Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Khotbah Kristen: Komitmen untuk Berbuah

 Yohanes. 15:1-7

ITB  John 15:1-8 "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. 2 Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. 3 Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. 4 Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. 5 Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. 6 Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. 7 Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. 8 Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (Jn. 15:1-8 ITB)

Latar Belakang

Kronologi dari nats ini muncul di saat Yesus bersama-sama murid-murid-Nya sebelum hari raya Paskah mulai.  Pada waktu itu Yesus memberikan teladan dengan membasuh kaki murid-murid-Nya, supaya murid-murid-Nya mengikuti teladan-Nya dengan hidup saling melayani antara satu dengan yang lain. Hal ini juga berbicara tentang Yesus yang mengutus murid-murid-Nya untuk menyampaikan kabar baik kepada semua orang bahwa Yesus adalah Mesias atau “Anak Allah” yang ditunjukkan dengan ungkapan frasa “.Akulah Dia” (Yoh. 13:19). Frasa “Akulah Dia” ini berulang kali dituliskan dalam Injil Yohanes, di mana kata ini merupakan ungkapan yang khas dalam Injil Yohanes.

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku.” Ayat ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa ada satu kesatuan di dalam pribadi Yesus, Bapa dan Orang percaya, di mana seorang yang menerima orang yang diutus Yesus, menerima Yesus, dan seorang yang menerima Yesus, menerima juga Bapa yang mengutus Yesus.

Oleh sebab itu, Yesus memberikan perintah baru untuk “saling mengasihi” (Yoh. 13:34; bnd. 15:12, 17). Perintah ini diberikan dengan tujuan bahwa seorang yang “saling mengasihi” adalah bukti dari murid-murid Kristus (Yoh. 13:35; bnd. 15:8).

Perlu kita ketahui bahwa pada saat Yesus memberikan perintah ini, murid-murid sedang dilanda kegelisahan dan kekuatiran, sebab Yesus hendak meninggalkan mereka. Kegelisahan ini dijawab oleh Yesus dengan penghiburan yang sejati, yaitu dengan berkata kepada mereka: “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal… sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada” (Yoh. 14:2-3). Karena itu, Yesus meminta murid-murid-Nya percaya pada-Nya (Yoh. 15:1,11). Lebih lanjut lagi Yesus berkata: “12…:Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; 13 dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. 14 Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya." (Yoh. 14:12-14). Biasanya yang menjadi focus kita pada ayat ini adalah “..dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya… Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya”. Focus kita biasanya berkat, permintaan, permohonan, dan semua hal yang kita inginkan supaya Tuhan melakukannya bagi kita. Focus kita tertuju pada reward atau berkat-Nya bukan pada perintah, sehingga apa yang kita kerjakan tidak bertujuan pada pemuasan hati Allah, tetapi untuk memuaskan diri kita. Motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu akan mempengaruhi hasil pekerjaannya. Seorang yang berfokus pada kesenangan diri, tidak mungkin menyenangkan hati Tuhan. Tetapi seorang yang memiliki motivasi untuk menyenangkan hati Tuhan, akan menganggap berkat/hadiah itu sebagai suatu anugerah, bukan sebagai hadiah atas dasar perbuatan kita.

Apabila doa kita terkabul “bersyukur”, tetapi apabila tidak terkabul “bersyukur juga”. Tetapi apabila hidup kita berfokus pada “aku” bukan Tuhan, saya dapat pastikan engkau akan kecewa dan marah kepada Tuhan ketika doamu tidak terkabul. Engkau datang kepada Tuhan karena mau berkat-Nya, bukan pribadi-Nya. Dan orang seperti ini sesungguhnya bukanlah orang yang mengasihi Tuhan, tetapi orang ini tidak lebih dari seorang penipu. Orang seperti ini sesungguhnya berada banyak di gereja. “Giliran berkat-Nya nomor satu, tetapi giliran pikul salib gak mau”. Ini termasuk golongan orang yang hanya mau enaknya, giliran yang gak enak, pergi.

Yesus menegaskan bahwa: “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku” (Yoh. 14:15). Dasar melakukan perintah Tuhan adalah “kasih”. Tanpa kasih engkau akan merasa berat dan masa bodoh untuk melakukan perintah Tuhan. Dan seorang yang mengasihi Tuhan tandanya adalah “memegang perintah-Ku dan melakukannya” (Yoh. 14:21). Barangsiapa tidak menuruti perintah Allah, bukanlah orang yang mengasihi Yesus, dan orang tersebut bukanlah orang percaya (bnd. 14:12). Jadi tanda orang percaya adalah orang yang memegang dan melakukan perintah Tuhan. Orang Kristen yang benar akan terlihat nyata melalui buahnya. “Setiap pohon dikenal dari buahnya”.

Konsep ini sangat jelas dalam gambaran Yesus sebagai “Akulah pokok anggur yang benar” (Yoh. 15:1). Alkitab mengatakan: “Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya”. Perkataan Yesus ini menunjukkan kesatuan antara Anak dan Bapa, yang digambarkan sebagai “Pokok Anggur” dan “Pemilik Kebun Anggur”.

Perlu dilihat bahwa ada banyak bagian PL yang merujuk pada Israel sebagai pohon anggur (Maz. 80: 8–16; Yes. 5: 1–7; Yer. 2:21; Yeh. 15: 1–8; 17: 5–10; 19: 10–14; Hos. 10: 1). Pohon anggur menjadi simbol Israel, dan bahkan muncul di beberapa koin yang dikeluarkan oleh orang Makabe. Bagian PL yang menggunakan simbol ini tampaknya menganggap pada Israel tidak beriman kepada Yahweh (biasanya diterjemahkan sebagai “Tuhan” dalam PL) atau objek hukuman berat. Yehezkiel 15:1–8 secara khusus berbicara tentang tidak bergunanya kayu dari pokok anggur (dalam kaitannya dengan Yehuda yang tidak taat). Potongan ranting dari pokok anggur tidak ada nilainya kecuali untuk dibakar sebagai bahan bakar. Yehezkiel 17: 5–10 berisi gambaran pohon anggur yang merujuk pada seorang raja dari keluarga Daud, Zedekia, yang ditetapkan sebagai raja di Yehuda oleh Nebukadnezar. Zedekia bersekutu dengan Mesir dan melanggar perjanjiannya dengan Nebukadnezar (dan karena itu juga dengan Tuhan), yang pada akhirnya akan mengakibatkan kejatuhannya (17: 20-21). Gambaran pokok anggur di sini berlaku untuk ketidaktaatan Zedekia.

Tetapi gambaran tentang pokok anggur dalam teks yang kita baca menggambarkan bahwa Kristus adalah Sang penopang dan pemelihara kehidupan orang percaya. Hal ini juga menunjuk pada Kristus sebagai pusat dari kebenaran, ketaatan, kasih dan hidup yang penuh dengan buah kebenaran.

Teks ini juga menjelaskan tentang gambaran Yesus sebagai “pokok anggur” dan orang percaya sebagai “ranting-ranting pohon anggur”. Pada tingkat tertentu, gambaran ini mirip dengan gambaran Paulus tentang Kristus sebagai kepala dan orang percaya sebagai anggota tubuh. Keduanya ini menggambarkan pentingnya hubungan atau relasi antara Kristus dengan orang percaya.

Untuk berbuah dibutuhkan komitmen total kepada Tuhan. Seluruh aspek hidup kita, kita gunakan untuk menghasilkan buah kebenaran. Inilah yang dikehendaki Tuhan. Bagaimana cara kita berbuah??

1.      Dibersihkan oleh Firman (ay. 2-3).

Kebiasaan orang Israel adalah memotong ranting pohon anggur yang tidak menghasilkan buah atau ranting-ranting yang kering. Ranting ini biasa dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar (ay. 6). Selain itu, ranting-ranting yang menghasilkan buah dibersihkannya (dipotong). Kedua hal ini dilakukan dengan tujuan setiap ranting-ranting tersebut lebih banyak buahnya (ay. 2).

Gambaran ini menunjukkan tentang iman yang murni dan iman yang palsu. Seorang yang memiliki iman yang palsu pasti kering dan pastinya tidak menghasilkan buah. Ia akan dipotong dan ujung-ujungnya dicampakkan ke dalam api. Sedangkan iman yang murni akan dibersihkan (dipotong) dengan tujuan makin banyak buah yang dihasilkan. Dalam keseluruhan Injil Yohanes banyak dikisahkan tentang iman yang palsu dan iman yang murni ini atau iman yang menyelamatkan. Gambaran ini jelas dalam metafora pokok anggur dan ranting-rantingnya.

Ayat 3 menunjukkan kepada kita tentang fakta murid-murid Yesus (minus Yudas Iskhariot karena ketika Yesus mengatakan hal ini Yudas sudah pergi” bnd. Yoh. 13:30) bahwa: “kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu”. Ayat ini memberikan petunjuk bahwa mereka telah dibersihkan oleh firman yang dikatakan Yesus sebelum-sebelumnya. Ini mengacu pada pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya. Melalui pembasuhan kaki ini dan perintah baru yang Yesus sampaikan berguna untuk membersihkan mereka (menyelamatkan), sehingga makin hari makin sepikir dan seperasaan dengan Kristus. Hal ini juga berbicara tentang penderitaan orang percaya (lih. ay 17-22) yang bertujuan untuk memaksimalkan penghasilan buah, mengungkap kepalsuan, dan membuat terus bergantung pada Allah (Mat. 13:20-23; Rm. 8:17; I Pet. 4:12-16). Sekali lagi firman Tuhan berkuasa untuk mengubahkan sikap hati, sehingga menghasilkan buah yang manis.

2.      Tinggal di dalam Yesus (ay. 4-7).

Sama halnya ranting-ranting tidak dapat berbuah, kalau ia tidak menempel pada pokok anggur, demikian juga orang percaya tidak berbuah, jikalau tidak tinggal di dalam Kristus. Frasa “tinggal di dalam Aku..” muncul berulang-ulang dalam pasal perikop ini. Ada sebanyak 5 kali muncul dengan berbagai macam variasinya, sekali dalam bentuk perintah. “tinggallah di dalam Aku..”.

  • Ay. 4 “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu..” ;
  • Ay. 4 “…tinggal di dalam Aku”
  • Ay. 5 “…tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia..”
  • Ay. 6 “…tinggal di dalam Aku”
  • Ay. 7 “…tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu..”

Hal ini menegaskan bahwa kemahapentingannya “tinggal di dalam Kristus”. Sebab seorang yang tidak “tinggal di dalam Kristus” “tidak akan berbuah” (ay. 4); “tidak dapat berbuat apa-apa” (ay. 5); “ia dibuang ke luar” (ay. 6).

Kata “tinggal” yang dipakai Yohanes untuk menggambarkan “iman” atau “percaya” di mana istilah terpenting yang dipakai Yohanes untuk mengekspresikan kelanggengan hubungan antara orang percaya dan Allah adalah kata kerja Yunani meno. Kata itu bisa diterjemahkan sebagai “menetap di dalam” (Yoh. 5:38), “tinggal” (15:17), “berada” (1 Yoh. 2:10, 14), dan “tinggal” (2 Yoh. 9, di mana KJV pada umumnya menterjemahkan abide “tinggal” untuk kata meno).

Pada tingkat tertentu Yohanes memakai kata ini untuk menggambarkan berdiamnya berbagai sifat dan karunia-karunia Allah dalam diri orang percaya, dan sebaliknya beradanya orang percaya dalam berbagai keadaan. Firman Allah atau firman Yesus dikatakan tinggal di dalam orang percaya (Yoh. 5:38; 15:7; 1 Yoh. 2:14, 24). Sebaliknya orang percaya juga dikatakan berdiam dalam firman Yesus (Yoh. 8:31). Kasih Allah tinggal dalam umat percaya, tetapi tidak di dalam orang-orang yang tidak percaya (1 Yoh. 3:17), sementara orang percaya berdiam di dalam kasih Yesus (Yoh. 15:9-10) dan kasih Allah (1 Yoh. 4:16). Kebenaran Allah tinggal di dalam orang percaya (2 Yoh. 2) demikian juga urapan Allah (1 Yoh. 2:27) dan benih Allah (3:9).

Di sisi lain, umat percaya dikatakan “di dalam terang” (2:10; bnd. Yoh. 12:46 di mana umat percaya tidak tetap berada di dalam kegelapan). Orang yang tetap berada dalam ajaran Kristus “memiliki Bapa maupun Anak” sementara orang yang tidak tinggal “tidak memiliki Allah” (2 Yoh. 9).

Jadi frasa “tinggal di dalam Aku” ini merupakan ekspresi dari iman yang murni. Iman yang murni ini lebih dari sekadar pengakuan intelektual atas fakta-fakta tertentu, walaupun hal ini tercakup di dalamnya, atau mensyahadatkan kebenaran, meskipun hal itu meliputi peneguhan tentang respons manusia seutuhnya kepada penyataan yang telah diberikan dalam Kristus.

Hal ini mencakup lebih daripada sekadar kepercayaan kepada Yesus atau keyakinan di dalam Dia. Ini merupakan komitmen total kepada Allah dan bukanlah sesuatu yang bersifat emosional. Ini menyangkut suatu kesediaan untuk memberi respons kepada tuntutan-tuntutan Allah seperti yang disampaikan di dalam dan oleh Yesus.”

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa iman berarti komitmen seutuhnya dan persatuan pribadi antara orang percaya dan Kristus jelas terlihat dari buah yang dihasilkan. “Dan dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku” (Yoh. 15:8). Inti dari buah yang kita hasilkan adalah “Bapa dipermuliaan” bukan berarti pada saat seseorang tidak menunjukkan buahnya “Bapa tidak dipermuliakan”. Allah tidak akan kehilangan kemuliaan-Nya apabila kita tidak berbuah, Allah juga tidak bertambah kemuliaan-Nya apabila kita berbuah. Karena faktanya Bapa adalah pribadi “Maha Mulia”. Bukti dari kita adalah murid-murid Kristus adalah “buah yang banyak” (ay. 8).

Kesimpulan

Komitmen untuk berbuah adalah sebuah komitmen untuk terus menerus ditransformasi oleh firman dan komitmen untuk percaya seutuhnya kepada Yesus (tinggal di dalam Kristus), serta buktinya adalah buah yang dihasilkan.

Posting Komentar untuk "Khotbah Kristen: Komitmen untuk Berbuah"