biasa, melainkan tanah yang hebat. Tanah itu siap didiami, serta kekayaannya terlihat jelas dalam ayat 11, “dan apabila engkau sudah makan dan menjadi kenyang…”. Hal ini menunjukkan bahwa negeri yang memang berlimpah-limpah susu dan madu, sesuai dengan janji Allah.
Kenyamanan dan kelimpahan adalah hal yang berbahaya bagi iman; kelimpahan akan menjadi ancaman dan membuat kelalaian diri, apabila tidak disikapi dengan benar. Oleh sebab itu di ayat 12 menjadi satu peringatan bagi Israel untuk berhati-hati pada kenyamanan hidup. Selain itu umat Allah diperintahkan untuk tidak melupakan Tuhan. Hal ini sangat relevan sebab saat semua sudah tersedia dan semua kebutuhan telah tercukupi, maka seseorang akan mudah melupakan TUHAN.
Perintah untuk tidak melupakan TUHAN adalah sebuah peringatan berulang dalam Ulangan (bnd. 4:9,23,31; 6:12; 8:11,14,19 (dua kali); 9:7; 25:19). Sementara penekanan “…yang membawa keluar dari tanah Mesir” merupakan pernyataan yang terus-menerus dari kitab Ulangan bahwa kasih karunia Allah datang ke Israel terlebih dahulu (Ul. 4:10; 5:29; 6:2). Frase “.dari rumah perbudakan” menekankan kembali bahwa dahulu umat Israel adalah budak, dan karena anugerah Allah Israel menjadi bangsa yang dikuduskan Allah. Inilah anugerah Allah kepada Orang Israel. Bangsa budak dan sekarang menjadi umat Allah Sang Pemilik jagad raya.
Peringatan ini diikuti dengan peringatan tentang apa yang harus dilakukan, sebagai akibat kemenangan atas bangsa Kanaan, dan tanah Kanaan akan menjadi tanah milik Israel. Ayat 13 menjelaskan yang pertama adalah harus takut akan TUHAN, Allahmu, kedua adalah haruslah engkau beribadah kepada Allah dan ketiga adalah haruslah engkau bersumpah demi nama TUHAN Allah. Semua ini melibatkan ibadah dalam konteks kitab-kitab yang dituliskan oleh Musa. Bagian dari penyembahan kultis Israel adalah untuk membuat pernyataan atas nama YHWH. Dia mengubah kata “takut” dalam ay 13 dengan kata beribadah yang dapat diartikan “melayani dan menyembah”, NET menterjemahkan ini dengan “…engkau harus menghormati TUHAN..”, di mana hal ini merefleksikan karakter dan pribadi Allah yang layak menerima segala hormat dan penyembahan umat-Nya.
Ayat 14 kembali Allah menegaskan untuk umat Israel untuk menyembah dan taat kepada TUHAN. Perintah “..janganlah kamu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa sekelilingmu,..”. Hal ini menunjukkan bahwa Israel mendapat perintah Allah untuk menyembah dewa kesuburan orang-orang Kanaan. Ini adalah suatu larangan keras, di mana TUHAN (YHWH) adalah satu-satunya obyek penyembahan bangsa Israel. Alasan mengapa Musa memberikan perintah umat Israel taat dan hanya mengikuti TUHAN (YHWH), karena “..TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu di tengah-tengahmu, supaya jangan bangkit murka TUHAN, Allahmu, terhadap engkau, sehingga Ia memunahkan engkau dari muka bumi.” (ay. 15). Frase “..Allah yang cemburu” merupakan istilah Ibrani yang bisa berarti “bersemangat” atau “cemburu”.
Kecemburuan adalah kata cinta, di mana kata cemburu ini menunjukkan sikap mencintai secara mendalam dan mengikat. Ini merupakan satu lagi penegasan dari kasih Allah yang dinyatakan secara antropomorfis yaitu dalam istilah manusia. Sementara frase “..di tengah-tengahmu..” menunjuk pada sifat Allah yang omnipresent dan ini merupakan gambaran dari Immanuel yaitu Allah beserta kita. Sedangkan “murka Allah” menunjukkan sifat Allah yang adil, di mana Allah akan menghukum orang-orang yang tidak berlaku taat kepada-Nya. Ketaatan akan menghasilkan berkat, tetapi ketidaktaatan akan menghasilkan murka Allah (bnd. Konsep berkat dan kutuk dalam kitab Ulangan).
Ayat 16 juga menjelaskan kembali tentang perintah Tuhan yaitu: “Janganlah kamu mencobai TUHAN, Allahmu, seperti kamu mencobai Dia di Masa…”. Musa mengingatkan kembali tentang apa yang terjadi di Masa dan Meriba, untuk memberikan peringatan kepada umat Israel untuk tidak mengulangi dosa menggerutu dan mengatakan “adakah TUHAN di tengah-tengah kita..”. Mereka menunjukkan kurangnya iman (bnd. Maz 95:8; Ibr 3-4). Jangan lakukan itu lagi yaitu “mencobai” Tuhan atau menguji Tuhan dan jangan mempertanyakan kehadiran-Nya dalam kehidupan umat Allah, sebab Allah berjanji akan selalu menyertai umat-Nya.
Ayat 17 menegaskan kembali untuk berpegang pada perintah Allah, peringatan dan ketetapan TUHAN. Menjaga perjanjian TUHAN dengan Israel yang di sebut dengan perjanjian Palestina ini adalah dengan cara hidup dalam ketaatan. Penekanan terus-menerus atas ketaatan ini menunjukkan pentingnya ketaatan dalam sebuah hubungan perjanjian (covenant). Semua perjanjian Allah dengan umat manusia yang diprakarsai oleh-Nya tanpa syarat, tetapi mereka harus menanggapi secara bersyarat (bnd. Ul. 5:32, 33; 6:1, 2, 3, 17, 24, 25).
Ada hal yang harus Israel lakukan untuk menduduki negeri yang dijanjikan TUHAN kepada nenek moyang mereka. Frase “..haruslah engkau melakukan apa yang benar dan baik di mata TUHAN,…”. “apa yang benar” memiliki pengertian benar dan menyenangakan Tuhan, sedangkan “apa yang baik” memiliki pengertian tindakan atau prilaku baik yang menyenangkan Tuhan. Tujuan pola hidup yang demikian adalah supaya “baik keadaanmu dan engkau memasuki dan menduduki negeri yang baik, yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu,..” Jika Israel berpegang pada persyaratan perjanjian, YHWH akan membawa kemakmuran dan umur panjang. Cara melakukan apa yang benar dan baik di sini adalah dengan cara mengusir semua musuh Israel, dalam hal ini musuhnya adalah bangsa Kanaan. Hal ini memberikan implikasi segala sesuatu yang menyenagkan hati Tuhan harus dilakukan. Israel dalam hal ini menjadi alat Tuhan untuk menunjukkan keadilan-Nya kepada bangsa-bangsa yang kafir (tidak mengenal YHWH).
Penekanan tentang perintah TUHAN kembali di ulang melalui pengalaman bangsa Israel. Aspek yang tidak biasa dari konteks ini, di mana ayat 20-33 adalah para saksi mata telah mati dan keturunan mereka bercerita kepada anak-anak dan cucu-cucu meraka. Oleh karena itu, formula yang ditekankan di sini terlihat dalam frase “Apabila… anakmu bertanya… haruslah engkau menjawab…,” (bnd. Kel 12:26,27; 13:14-15; Ul 6:20-25; Yos 4:6-7,21-24).
Ulangan 6:20-23 juga menunjuk pada beberapa ayat yang mengingatkan perjalanan iman Israel dengan YHWH, dari panggilan Abraham sampai Keluaran (bnd. Ul. 26:5-9; Yos. 24:2-13; Maz. 77; 78; 105; 136). Penekanan dari ketiga ayat di atas adalah mengingatkan generasi baru Israel yang tidak mengalami perbudakan di Mesir, supaya mereka merespons dengan ucapan syukur dan hidup dalam ketaatan kepada Allah (ay. 24). Allah memberikan hukum-hukum-Nya adalah bagian dari penebusan Allah, sebagai tanda kepemilikan Allah atas umat Israel. Sebab Allah telah menebus mereka dari perbudakan Mesir. Sekarang mereka bukanlah milik Mesir tetapi milik Allah, YAHWEH lah Majikan Agung mereka, yang layaknya mereka hormati dan taati. Jadi hukum yang diberikan Allah kepada bangsa Israel adalah sebagai tanda atau ekspresi hubungan perjanjian-Nya dengan Israel. Di mana Allah yang Kudus menebus bangsa Israel dari perbudakan dosa. Tujuan penebusan ini adalah supaya Israel menjadi bangsa yang kudus dihadapan Allah.
Dalam ayat 24 mengungkapkan manfaat bagi Israel apabila hidup dalam ketaatan kepada perintah-perintah Allah: 1) Untuk kebaikan mereka senantiasa (bnd. Ay 18); 2) Untuk kelangsungan hidup mereka sebagai bangsa (bnd. Ul. 4:1; 8:1; 30:16,19). Ayat 25 menambahkan bahwa Israel akan menjadi benar. Frase “menjadi benar” di sini sama dengan iman atau keyakinan awal Abraham dan ketaatan berikutnya diterima oleh YHWH (bnd. Kej 15:6) sebagai “kebenaran,” demikian juga, ketaatan kepada perjanjian akan menjadikan Israel benar dihadapan Allah secara legal (Ul. 24:13). Syarat “menjadi benar” adalah melakukan segenap perintah Allah dengan setia di hadapan Allah (ay. 25).
Posting Komentar untuk "Pendidikan Kristen Menurut Ulangan 6:1-25"