Khotbah Kristen: Kuat di Tengah Badai (Luk. 6:47-49)
47Setiap orang yang datang kepada-Ku
dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya Aku akan menyatakan kepadamu
dengan siapa ia dapat disamakan, 48 ia sama dengan seorang yang
mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di
atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak
dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun.49 Akan tetapi
barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan
seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir
melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya."
Latar belakang
Perikop ini merupakan bagian terakhir dari khutbah di
bukit yang Yesus sampaikan. Dalam rangkaian khotbahnya Yesus memberikan
pengajaran dan peringatan baik kepada murid-murid-Nya maupun kepada orang-orang
Yahudi yang ada saat itu. Yesus mengajar berkaitan perihal mengasihi musuh yang
tidak mudah untuk dilakukan. Biasanya orang akan mengelak dari tuntutan kasih
itu dengan menyalahkan musuh dan cenderung merasa sakit hati. Oleh sebab itu, Yesus
memberi tahu bahwa seharusnya setiap orang menunjukkan kasih dan bukan
penghakiman, bahkan jika orang itu memperlakukan kita dengan buruk (Luk
6:37-38).
Untuk menolong kita melakukan hal itu, Yesus
mengajarkan bahwa kita harus melihat kesalahan-kesalahan kita lebih dahulu.
Jika tidak, kita akan seperti orang buta yang menuntun orang buta (Luk
6:39-40). Bila kita telah menyadari dosa-dosa kita, barulah kita dapat melihat
dengan jelas sehingga dapat menolong orang lain sadar akan kesalahannya (Luk
6:41-42). Sebab itu, kita harus introspeksi diri dengan jujur dan tulus (Luk
6:42-43).
Yesus begitu tegas dalam pengajaran-Nya, sehingga
dalam ayat yang kita baca sesungguhnya menegaskan pentingnya menaati
perkataan-Nya. Yesus bertanya, “Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan,
Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?..” (Luk
6:46). Yesus lalu menyimpulkan dengan perumpamaan dua orang yang mendirikan
rumah masing-masing. Orang yang pertama mendirikan rumah berfondasi batu,
sehingga rumahnya dapat tetap tegak berdiri ketika banjir melanda (Luk 6:48).
Orang yang kedua membangun rumahnya tanpa fondasi maka ketika banjir
melanda, rumah itu pun roboh dan mengalami kerusakan yang hebat (Luk 6:49).
Rumah yang berfondasi batu menggambarkan iman yang memiliki
dasar yang kuat, sedangkan rumah yang tidak berfondasi menggambarkan iman yang
tidak memiliki dasar. Keduanya sama-sama menghadapi hujan, badai bahkan banjir.
Tetapi bangunan yang memiliki fondasi akan tetap berdiri kuat. Fondasi inilah
yang akan menentukan kuat tidaknya sebuah bangunan, begitupula iman kita harus
memiliki fondasi yang kokoh yaitu Kristus (bnd. 1 Kor. 3:11).
Bagaimana caranya kuat di tengah badai?
1. Datang
(ay. 47)
Hanya dengan datang kepada Yesus, kita akan kuat
menghadapi badai hidup. Sebab tanpa kita datang kepada Yesus kita akan mudah patah
dan hancur. Kata “datang” di sini memiliki pengertian “bergerak ke arah satu
titik”. Artinya ketika kita datang kepada Tuhan, Yesuslah yang menjadi titik
pusat. Jadi arah hidup kita tertuju hanya kepada Yesus.
Datang di sini tidak cukup dengan memanggil Tuhan,
Tuhan, (bnd. Ay. 46). Tidak cukup dengan mengaku-ngaku bahwa kita memiliki
hubungan dengan Yesus, tanpa menyerahkan sepenuh hidup kita kepada Tuhan. Datang
kepada Tuhan di sini dengan maksud mengenal pribadi Yesus.
Ada banyak orang saat ini datang kepada Tuhan, hanya menginginkan
mujizat dari Tuhan, tanpa mau mengenal pribadi-Nya. Ada banyak orang saat ini
datang hanya menginginkan berkat Tuhan, tanpa menginginkan hubungan yang intim
dengan Yesus. Kebanyakan orang datang kepada Yesus hanya untuk bertujuan
memenuhi kebutuhan emosinya, sehingga tidak sedikit orang hanya berkata: “Tuhan,..Tuhan..
tetapi tidak hidup dalam kehendak Tuhan.
Lalu bagaimana dengan saudara? Adakah saudara datang
untuk memberikan segenap hidupmu kepada Tuhan atau datang untuk meminta Tuhan
menuruti keinginan hatimu? Tujuan kedatangan saudara kepada Tuhan akan
menentukan kuat tidaknya saudara menghadapi badai hidup.
2. Dengar
(ay. 47)
Banyak orang sudah datang kepada Tuhan, tetapi tidak
mau mendengarkan perkataan Tuhan. Banyak orang datang ke gereja tetapi saat
Firman Tuhan diberitakan, justru asyik sendiri dengan HP (Game, whatshap,
facebook, dan Instagram), bahkan tidak jarang kita keluar masuk Gedung gereja saat
Firman Tuhan diberitakan. Benar kita datang, tetapi tidak mau mendengar. Ini adalah
sebuah ciri kesombongan dan ini merupakan sebuah penghinaan kepada Tuhan.
Yesus meminta kita tidak hanya untuk datang kepada
Dia, tetapi juga mendengarkan setiap perkataan Firman Tuhan. Kata “mendengar”
disini memiliki pengertian mendengar secara benar. Mendengar seperti ini, tidak
hanya sekedar mendengar, tetapi mendengar dan memahami (mengerti). Mendengar yang
seperti ini biasanya memimpin kepada “melakukan” apa yang telah didengar.
Selama ini sudahkah kita benar-benar mendengarkan
firman-Nya dan mengerti apa yang Yesus katakan untuk kita lakukan?
3. Doing
(ay. 47)
Tidaklah cukup untuk sekadar datang dan mendengarkan
perkataan Kristus. Kita harus melakukannya juga. Tidaklah cukup untuk
mengaku-ngaku bahwa kita ini memiliki hubungan dengan Tuhan, tetapi kita harus
dengan sadar menaati Yesus.
Sungguh merupakan penghinaan bagi Yesus Tuhan, dengan
cara kita memanggil-Nya Tuhan, Tuhan, seakan-akan kita telah sepenuhnya menaati
perintah Tuhan dan mengabdikan diri, serta melayani-Nya, tetapi kita tidak
sungguh-sungguh melakukan kehendak-Nya serta melayani kepentingan-kepentingan
kerajaan-Nya. Hal ini hanya akan mengejek Tuhan. Apabila kita terus
memanggil-Nya Tuhan, Tuhan, tetapi berjalan mengikuti keinginan hati dan keegoisan
diri. Lantas untuk apa kita memanggilnya Tuhan, Tuhan dalam doa (bnd. Mat
7:21-22), jika kita tidak menaati perintah-perintah-Nya? Seorang yang
memalingkan telinganya untuk tidak mendengarkan perkataan Tuhan, doanya juga
adalah kekejian.
Yesus ingin menyampaikan bahwa fondasi di dalam
kehidupan adalah ketaatan pada firman Tuhan. Ketaatan kepada Tuhan Yesus
bukanlah sebuah pilihan, apabila kita memang mengaku sebagai murid Kristus (orang
percaya). Karena ketaatan kepada Tuhan Yesus merupakan hal yang mendasar bagi
kehidupan Kristen kita.
Jika kita menyangka bahwa sekadar memeluk agama dapat
menyelamatkan kita, bahwa mendengarkan perkataan Kristus tanpa melakukannya
akan membawa kita ke sorga, maka kita telah menipu diri sendiri. Ia
menggambarkan hal ini melalui sebuah perumpamaan (Luk 6:47-49), yang
menunjukkan:
Bahwa hanya mereka yang berdiri teguh di masa
pencobaan, yang tidak sekadar datang kepada Kristus untuk belajar, dan tidak
hanya mendengarkan perkataan-Nya tetapi juga melakukannya, yang berpikir,
berbicara, dan bertindak dalam segala sesuatu sesuai dengan kehendak Allahlah
yang sungguh-sungguh beriman kepada Yesus. Jangan berkata: “aku orang
Kristen” apabila saudara tidak melakukan kehendak Allah.
Kesimpulan
Ada tiga hal yang harus kita kerjakan sebagai seorang
yang beriman kepada Yesus, yaitu: datang kepada-Nya, mendengarkan firman-Nya
dan melakukan dalam setiap kehidupan kita. Ketika tiga hal ini kita kerjakan,
maka dalam masa pencobaan dan aniaya, kita akan berdiri utuh, kuat, dan teguh
di dalam Tuhan. Hati orang yang menghidupi ketiga hal ini akan tetap penuh
dengan penghiburan, damai sejahtera, pengharapan, dan sukacita di tengah
kesukaran yang hebat. Badai dan banjir penderitaan tidak akan mengejutkan
mereka, sebab kaki mereka terpancang di atas batu, batu yang lebih tinggi
daripada badai dan banjir. Batu ini adalah Kristus (1 Kor. 3:11). Sebab orang
percaya yang taat dipelihara dalam kekuatan Kristus, melalui iman menuju
keselamatan, dan tidak akan pernah binasa. Dan orang-orang yang sekadar
mendengarkan perkataan Kristus tetapi tidak hidup menurut perkataan-perkataan-Nya
itu, hanyalah menyiapkan diri untuk mengalami kekecewaan berat.
Posting Komentar untuk "Khotbah Kristen: Kuat di Tengah Badai (Luk. 6:47-49)"